Peringatan Harlah ke-94, Gus Yahya Ingatkan Pesan Pendiri NU Kiai Wahab

Pecihitam.org – Saat perhelatan refleksi Hari Lahir (Harlah) ke-94 Nadhlatul Ulama (NU), Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya mengingatkan kembali pesan dari Pendiri NU, Kiai Abdul Wahab Chasbullah.

Gus Yahya mengatakan, Kiai Wahab pernah menegaskan bahwa pengurus NU jangan pernah berpikir kecil, apalagi mengharap kepada pihak lain

“Seperti kata Kiai Wahab Chasbullah, NU memiliki ibarat memiliki meriam, tapi oleh pihak lain, meriam itu disebut sebatang gelugu. Dan celakanya, orang NU percaya apa yang dikatakan orang lain itu,” ujar Gus Yahya, dikutip dari situs resmi NU, Jumat, 31 Januari 2020.

“Itu pengurus NU yang bodoh!” tegasnya.  

Adapun kalimat lengkap dari pesan Kiai Wahab yang terkenal ini yakni sebagai berikut:

“Banyak pemimpin NU di daerah-daerah dan juga pusat yang tidak yakin akan kekuatan NU, mereka lebih meyakini kekuatan golongan lain. Orang-orang ini terpengaruh oleh bisikan orang yang menghembuskan propaganda agar tidak yakin dengan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU itu ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar biasa yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan. Pemimpin NU yang tidak mengerti itu tidak sadar siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu akan kekuatan sendiri.”

Baca Juga:  Didaulat Jadi Pembicara di Vatikan, Gus Yahya Bakal Paparkan Rencana Strategis NU

Hal itu, kata Gus Yahya, disampaikan Kiai Wahab pada tahun 1950, sembilan tahun sebelum Muktamar ke-22 Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta.

“Kemudian di dalam NU, perkataan itu disebut Kredo Pergerakan KH Abdul Wahab Chasbullah,” ujar Gus Yahya.

Pihaknya mengharapkan pengurus dan warga NU tidak berpikir kecil, sebab selama ini dunia internasional mengetahui cara berpikir dan gerakan NU yang memiliki visi perdamaian dunia.

“Yang paling terbaru adalah keluarnya keputusan NU terkait tidak relevannya istilah kafir kepada non-Muslim dalam konteks negara bangsa modern,” ujarnya. 

Keputusan itu, kata Gus Yahya, resmi menjadi keputusan NU di Musyawaran Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Pondok Pesantren Al-Azhar Islami Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, pada Februari 2019. 

Baca Juga:  Gus Yahya Komitmen Berdayakan Kader NU Luar Jawa, Indonesia Timur Solid Mendukung

“Jadi, dunia internasional yang mengeret NU untuk lebih vokal dan hadir dalam persoalan-persoalan peradaban yang terjadi saat ini,” ujar Gus Yahya.

Menurutnya, beberapa bukti tersebut yakni Ketua Umum PBNU ditetapkan sebagai Wakil Presiden di Religon for Peace, tahun lalu.

“Dalam sebulan ini, Letan Jenderal Thailand meminta Ketua Umum PBNU untuk menjadi penengah antara Bangkok dan Fathani. Selepas itu, Menteri Pertahanan Malaysia bekunjung ke PBNU,” sambungnya.

Sementara dirinya sendiri, kata Gus Yahya, sempat diundang ke Vatikan untuk turut serta dalam merumuskan perdamaian dunia.