Polemik Perihal Membaca Sayyidina Dalam Shalat

Polemik Perihal Membaca Sayyidina Dalam Shalat

PeciHitam.org – Sebagian orang berbeda pendapat tentang membaca Sayyidina dalam Shalat yaitu ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan kecuali di luar shalat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sehubungan dengan hal tersebut Rasulullah SAW tidak pernah membaca Sayyidina dalam shalat, sebagaimana dikatakan bahwa shalat merupakan ibadah mahdlah yang tidak boleh ditambah-tambahi, maka yang menjadi pertanyaan yaitu bagaimana dasar bagi yang membolehkan.

Tentang sighat shalawat Nabi Muhammad SAW pada saat shalat yaitu dalam Shahih Bukhari juz 8 halaman 422 yang berbunyi:

حَدَّثَنَا قَيْسُ بْنُ حَفْصٍ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا أَبُو فَرْوَةَ مُسْلِمُ بْنُ سَالِمٍ الْهَمْدَانِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عِيسَى سَمِعَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ لَقِيَنِي كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ أَلَا أُهْدِي لَكَ هَدِيَّةً سَمِعْتُهَا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ بَلَى فَأَهْدِهَا لِي فَقَالَ سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكُمْ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Artinya: “Telah bercerita kepada kami (Qais bin Hafsh) dan (Musa bin Isma’il) keduanya berkata telah bercerita kepada kami (‘Abdul Wahid bin Ziyad) telah bercerita kepada kami (Abu Farwah Muslim bin Salim Al Hamdaniy) berkata telah bercerita kepadaku (‘Abdullah bin ‘Isa) dia mendengar (‘Abdur Rahman bi Abi Laila) berkata (Ka’ab bin ‘Ujrah) menemui aku lalu berkata: ‘Maukah kamu aku hadiahkan suatu hadiah yang aku mendengarnya dari Nabi SAW’,

Baca Juga:  Hukum Berhutang Kepada Non Muslim Bolehkah? Ini Penjelasannya

Aku jawab: ‘Ya, hadiahkanlah aku’, Lalu dia berkata: ‘Kami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami bershalawat kepada tuan-tuan kalangan Ahlul Bait sementara Allah telah mengajarkan kami bagaimana cara menyampaikan salam kepada kalian?’,

Maka Beliau bersabda: ‘Ucapkanlah, Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali Ibrahim innaka hamiidun majid, Allahumma baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin kamaa baarakta ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali Ibrahim innaka hamiidun majiid.” (HR. Bukhari)

Tentang penambahan “Sayyidina” dalam sighat shalawat Nabi Muhammad SAW saat shalat jawabannya ialah ada oleh Al-Imam Ahmad Syihabuddin bin Hajar al-Haitami as-Syafi’i atau biasa dikenal dengan Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj juz 6 halaman 126 yang berbunyi:

قَوْلُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَالْأَفْضَلُ الْإِتْيَانُ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ كَمَا قَالَهُ ابْنُ ظَهِيرَةَ وَصَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ وَبِهِ أَفْتَى الشَّارِحُ لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ بِمَا أُمِرْنَا بِهِ وَزِيَادَةُ الْإِخْبَارِ بِالْوَاقِعِ الَّذِي هُوَ أَدَبٌ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ وَإِنْ تَرَدَّدَ فِي أَفْضَلِيَّتِهِ الْإِسْنَوِيُّ ، وَأَمَّا حَدِيثُ لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ فَبَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْحُفَّاظِ وَقَوْلُ الطُّوسِيِّ أَنَّهَا مُبْطِلَةٌ غَلَطٌ شَرْحُ م ر ا هـ سم عِبَارَةُ شَرْحِ بَافَضْلٍ وَلَا بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ ا هـ وَقَالَ الْمُغْنِي ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ اعْتِمَادُ عَدَمِ اسْتِحْبَابِهَا ا هـ وَتَقَدَّمَ عَنْ شَيْخِنَا أَنَّ الْمُعْتَمَدَ طَلَبُ زِيَادَةِ السِّيَادَةِ وَعِبَارَةُ الْكُرْدِيِّ وَاعْتَمَدَ النِّهَايَةُ اسْتِحْبَابَ ذَلِكَ وَكَذَلِكَ اعْتَمَدَهُ الزِّيَادِيُّ وَالْحَلَبِيُّ وَغَيْرُهُمْ وَفِي الْإِيعَابِ الْأَوْلَى سُلُوكُ الْأَدَبِ أَيْ فَيَأْتِي بِسَيِّدِنَا وَهُوَ مُتَّجِهٌ ا هـ .قَالَ ع ش قَوْلُهُ م ر لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ إلَخْ يُؤْخَذُ مِنْ هَذَا مِنْ سَنِّ الْإِتْيَانِ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ فِي الْأَذَانِ وَهُوَ ظَاهِرٌ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ تَعْظِيمُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَصْفِ السِّيَادَةِ حَيْثُ ذَكَرَ اهـ

Baca Juga:  Benarkah Air Liur Orang yang Tidur Najis? Ini Jawabannya

Keterangan tersebut menjelaskan yang dimaksud dengan “al ikhbar bil waqi’” ialah mengatakan yang sesuai dengan kenyataan, bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan “sayyid” atas semua makhluk.

aAnaloginya seperti saat memanggil orang yang lebih tua atau dihormati yaitu memanggilnya dengan layak yang mana lebih memulyakan atau menghormati daripada hanya panggilan biasa saja maka Sayyidina merupakan bentuk penghormatan dan pengaggungan kepada kekasih Allah SWT yang paling mulia.

Dalam kitab lain diterangkan pula bahwa membaca lafadz siyadah kepada Rasulullah SAW merupakan bentuk tata krama yang baik:

الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ

Artinya: “Yang lebih utama ialah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Rasulullah SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Lihat: Hasyisyah al Bajuri, juz 1, hlm.156)

Hal tersebut didasarkan kepada hadits yaitu:

عن أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, berkata Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat, orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (HR. Muslim: 4223)

Tentang membaca Sayyidina dalam Shalat, ada ungkapan:

لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ

Ungkapan tersebut seakan melarang untuk mengucapkan sayyidina yang artinya “Jangan kalian mengucapkan lafad sayyidina di dalam shalat” dan tentu saja sebagian orang menggunkan hadits tersebut sebagai dalil dari pelarangannya, namun, muhadis dan huffadz hadis seperti yang dikatakan Ibnu Hajar al Haitami tersebut merupakan hadits yang batil atau dapat dikatakan maudhu’ (palsu).

Baca Juga:  Inilah 7 Syarat Wakaf, Pahami Dulu Satu Persatu Sebelum Kamu Melakukannya

Jadi membaca Sayyidina dalam shalat diperbolehkan menurut fatwa tiga madzhab sedangkan dalam Madzhab Hanabilah tidak dianjurkan membaca Sayyidina dalam shalat tetapi di luar Shalat dibolehkan.

  • Madzhab Maliki.

Disebutkan dari Syaikh Ibnu Abdissalam bahwa menambah “Sayyid” dalam shalat didasari perbedaan pendapat apakah keutamaannya mengikuti perintah Rasul atau melaksanakan etika: “Yang jelas bagiku dan yang aku lakukan dalam shalat atau lainnya adalah menyebut Sayyid.” (Lihat: Mawahib al-Jalil, 1:69)

  • Madzhab Syafi’i.

Keutamaannya membaca “Sayyid” seperti yang disampaikan oleh Ibnu Dzahirah dan dijelaskan sekelompok ulama, Syaikh al-Mahalli juga memfatwakan demikian. (Lihat: Nihayatul Muhtaj, 1:530)

  • Madzhab Hanafi.

Dianjurkan membaca Sayyid karena menyampaikan realitas merupakan bentuk etika yang benar dan lebih utama daripada meninggalkannya, sebgaimana disampaikan oleh Ramli al-Syafii dan beberapa ulama lainnya. (Lihat: Ibnu Abidin, Rad al-Mukhtar, 4:91)

  • Madzhab Hanbali.

Bependapat dibolehkan membaca Sayyidina di luar shalat namun tidak membacanya dalam shalat sebagaimana Hafidz Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ dan Ibnu Muflih al-Han.

Demikianlah tentang hukum membaca sayyidina dalam shalat yang mana diantara empat madzhab hanya Hanbali yang melarangnya dibaca dalam shalat namun boleh di luar shalat.

Membaca sayyidina merupakan bentuk pengagungan dan penghormatan kepada Rasulullah SAW, maka bila hanya kepada orang yang lebih tua saja menghormatinya dengan panggilan yang layak, bagaimana dengan Rasulullah SAW yang kedudukan dan kemuliannya sangat diagungkan oleh Allah SWT.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *