Benarkah Radikalisme Hanya Identik dengan Agama?

radikalisme agama

Pecihitam.org – Belum lama ini istilah “radikalisme” cukup ramai diperbincangkan oleh khalayak masyarakat. Hal ini bermula dari upaya Kemenag yang baru, Fachrul Razi, yang ingin segera menumpas paham radikal yang dianggap cukup meresahkan di kalangan masyarakat. Pertanyaannya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan radikalisme? Dan apakah radikalisme identik dengan agama?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pertanyaan ini penting dicarikan jawabannya, lantaran ada berbagai pemahaman yang kurang pas terhadap makna radikal itu sendiri. Sehingga termonologi dan persepsi masyarakat tentang istilah radikalisme itu, banyak mengalami kekaburan dan tidak jelas pangkal dasarnya.

Selama ini, radikalisme sudah terlanjut dipahami secara negatif. Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan radikalisme sebagai faham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Intinya, radikalisme adalah paham yang radikal dalam politik.

Bila radikalisme didefinisikan sebagai paham yang menginginkan suatu perubahan dengan cara kekerasan, maka apa bedanya radikalisme dengan terorisme? Yang sama-sama memiliki orientasi perubahan dengan cara-cara kekerasan.

Lebih buruk lagi, istilah radikalisme ini seringkali disematkan dengan Islam, misalnya dalam istilah Islam radikal atau radikalisme Islam. Pemahaman yang sekilas ini tampak menyudutkan Islam. Sehingga ada anggapan bahwa Islam bisa memicu lahirnya benih-benih radikalisme. Artinya, agama Islam di sini dimaknai secara negatif.

Baca Juga:  Cegah Radikalisme di Masjid, JK: Dakwah Harus Diisi dengan Dai yang Paham Agama

Sebenarnya, dalam kajian akademis-ilmiah, masih banyak istilah yang searah dengan radikalisme. Sebut saja misalnya fundamentalisme, puritanisme, ekstremisme, konservatisme, wahabisme, dan jihadisme.

Semua istilah ini sama-sama dimaknai sebagai paham atau ajaran keagamaan tertentu yang menginginkan sebuah perubahan sosial-politik dengan cara kekerasan dan militan.

Berbagai istilah itu juga sebenarnya tidak identik dengan Islam saja. Banyak agama-agama di dunia ini yang juga mengalami masalah dengan fundamentalisme.

Artinya di setiap agama selalu ada kelompok-kelompok tertentu yang memahami agamanya secara militan dan keras. Sehingga dalam bentuknya yang paling ekstrem, mereka mudah terjebak dalam tindakan terorisme.

Hal yang perlu dikaji ulang adalah, benarkan radikalisme ini identik dengan agama? Lebih khusus lagi, apakah radikalisme ini identik dengan Islam?

Ini perlu dijelaskan secara gamblang agar istilah ini dapat didukukkan secara semestinya, dan tidak mudah menyudutkan agama tertentu dan dicap telah berhaluan radikal.

Perlu diketahui bahwa maraknya wacana tentang radikalisme bermula dari pidato Presiden Jokowi pada saat pelantikan menteri-menterinya. Kata Jokowi sesaat setelah pelantikan menteri, “Kesembilan Bapak Jenderal Fahrul Razi sebagai Menteri Agama. Ini urusan (Menag) berkaitan dengan radikalisme, ekonomi ummat, industri halal, dan terutama haji”.

Sehari setelah itu, Presiden menyampaikan rapat perdana kabinet, “kita ingin berkaitan dengan radikalisme, yang berkaitan dengan intoleransi betul-betul secara kongkrit bisa dilakukan oleh Menteri Agama”.

Baca Juga:  Inilah 8 Pintu Masuk Paham Radikalisme di Kampus

Dipilihnya Jenderal Fachrul Razi menjadi menteri agama, menurut Jokowi, karena mantan wakil panglima TNI 1999-2000 itu memiliki kemampuan mengatasi radikalisme yang saat ini menjadi keresahan publik.

Pertanyaannya, apa yang dimaksud Jokowi dengan radikalisme dan intoleransi? Dengan pemahaman seperti apa Jokowi memasuki isu radikalisme?

Tapi apapun itu, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa Jokowi telah memperlihatkan relasi determinasi agama yang mengarah pada Islam, dengan istilah radikalisme dan intoleransi itu.

Beberapa hari kemudian saya agak lebih yakin bahwa ternyata yang dimaksud terindikasi paham radikal itu adalah yang bercadar, memakai celana cingkrang, ceramah penuh kebencian, dan lain sebagainya. Isu-isu inilah yang kiranya ingin dibabat habis oleh Menag dan dianggap sebagai paham radikal yang cukup meresahkan.

Tapi, bila kembali ke definisi radikalisme sebagaimana tercantum dalam KBBI, maka tidak ada alasan apapun mengatakan bahwa cadar dan celana cingkrang sebagai identik dengan radikal. Sebab mereka tidak sedang melaksanakan misi perubahan sosial dengan cara-cara kekerasan sebagaimana terorisme.

Selain itu, definisi radikalisme yang termuat di KBBI juga sama sekali tidak menyebut paham agama. Justru yang muncul adalah paham atau aliran dalam politik, atau menginginkan perubahan sosial secara politis.

Baca Juga:  Tirakat yang Kurang Religius

Dengan demikian, menjadi kurang jelas sampai batas mana ruang lingkup radikalisme dan siapa saja yang dapat dikelompokkan sebagai orang yang berpaham radikal.

Saya sendiri sepakat dengan Prof. Din Syamsuddin, beliau mengatakan bahwa radikalisme tidaklah terbatas hanya seputar gerakan keagamaan. Di luar itu, masih ada radikalisme dalam arti politik, ekonomi, dan masih banyak lagi. Artinya, jangan melulu menyematkan radikalisme dengan agama, karena itu justru akan menjadikan wajah agama menjadi negatif, khususnya Islam.

Hemat saya, sebelum pemerintah benar-benar ingin menumpas paham radikal yang berkembang di tengah masyarakat, terlebih dahulu istilah radikalisme ini didefinisikan secara jelas dan kongkrit. Khususnya dalam koridor konstitusionalisme, agar pemerintah memiliki payung hukum yang jelas dan tidak sekedar wacana yang masih pada taraf persepsi.

Saya sangat apresiatif bila pemerintah memang betul-betul ingin menumpas paham radikal itu. Tapi yang harus ditekankan adalah penjelasan yang pasti dan meyakinkan tentang apa dan siapa itu radikalisme, agar kita tidak saling tuduh dan akhirnya agamalah yang menjadi korban tuduhan itu.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *