Wajib Baca! Begini Perbedaan Akidah HTI dan Ahlussunnah wal Jamaah

Wajib Baca! Begini Perbedaan Akidah HTI dan Ahlussunnah wal Jamaah

PeciHitam.orgHizbut Tahrir atau kepanjangannya di Nusantara bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan hanya sekedar mengembangkan gerakan pemikiran tentang Khilafah Islamiyah. Namun lebih jauh memiliki paham pemikirian Ilmu Kalam/Teologi tersendiri.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pemikiran Teologi HTI berbeda dengan mayoritas Ulama Sunni (Ahlussunnah wal Jamaah) dalam banyak hal yang sangat prinsip. Beberapa poin dasar yang menjadi kekhasan HTI adalah tidak percaya adanya qadha-Qadar, HTI juga tidak percaya terhadap Adzab Kubur, Tidak percaya adanya Imam Mahdi dan lain sebagainya. Berikut Ulasannya!

Ahlussunnah Wal Jamaah dan Aqidahnya

Guna mengetahui perbedaan secara lebih spesifik, maka penulis mengadakan komparasi dalil landasan yang  digunakan oleh orang Ahlussunnah wal Jamaah dan landasan milik Hizbut Tahrir (HT).

Merujuk kepada Hadits dari Umar bin Khattab yang ditulis oleh Imam Syaraf bin Yahya an-Nawawi ad-Damasyq dijelaskan bahwa rukun Iman sebagai berikut;

 أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الأخر وتؤمن بالقدر خيره وشره

Artinya; Berimanlah kamu kepada Allah dan malaikat-Nya dan kitab-kitab-Nya dan utusan-utusan-Nya dan hari Qiamat dan imanlah kamu pada kepastian Allah dalam baiknya dan buruknya

Oleh karenanya setiap Muslim yang beriman kepada dengan 6 rukun Iman di atas maka tidak dibenarkan Aqidahnya. Penyelewengan ini sudah banyak dilakukan oleh golongan-golongan dan pada era modern dilakukan oleh Hizbut Tahrir.

Baca Juga:  Waspada Gerakan Thalabun Nushrah Indonesia (TNI)!!

Dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dijelaskan bahwa penerimaan secara holistik/ menyeluruh terhadap rukun Iman adalah syarat utama diterimanya keimanan.

Penerimaan terhadap rukun Iman secara parsial atau sebagian dalam pandangan Ulama Asy’ariyah jelas menyebabkan kekafiran. Pun ketika menerima kitab Allah SWT hanya 3 saja (Taurat, Zabur dan Al-Qur’an) tanpa menerima Injil sebagai Kitab Samawi maka akan digolongkan sebagai orang Kafir.

Maka penerimaan terhadap rukun Iman secara penuh termasuk menerima ketentuanNya, entah baik atau buruk (Qadha-Qadar), adalah mutlak. Bahkan tidak dibenarkan menerima Qadha-Qadar dengan menganggap Allah SWT bahwa Perbuatan Manusia terbebas dari ketentuanNya.

Bukti Perbedaan Akidah HTI dengan Sunni

Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani, adalah seorang ‘Alim kelahiran Haifa Palestina yang kemudian menjadi pegawai di Lebanon. Awal munculnya HT sebagai organisasi tidak terlepas dari pemanggilan beliau ke Kedutaan Besar Inggris yang tentunya ada kepentingan Inggris di dalamnya.

Baca Juga:  Khilafah yang Tertolak

Garis kebijakan yang ada dalam HT tentunya harus sesuai atau minimal tidak menganggu agenda kepentingan Inggris. Maka dapat dipahami, HT memiliki kantor besar di Pusat Kota London Inggris pada hari ini.

Paralel dengan kepentingan Inggris, paham-paham yang  ada dalam HT tidak sejalan dengan paham Mayoritas Ulama Sunni.

Bahwa dalam kitab Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah (menjadi Pribadi Islami), dijelaskan tentang penolakan Qadar dalam keyakinan HT dan HTI. Beliau menuliskan;

“Segala perbuatan manusia tidak terkait dengan Qadar Allah, kerana perbuatan tersebut ia lakukan atas inisiatif manusia itu sendiri dan dari ikhtiarnya. Maka semua perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam Qadar”.

Padahal dalam pandangan Sunni dijelaskan bahwa semua perbuatan Manusia baik disengaja ataupun tidak semua ber’Illat, berta’aluq, berdasar ketentuan dan kekuasaan Allah SWT. Dalam kitab yang banyak diajarkan di pesantren Nusantara dituliskan;

Baca Juga:  Ikhwanul Muslimin Versus Hizbut Tahrir dan Penolakan Sistem Khilafah Islamiyah

فمن يقول بالطبع او بالعلة فذاك كفر لأهل بالله

Artinya; ‘Barang siapa berpendapat bahwa perbuatan berpengaruh dari dirinya atau perbuatan menjadi alasan terhadap terjadinya sesuatu maka digolongkan sebagai Kafir oleh Ahlussunnah’

Alasan pandangan Syaikh Taqiyudin An-Nabhani dalam Asy—Syakhsiyyah al-Islamiyyah bahwa manusia tidka terikat dengan Ketentuan Allah SWT sudah menjadi bukti bahwa HTI bukan penganut Sunni. Pola pemikirannya berdekatan dengan paham Qadariyah. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq