Antara Usaha dan Takdir, Bagaimana Porsi Kedua Hal Tersebut Bagi Manusia

antara usaha dan takdir

Pecihitam.org – Membahas antara usaha dan takdir memanglah hal yang rumit, karena sebagian nash Al-Qur’an dan Sabda Rasulullah yang membahas takdir sepintas saling bertentangan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam nash terdapat keterangan bahwa takdir sudah tertulis di lauhil makhfudz dan tintanya sudah kering. Sementara ada nash yang mengatakan bahwa berdoa dapat merubah takdir, ataupun bersilaturahim dapat memperpanjang usia dan sebagainya.

Hal ini kadang membuat kita bingung, apakah segala yang kita perbuat didunia ini sudah menjadi kehendak Allah. Ketika kita beribadah ataupun bermaksiat, apakah hal itu telah tertulis dilauhil mahfudz sebagai takdir kita. Oleh sebab itu perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu takdir, sebagian ulama kemudian membagi tadir untuk menjawab kerumitan ini.

Yang pertama yaitu takdir (qadla’) mubram, takdir ini sudah bersifat mutlak, seperti halnya kita ditakdirkan dilahirkan di Indonesia, dilahirkan oleh ibu yang bernama fulan, mempunyai ayah fulan, di takdirkan jadi laki-laki atau perempuan dan sebagainya.

Kemudian yang kedua yaitu takdir mu’allaq, yaitu takdir yang masih dapat dirubah dengan  ikhtiar, seperti halnya kebodohan yang diusahakan dengan berdoa dan berusaha, seperti belajar dan sebagainya. Dengan adanya pembagian ini sudah cukup menjadi gambaran kita tentang takdir, namun pembagian ini belum menjadi patokan yang sempurna.

Karena nash-nash tidak ada yang menerangkan tentang pembagian-pembagian ataupun kategori takdir yang masuk dalam mubram atau mu’allaq. Sebagai contoh, tentang kemiskinan apakah itu termasuk dalam kategori takdir mubram atau muallaq. Sebagian orang awam berpendapat bahwa takdir mubram hanya tentang rezeki, jodoh dan maut. Namun apakah benar akan hal itu?

Baca Juga:  KH. Abdul Qohar: Ada 3 Syarat Minimal untuk Mencetak Anak Sholeh dan Sholehah

Kita terkadang melihat orang miskin yang selalu berdoa dan bekerja keras namun sampai akhir hayatnya masih dalam keadaan miskin. Namun kadang juga kita melihat orang miskin yang menjadi kaya raya karena usaha dan doanya. Jadi antara usaha dan takdir memanglah rumit.

Tentu ini menjadi kerumitan yang kita tidak tahu. Kita dapat mengetahui takdir setelah takdir itu terjadi, sebelum itu sangat sulit untuk mengetahui. Karena yang mengetahui hanya Allah ta’ala, dalam Al-Qur’an telah dijelaskan:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ 

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. al-An’am: 59)

Nash diatas menjelaskan pandangan takdir (qadla) disisi Allah sudah bersifat mubram atau tidak bisa dirubah hingga menjadi kenyataan (qadar). Namun ada pandangan takdir sisi malaikat yaitu bahwa takdir manusia di lauhil mahfudz sudah bersifat mubram dan juga ada yang masih bersifat muallaq.

Baca Juga:  Dampak Menceritakan Mimpi Baik Dan Buruk

Seperti, fulan yang ditakdirkan bodoh kemudian malaikat melihat apakah kebodohan si fulan ini dapat dirubah atau tidak, tergantung dari usaha si fulan. Ketika si fulan berlajar dengan sungguh-sungguh dan selalu berdoa bisa saja kebodohannya dihapus dan diganti dengan kecerdasan dengan seizin Allah.

Dalam hal ini Imam Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan penjelasan dalam kitab Fathul Bari bahwa:

فَالْمَحْوُ وَالْإِثْبَاتُ بِالنِّسْبَةِ لِمَا فِي عِلْمِ الْمَلَكِ وَمَا فِي أُمِّ الْكِتَابِ هُوَ الَّذِي فِي عِلْمِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَا مَحْوَ فِيهِ أَلْبَتَّةَ وَيُقَالُ لَهُ الْقَضَاءُ الْمُبْرَمُ وَيُقَالُ لِلْأَوَّلِ الْقَضَاءُ الْمُعَلَّقُ

“Penghapusan dan penetapan takdir itu adalah dalam perspektif apa yang diketahui para malaikat dan apa yang tercatat di Lauh Mahfudz (Ummul Kitab). Adapun dalam pengetahuan Allah, maka tak ada penghapusan sama sekali. Pengetahuan Allah ini disebut takdir mubram, dan pengetahuan malaikat itu disebut takdir mu’allaq.” 

Lalu bagaimana takdir dalam pandangan manusia? Imam Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa:

وَأَنَّ الَّذِي سَبَقَ فِي عِلْمِ اللَّهِ لَا يَتَغَيَّرُ وَلَا يَتَبَدَّلُ وَأَنَّ الَّذِي يَجُوزُ عَلَيْهِ التَّغْيِيرُ وَالتَّبْدِيلُ مَا يَبْدُو لِلنَّاسِ مِنْ عَمَلِ الْعَامِلِ وَلَا يَبْعُدُ أَنْ يَتَعَلَّقَ ذَلِكَ بِمَا فِي عِلْمِ الْحَفَظَةِ وَالْمُوَكَّلِينَ بِالْآدَمِيِّ فَيَقَعُ فِيهِ الْمَحْوُ وَالْإِثْبَاتُ كَالزِّيَادَةِ فِي الْعُمُرِ وَالنَّقْصِ وَأَمَّا مَا فِي عِلْمِ اللَّهِ فَلَا مَحْوَ فِيهِ وَلَا إِثْبَاتَ

“Sesungguhnya yang telah diketahui Allah itu sama sekali tak berubah dan berganti. Yang bisa berubah dan berganti adalah perbuatan seseorang yang tampak bagi manusia dan yang tampak bagi para malaikat penjaga (Hafadhah) dan yang ditugasi berinteraksi dengan manusia (al-Muwakkilîn). Maka dalam hal inilah terjadi penetapan dan penghapusan takdir, semisal tentang bertambahnya umur atau berkurangnya. Adapun dalam ilmu Allah, maka tak ada penghapusan atau penetapan.”

Manusia hanya bisa melihat takdirnya bersifat mubram apabila takdirnya sudah terjadi atau sudah mejadi qadar, sementara segala sesuatu yang belum terjadi bisa saja itu masih bersifat muallaq. Maka dari itu wajib jika ingin sehat maka wajib untuk menjaga kesehatan, baik olah raga, makan-makanan sehat, tidak meminum racun, berobat bila sakit dan sebagainya.

Baca Juga:  Keutamaan Birrul Walidain: Ridha Allah Tergantung Ridha Orang Tua

Dari hal diatas memberikan penjelasan bahwa segala yang terjadi adalah atas pengetahuan Allah, namun dari hal itu jangan dijadikan alasan untuk beridam diri, tidak berusaha dan sebagainya dengan berfikir bahwa segala sesuatu sudah menjadi takdir Allah. Sesaui dengan sabda Rasulullah

عْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ

“Berusahalah, semua akan dimudahkan.” (HR. Bukhari – Muslim).

Wallahua’lam bisshawab.

Lukman Hakim Hidayat