Dampak Zona Covid 19, Ibadah Umat Islam dan Bulan Ramadhan 2020

covid 19 dan ramadhan

Pecihitam.org – Setelah masuknya virus covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 yang menimpa dua warga Depok Jawa Barat, semakin hari terus mengalami peningkatan. Bahkan pada tanggal 10 April 2020 sudah 3.512 orang yang terkonfirmasi positif terjangkit pandemi ini. Diantaranya terdapat 282 dinyatakan sembuh dan 306 orang meninggal dunia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seluruh elemen masyarakat Indonesia bekerja sama dengan pemerintah terus melakukan upaya pencegahan dan penanganan wabah global ini. Pemerintah terus menghimbau kepada masyarakat untuk pembatasan sosial (social distancing) untuk menghambat penyebaran covid-19.

Pilihan ini menurut Presiden RI Ir. H. Joko Widodo merupakan pilihan yang tepat sesuai dengan budaya, kondisi sosial, ekonomi negara Indonesia. Hal tersebut berbeda dengan beberapa negara lain yang menerapkan Lockdown.

Menyusul himbauan social distancing di atas, beberapa kementrian menghimbau untuk mengadakan kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa. Salah satunya yaitu Kementrian Agama RI yang menghimbau agar melaksanakan ibadah di rumah masing-masing.

Bahkan beberapa masjid dihimbau agar meniadakan shalat jum’at dengan diganti shalat dzuhur di rumah. Himbauan tersebut diikuti oleh beberapa ormas, termasuk Nahdlatul Ulama. Hal ini merupakan persatuan antara Agama dan Pemerintah dalam memerangi pandemi global.

Perlu diperhatikan bahwa himbauan tersebut tidak berlaku secara umum, akan tetapi juga mempertimbangkan kondisi wilayah maupun daerah tertentu. Namun hal tersebut membuat bingung masyarakat karena pemetaan yang belum terlalu detail. Bahkan akurasi jumlah kasus masih dipertanyakan oleh beberapa ahli.

Disusul lagi dengan peraturan terbaru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan covid-19. Dalam Permenkes tersebut pasal 13 ayat 1 huruf b memuat pembatasan kegiatan keagamaan.

Baca Juga:  Dasar "Monyet"! Antara Ketiadaan Etika dan Contoh Baru Bagi Anak Bangsa

“Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.” Pasal 13 ayat 4. Kemudian dijelaskan lebih lanjut pada ayat 5 “Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.”

Yang perlu diperhatikan adalah pada pasal 1 ayat 1 Permenkes berbunyi “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).” Dalam ayat ini jelas bahwa PSBB tetap mempertimbangkan kondisi wilayah tertentu yang mengalami peningkatan signifikan merebaknya corona-19.

Namun dengan adanya himbauan di atas justru menimbulkan kebingungan di kalangan umat Islam. Daerah yang mengalami peningkatan pesat penyebaran covid-19 memang perlu diberlakukan PSBB. Namun yang perlu diperhatikan juga adalah kondisi masyarakat yang tidak terjadi peningkatan signifikan.

Di satu sisi terdapat orang-orang yang nurut saja terhadap himbauan dari pemerintah, di sisi lain mereka melaksanakan peribadatan namun dengan tetap mengikuti prosedur social distancing. Hal tersebut terutama terjadi di beberapa daerah lokal yang di sekitarnya belum terjadi kasus covid-19.

Menanggapi kondisi sosial di atas, Rais Aam PBNU K.H. Miftahul Akhyar meminta pemerintah agar memetakan zona persebaran covid-19 secara detail bahkan sampai tingkat kampung. “Pemerintah bila perlu membuka peta zona Covid-19 sampai diperkecil ke tingkat desa hingga tingkat kampung.

Baca Juga:  Pancasila Lebih dari Sekedar Pilar Negara

Biar terlihat mana yang zona hijau, zona kuning, dan zona merah. Ini yang bisa hanya pemerintah, biar rakyat tidak semakin bingung.” Dawuh beliau di Surabaya Kamis 9 April 2020 seperti juga diberitakan oleh detik.com dan madura.tribunnews.com.

Pemetaan zona tersebut akan sangat berguna bagi umat Islam menjelang bulan suci Ramadhan yang akan datang. Terutama bagi yang masih termasuk zona hijau bisa menjalankan ibadah seperti biasa dengan tetap memperhatikan social distancing.

Bahkan di zona yang tidak memungkinkan untuk berkumpul di masjid, umat Islam akan menerima alasan kemaslahatan dengan menjalankan ibadah di rumah. Hal tersebut juga sesuai dengan himbauan yang digaungkan oleh Kementrian Agama dalam Surat Edaran Menteri Agama terkait panduan ibadah di bulan Ramadhan 1441 H.

“Kalau keadaan belum membaik kan jelas. Dalam edaran itu ada kata-kata dalam kondisi tidak memungkinkan, kalau itu alasannya kita terima, tapi jangan digeneralisir. Jangan digebyah uyah (disamaratakan). Setiap wilayah berbeda keadaannya.” Lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sunnah tersebut.

Beliau mencontohkan daerah tempat tinggalnya Surabaya yang tergolong zona merah. Padahal masih terdapat kecamatan yang belum terdapat kasus covid-19. Hal itu berarti kecamatan tersebut masih tergolong zona hijau. Dan sesuai Surat Edaran Menag kecamatan tersebut tetap dapat melaksanakan peribadatan di masjid dengan tetap ikhtiar mencegah perkembangan covid-19.

Baca Juga:  Kritik atas Diskriminasi Hukum dalam Konsep Negara Islam

“Padahal di Surabaya ada kecamatan yang masih zona hijau dan shalat Jumat masih dilakukan. Tapi tetap waspada, disiapkan handsanitizer, ada tempat cuci tangan, penyemrotan disinfektan sebagai sebuah ikhtiar.” Tegas beliau.

Di bulan ramadhan memang akan terjadi berkumpulnya jamaah lebih banyak dibanding hari-hari lainnya. Shalat tarawih di masjid yang bakal dihadiri oleh semua kalangan baik orang tua, muda, laki-laki maupun perempuan.

Ditambah dengan shalat idul fitri yang hampir semua umat Islam berkumpul. Jika demi kesehatan dan keselamatan lebih baik dilaksanakan di rumah masing-masing mengingat ibadah tersebut merupakan ibadah sunnah.

Namun jika di suatu kampung maupun desa yang masih aman dari covid-19 (tidak ada kasus), lebih baik tetap dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan keamanan dan pemerintah setempat. Hal tersebut juga perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti kebersihan, kesehatan jamaah (yang sakit tetap dirumah), maupun kontak fisik dengan orang lain. Agar syiar agama Islam tetap berjalan dengan khidmat.

Semoga pemerintah segera menanggapi kondisi masyarakat yang diwakili Rais Aam PBNU di atas. Tak lain agar bulan suci Ramadhan 1441 H berjalan dengan tertib dan tenang dalam menjalankannya.