Hadits Shahih Al-Bukhari No. 550-551 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 550-551 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Tidak Menyengaja Shalat Sebelum Matahari Terbenam” Hadis-hadis ini menerangkan larangan dari Rasulullah saw agar tidak melaksanakan salat setelah Shubuh sampai matahari terbit. Dan setelah Ashar sampai matahari tenggelam. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 435-437.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَتَحَرَّى أَحَدُكُمْ فَيُصَلِّي عِنْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَلَا عِنْدَ غُرُوبِهَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Nafi’] dari [Ibnu ‘Umar], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian sengaja shalat ketika matahari sedang terbit dan atau ketika saat terbenam.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ الْجُنْدَعِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa’d] dari [Shalih] dari [Ibnu Syihab] berkata, telah mengabarkan kepadaku [‘Atha bin Yazid Al Junda’i] bahwa dia mendengar [Abu Sa’id Al Khudri] berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada shalat setelah Shubuh hingga matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah ‘Ashar hingga matahari menghilang.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 321 – Kitab Haid

Keterangan Hadis: لَا يُتَحَرَّى (tidak sengaja) Telah diterangkan hadits Ibnu Umar dalam bab sebelumnya, maka tidaklah bertentangan antara perkataan dalam judul bab (sebelum matahari terbenam), dengan hadits (ketika matahari terbenam) sebagaimana yang akan kami sebutkan.

فَيُصَلِّيَ (lalu ia shalat), lafazh ini dibaca nashab (berharakat fathah) yang berarti menafikan perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan shalat sekaligus. Atau boleh juga dibaca rafa‘ (berharakat dhammah) لَا يَتَحَرَّى أَحَدُكُمْ الصَّلَاة فِي وَقْت كَذَا فَهُوَ يُصَلِّي فِيهِ (hendaknya seseorang dari kalian tidak sengaja melakukan shalat pada waktu seperti ini, kemudian dia shalat di waktu itu).

Ibnu Kharuf berkata, “Dalam lafazh يُصَلِّي bisa dibaca dalam tiga bentuk; yaitu jazm (sukun) mengikuti athf (aneksasi) sehingga berbunyi لَا يَتَحَرَّ وَلَا يُصَلِّ (tidak sengaja dan tidak shalat), atau dibaca rafa‘ (dhammah) sebagai kalimat yang terpisah (qath‘) لَا يَتَحَرَّى فَهُوَ يُصَلِّي (tidak sengaja, maka dia shalat), atau dibaca nashab (fathah) لَا يَتَحَرَّى مُصَلِّيًا. (tidak sengaja, sedang dia dalam keadaan shalat) sebagai jawab nahyi (larangan) tersebut.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 464 – Kitab Shalat

Ath-Thaibi berkata, ”Kata لَا يَتَحَرَّ adalah nafyi (peniadaan) yang berarti nahyi (larangan). Sedangkan kata يُصَلِّي dibaca nashab (fathah),karena berkedudukan sebagai jawabnya. Seakan-akan dikatakan, ‘Hendaknya tidak dengan sengaja’. Lalu dikatakan, ‘mengapa?’ Maka dijawab, ‘Khawatir dia akan melakukan shalat’. Bahkan mungkin juga perkiraan kalimatnya selain itu.” Riwayat Al Qa’nabi dalam kitab Al Muwaththa‘ menyebutkan, لَا يَتَحَرَّى أَحَدكُمْ أَنْ يُصَلِّيَ (hendaknya seseorang dari kalian tidak sengaja untuk shalat), maksudnya tidak sengaja shalat.

لَا صَلَاة (Tidak ada shalat) Ibnu Daqiq Al Id berkata, “Bentuk nafyi (peniadaan) dalam lafazh syari’ ketika masuk kepada fi’il (kata kerja), maka lebih baik dimaksudkan kepada penafian fi’il (perbuatan) syar’i, bukan inderawi. Sebab jika kita maksudkan penafian perbuatan inderawi, maka dalam membenarkannya kita membutuhkan kepada idhmar (tidak disebutkan secara tekstual), padahal pada dasarnya hal itu tidak ada. Namun jika kita mengartikannya sebagai penafian perbuatan syar’i, maka tidak membutuhkan kepada idhmar. Inilah letak lebih baiknya. Dengan demikian, makna penafian tersebut adalah larangan (nahyi). Adapun penafsirannya adalah لَا تُصَلُّوا (janganlah kalian shalat).”Abul Fath Al Ya’muri menceritakan dari sekelompok salaf bahwa mereka berkata, “Larangan shalat setelah Subuh dan Ashar adalah untuk memberitahukan bahwa tidak ada shalat sunah setelah kedua shalat tersebut. Larangan itu bukan larangan “waktu” seperti pada waktu terbit dan terbenamnya matahari.” Hal ini diperkuat oleh riwayat Abu Daud dan Nasa’i dengan sanad hasan (baik) dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jangan shalat setelah Subuh dan Ashar, kecuali bila matahari bersinar bersih.” Dalam satu riwayat dikatakan, “matahari meninggi”.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 476-477 – Kitab Shalat

Ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “setelah” bukan untuk keumumannya, tetapi maksudnya adalah waktu terbit dan waktu terbenam atau waktu yang mendekati keduanya.

Adapun kesesuaian antara hadits dengan judul bab adalah bahwa shalat yang dilarang adalah tidak sah hukumnya, maka hendaknya orang mukallaf tidak memaksudkan dan melakukan shalat tersebut, karena orang yang berakal tidaklah menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat baginya.

لَا صَلَاة بَعْدَ الصُّبْح (Tidak ada shalat setelah Subuh), yakni setelah shalat Subuh. Hal ini telah dijelaskan oleh Imam Muslim dalam dua tempat.

M Resky S