Shalat Dirumah Lebih Utama daripada Shalat BerJamaah, Ini Penjelasannya

covid 19

Pecihitam.org – Akhir-akhir ini dunia dihebohkan dengan Virus Corona, Covid-19. Betapa tidak, berdasarkan Liputan6.com di seluruh dunia telah mencapai 244.421 kasus terinveksi, dan tercatat sebanyak 10.027 jiwa meninggal dunia dan terus bertambah setiap hari. Dalam data peta penyebaran COVID-19 tersebut, kini ada 160 negara dan wilayah yang terjangkit Virus Corona COVID-19. Jumat, (20/3/2020). Termasuk Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Melihat bahaya yang ditimbulkan oleh Virus tersebut, maka ulama duniapun mengeluarkan fatwa tidak wajibnya Shalat Jum’at dan tidak menganjurkan bahkan melarang untuk melakukan shalat jama’ah lainnya di mesjid, hal ini disebakan karena berkumpulnya seseorang dapat menimbulkan mudharat terinveksi Covid-19 yang mengancam nyawa tersebut. Prinsip dasar Syari’at (qaidah Ushul):

درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح

“Menolak efek buruk (mudharat) lebih didahulukan daripada maslahat/kebaikan”

Secara pribadi semenjak Jum’at, 20 Maret 2020 yang Lalu, penulis telah mengambil keputusan untuk tidak shalat Jum’at (Menggantinya dengan Dhuhur) dan shalat Jama’ah lainnya di mesjid, meskipun mesjid dekat rumah tetap melaksanakan shalat Jum’at dan shalat jama’ah lainnya.

Baca Juga:  Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah

Sebab, disamping para Ulama telah berfatwa untuk kondisi saat ini telah masuk Udzur Syar’i (Dharurat) karena wabah yg mengancam keselamatan jiwa, juga saya semenjak awal (sebelum ada fatwa) telah berkeyakinan (berdasarkan ilmu) ini sudah dapat dikategorikan Udzur Syar’i.

Jum’at, 20 maret yang lalu telah terjadwal untuk Khatib di Salah Satu Mesjid, bahan khutbah dipastikan terkait Tetap Dirumah, tidak keluar rumah kecuali hal yang sangat penting (terkait kebutuhan pokok), itupun harus tetap menjaga diri sesuai dengan himbauan pihak yang berwenang (pemerintah maupun para dokter). Dan (masih dalam materi) menghindari Jabat Tangan usai shalat Jum’at tentu berdasarkan argumentasi baik naqli maupun aqli.

Dalam konteks ini, indikator kuatnya keimanan seseorang bukan karena tetapnya berjama’ah di mesjid, tetapnya jum’atan, apa lagi dengan gagah beraninya bebas keluar rumah bergaul sebagaimana biasanya dengan alasan hanya takut pada Allah, TIDAK TAKUT Covid-19/Corona.

Pikiran seperti ini jelas bertentangan dengan syari’at Islam. Syari’at mengajarkan dalam menyikapi sesuatu harus proporsional, di sinilah peranan ilmu. Itulah sebabnya sehingga al-Qur’an menyandingkan antara keimanan dan ilmu dalam Athaf dengan huruf wawu (و) pada ayat,

Baca Juga:  Mengkritisi Slogan Kembali ke Al Qur'an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Ini artinya subtansi syari’at antara keimanan dan Ilmu tidak boleh terpisahkan. Dan jangan dibenturkan antara keduanya, bahkan terkadang jika ada teks Agama yang bertentangan dengan hasil temuan ilmu pengetahuan (tentu yg dimaksud di sini penafsiran) maka penafsiran itu yg dianggap lemah. Dan jika Hadis Ahad maka Hadis tersebut dianggap lemah meskipun ada ulama memilih tawaqquf (mendiamkan sampai ada alasan argumentatif/ilmiah membenarkannya).

Kerahmatan Islam pada umatnya, jika seseorang sudah terbiasa melaksanakan jama’ah di mesjid, jum’atan atau ibadah lainnya maka, Allah swt akan tetap memberinya imbalan pahala ibadah tersebut meskipun dia tidak melakukannya karena sebab Udzur Syar’i.

Dan terkait menghadapi Covid-19, kita tetap di rumah. Allah swt. memberikan kita pahala yang lebih besar lagi, yaitu mendapatkan pahala syahid dalam sabda Nabi saw.

Baca Juga:  Menyelesaikan Covid-19 dengan Rasionalitas Beragama

فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ

“Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha’un, termasuk Covid-19) dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah) dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid” (Hadis ini terdapat dalam Shahih al-Bukhary).

Wallahu A’alam

Bukhari Muslim, M. Th.I