Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani, Ulama Sufi dari Aceh

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani, Ulama Sufi dari Aceh

PeciHitam.orgMelanjutkan seri pembahasan mengenai ulama Indonesia yang memperkenalkan Ilmu Tasawuf diantaranya adalah Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nama Fatani sendiri merupakan sebuah nama daerah yakni Patani, dari sanalah lahir seorang ulama yang dikenal sebagai Syekh Daud Abdullah al-Fatani.

Lahir pada tahun 1721 M di desa Kerisik dari orangtua Syekh Abdullah bin Syekh Wan Idris dengan Wan Fatimah. Nama asli Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani sendiri yakni Syekh Wan Daud bin Syekh Abdullah bin Syekh Wan Idris al-Fatani.

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani hidup dalam ruang lingkup keislaman yang kuat, terlihat dari gelar sang ayah yang juga bergelar syekh.

Sejak kecil Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani sudah diajari ilmu pengetahuan Islam oleh orangtuanya. Hingga Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani mengembara ilmu ke wilayah Aceh selama 2 tahun.

Pengembaraannya di Aceh ini yakni menimba ilmu di pondok-pondok yang ada di Aceh. Aceh pada masa itu menjadi pusat kajian Islam yang terkenal di Nusantara.

Setelah itu, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani melanjutkan belajarnya ke Makkah-Madinah. Menimba ilmu di Masjid Haram menjadi tempat yang paling lama disinggahi Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani.

Kurang lebih 30 tahun ditempuh Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani guna mengenyam ilmu di sana.

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani saat berada di Masjid Haram terkenal sebagai seorang ulamayang alim. Kealimannya ini dapat dilihat dan dirasakan ketika Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani mengajarkan ilmunya kepada muridnya.

Baca Juga:  Biografi Singkat Abuya Sayyid Muhammad Alawi al Maliki

Tak heran jika Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani menjadi salah satu ulama termasyhur pada saat itu. Ketinggian ilmunya membuat Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani tidak jatuh sombong terhadap para pencari ilmu dari Nusantara lainnya.

Di Makkah juga Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani menjabat sebagai ketua kumpulan pelajar Asia tenggara atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syekh Haji.

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani termasuk ke dalam ulama yang produktif, ia juga menulis kitab bertemakan fiqih.

Adapun karya Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani dalam bidang fiqih yakni Bughyatu al-Tullab, Furu‘u al-Masail, Hidayatu al-Muta‘allim, Fathu al-Mannan, dan Jawahiru al-Saniyah.

Kitabnya ini diperuntukkan oleh Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani bagi orang yang mulai mempelajari tasawuf. Terlihat pada bagian terakhir dari karyanya, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani mencantumkan perkara-perkara tasawuf.

Kitabnya dalam tasawuf yang terkenal yakni Jami‘u al-Fawaid. Corak tasawuf yang diikuti oleh Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani beraliran Ghazalian. Bisa diklasifikasikan keilmuan tasawuf Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani menolak aliran yang bersifat wujudiyah.

Selain dalam karyanya yang berjudul Jami‘u al-Fawaid, dalam karyanya lain yang berjudul Wardu al-Zawahir, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani menekankan dengan sangat jika dirinya begitu menolak paham ittihad yang ada dalam kalangan sufi.

Baca Juga:  Zainab Binti Jahsy, Istri Nabi yang Dinikahkan Langsung Oleh Allah SWT

Dalam karyanya, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani mencoba memperingati orang awam yang berlagak menjadi seorang sufi. Baginya sikap orang yang seperti ini dapat menyesatkan masyarakat hingga membelokkan pola keilmuan yang ada.

Sama seperti ulama sebelumnya, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani juga melakukan aktivitas penterjemahan kitab klasik ke dalam bahasa Melayu.

Kitab ini yakni karangan imam al-Ghazali yang berjudul Minhaj al-‘Abidin. Selain itu, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani juga menterjemahkan kitab Kanzu al-Minan karangan Ibn Madyan.

Pada muqaddimah kitab terjemahan Minhaj al-‘Abidin, Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani memberikan pujian kepada imam al-Ghazali dengan mengatakan :

“Dan adapun kemudian daripada itu maka inilah terjemah bagi muallif radhiallahu anhu yaitu penghulu kami Imam yang Alim Rabbani dan Arif Shamadani ialah quthbul wujud yang memiliki kasyf dan syuhud dengan “Hujjatul Islam” dia adalah Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali at-Tusi. Al-Ghazali adalah imam yang besar kemuliaan namanya, karangannya dan lain-lain. Dalam ilmu fiqih dialah asal pokok, dia juga rujukan dari kitab-kitab fiqih yang ada, di adalah asal kitab Syeikhani (dua orang syeikh) Imam Nawawi dan Imam Rafii dan yang paling istimewa adalah Ihya Ulumuddinnya yang menghidupkan hati yang mati”.

Terlihat begitu jelas bahwa Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani begitu mengagumi al-Ghazali dalam segi keilmuan. Terlebih keilmuan fiqih yang dijadikan sebagai pegangan seorang salik dalam menitih jalan tasawuf.

Baca Juga:  Karomah Kyai Kholil, Sebab KH Hasyim Asyari Ngaji 120 Tahun

Sebagai seorang pengagum al-Ghazali, tentu pemikiran Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani mengikuti jejak tasawuf al-Ghazali. Mendalami tasawuf bagi Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani pun dimulai dengan syariat.

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani juga melestarikan harmonisasi antara syariat dan hakikat.

Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani wafat pada tahun 1850, pada usia kurang lebih 80 tahun. Pendapat berbeda yang disampaikan oleh Nik Tikat yang mengatakan bahwa Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani wafat pada tahun 1847. Makamnya sendiri berada berdekatan dengan Abdullah Ibn Abbas (Thaif). Wallahu ‘Alamu.

Mohammad Mufid Muwaffaq