Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Jika Seseorang Shalat Sendirian, Hendaknya ia Memanjangkan Shalatnya Sesuai Kehendaknya” hadis dari Abu Hurairah ini menjelaskan tentang sabda Nabi saw “Apabila salah seorang di antara kalian shalat mengimami manusia maka hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena sesungguhnya di antara mereka ada yang lemah, sakit dan orang tua. Apabila ia shalat untuk dirinya sendiri, maka hendaknya memanjangkan sebagaimana yang ia kehendaki.”  Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 356-358.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seseorang dari kalian memimpin shalat orang banyak, hendaklah dia meringankannya. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, orang yang sakit dan orang berusia lanjut. Namun bila dia shalat sendiri silahkan dia panjangkan sesukanya.”

Baca Juga:  Mengetahui Status Hadis Larangan Perempuan yang Sedang Haid Membaca al-Quran

Keterangan Hadis: (Bab Jika seseorang shalat sendirian, hendaknya ia memanjangkan shalatnya sesuai kehendaknya) Imam Bukhari ingin menjelaskan bahwa perintah untuk meringankan shalat adalah khusus bagi imam shalat. Adapun orang yang shalat sendirian tidak termasuk dalam perintah tersebut. Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang seseorang yang memanjangkan shalat hingga waktu berakhir, seperti yang akan kami jelaskan.

الضَّعِيف وَالسَّقِيم (orang yang lemah dan sakit) Maksud “orang lemah” dalam hadits ini adalah lemah secara fisik, sedangkan “orang sakit” adalah orang yang menderita penyakit tertentu.

Imam Muslim memberi tambahan dalam riwayatnya melalui jalur lain dari Abu Zinad dengan lafazh, وَالصَّغِير وَالْكَبِير (Anak kecil dan orang tua). Imam Thabrani memberi tambahan dari hadits Utsman bin Abi Al Ash, وَالْحَامِل وَالْمُرْضِع (Wanita hamil dan menyusui). Kemudian Ath-Thabrani menukil pula dari hadits Adi bin Hatim dengan lafazh, وَالْعَابِر السَّبِيل (Dan orang yang sedang melakukan perjalanan). Adapun lafazh yang telah disebutkan dalam hadits Abu Mas’ud, وَذَا الْحَاجَةِ (orang yang memiliki kepentingan) sesungguhnya mencakup semua sifat yang disebutkan tadi.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 545 – Kitab Waktu-waktu Shalat

فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ (hendaklah memanjangkannya sebagaimana yang ia kehendaki) Imam Muslim meriwayatkan dengan lafazh, فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ (Hendaklah shalat sebagaimana yang ia kehendaki), yakni meringankan atau memperpanjang. Hal ini dijadikan dalil bolehnya memanjangkan bacaan meski waktu shalat telah habis. Demikian pandangan yang benar menurut sebagian ulama madzhab kami, namun masih perlu dipertanyakan, karena pandangan tersebut bertentangan dengan keumuman sabda Nabi SAW dalam hadits Abu Qatadah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, إِنَّمَا اَلتَّفْرِيطُ أَنْ يُؤَخِّرَ الصَّلَاةَ حَتَّى يَدْخُلَ وَقْتُ الْأُخْرَى (Sesungguhnya yang dinamakan melalaikan adalah seseorang mengakhirkan shalat hingga masuk waktu shalat yang lain).

Apabila terjadi kontroversi antara maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan), yakni mashalat karena melakukan shalat sesempurna mungkin dengan cara memperpanjang bacaan dan mafsadat karena melakukan shalat di luar waktu yang ditentukan, maka meninggalkan mafsadat harus lebih didahulukan. Keumuman hadits bab ini dijadikan dalil bolehnya melamakan waktu i’tidal (berdiri saat bangkit dari ruku) dan duduk di antara dua sujud.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 1 - Kitab Permulaan Wahyu
M Resky S