Hadits Shahih Al-Bukhari No. 657-658 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 657-658 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Apabila Seseorang Berdiri di sebelah Kiri Imam, Lalu Imam Memindahkannya ke Sebelah Kanannya, maka Shalat Keduanya Tidak Batal” dan “Apabila Imam Tidak Berniat Untuk Mengimami, lalu Orang-orang Datang dan la Mengimami Mereka” hadis dari Ibnu Abbas ini menceritakan tentang dirinya yang bermalam di rumah bibinya Maimumah istri Nabi saw.  Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 330-333.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَقُمْتُ عَلَى يَسَارِهِ فَأَخَذَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ نَامَ حَتَّى نَفَخَ وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ ثُمَّ أَتَاهُ الْمُؤَذِّنُ فَخَرَجَ فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ قَالَ عَمْرٌو فَحَدَّثْتُ بِهِ بُكَيْرًا فَقَالَ حَدَّثَنِي كُرَيْبٌ بِذَلِكَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad] berkata, telah menceritakan kepadaku [Ibnu Wahb] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Amru] dari [‘Abdu Rabbih bin Sa’id] dari [Makhramah bin Sulaiman] dari [Kuraib] mantan budak Ibnu ‘Abbas, dari [Ibnu ‘Abbas] ia berkata, “Suatu malam aku pernah tidur di sisi Maimunah, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di sebelahnya pada malam itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berwudlu lalu berdiri menunaikan shalat. Maka aku datang dan berdiri shalat di samping kiri beliau. Namun beliau memegangku dan menggeserku ke sebelah kanannya. Setelah itu beliau shalat tiga belas rakaat, kemudian tidur hingga terdengar nafasnya. Dan memang beliau apabila tidur (terdengar suara) nafas beliau. Kemudian seorang mu’adzin datang kepada beliau, maka beliau pun keluar untuk menunaikan shalat (Shubuh) tanpa berwudlu lagi.” ‘Amru berkata, “Aku ceritakan riwayat ini kepada [Bukair], lalu ia berkata, “Kuraib juga telah menceritakan kepadaku seperti itu.”

Baca Juga:  Inilah Empat Macam Derajat Hadis yang Harus Kamu Ketahui!

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِرَأْسِي فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepadaku [Isma’il bin Ibrahim] dari [Ayyub] dari [‘Abdullah bin Sa’id bin Jubair] dari [Bapaknya] dari [Ibnu ‘Abbas] ia berkata, “Aku pernah menginap di rumah bibiku. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat malam. Maka aku datang untuk ikut shalat bersama beliau, aku berdiri di samping kirinya, lalu beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanannya.”

Keterangan Hadis: (Bab apabila seseorang berdiri di sebelah kiri imam…dan seterusnya) Konteks hadits Ibnu Abbas dengan persoalan ini adalah; beliau SAW tidak menyatakan bahwa shalat Ibnu Abbas batal, meski pada awalnya Ibnu Abbas berdiri di sebelah kiri beliau SAW. Namun dinukil dari Imam Ahmad bahwa shalat orang yang berdiri di samping kiri imam dianggap batal, alasannya karena Nabi SAW tidak menyetujui sikap Ibnu Abbas yang berdiri di samping kirinya. Pendapat pertama merupakan pandangan jumhur (mayoritas) ulama, bahkan Sa’id bin Al Musayyab berkata, “Sesungguhnya posisi makmum apabila satu orang berada di bagian kiri imam.” Akan tetapi tidak ada seorang ulama pun yang mengikuti dan menguatkan pendapatnya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 239 – Kitab Wudhu

فَأَخَذَنِي فَجَعَلَنِي (maka beliau memegangku dan menempatkanku) Telah disebutkan bahwa beliau memutar melewati belakangnya Hal ini dijadikan dalil bahwa perbuatan seperti ini termasuk perbuatan yang tidak merusak shalat, seperti yang akan diterangkan.

(Bab apabila imam tidak berniat untuk mengimami…dan seterusnya) Imam Bukhari tidak menetapkan hukum persoalan ini dengan tegas, karena adanya berbagai kemungkinan dalam hadits tersebut. Di samping itu, pada hadits Ibnu Abbas tidak ada pernyataan tegas bahwa Nabi SAW tidak bemiat untuk menjadi imam, sebagaimana tidak ada juga keterangan bahwa beliau berniat menjadi imam; baik pada permulaan shalat maupun setelah Ibnu Abbas berdiri melakukan shalat bersamanya. Akan tetapi sikap beliau SAW yang menempatkan Ibnu Abbas pada posisi makmum mengindikasikan bahwa beliau SAW berniat menjadi imam setelah kehadiran Ibnu Abbas. Adapun masalah berniat sejak permulaan shalat, maka hukum asalnya bahwa beliau SAW tidak berniat sebagai imam. Masalah ini merupakan salah satu hal yang diperselisihkan oleh para ulama.

Pandangan yang paling benar menurut madzhab Syafi’i bahwa niat imam untuk mengimami tidak menjadi syarat sahnya shalat bagi makmum. Ibnu Al Mundzir mendukung pendapat ini dengan dasar hadits Anas tentang Rasulullah SAW yang shalat pada bulan Ramadhan, dia berkata, “Maka aku (Anas) datang dan berdiri di samping beliau, lalu datang orang lain dan berdiri di sampingku, hingga berkumpul sejumlah orang. Ketika Rasulullah SAW merasakan kehadiran kami, maka beliau meringkas shalatnya.” (Al-Hadits). Hal ini memberi asumsi yang kuat bahwa beliau SAW tidak berniat untuk menjadi imam pada saat memulai shalat. Meski demikian mereka shalat bermakmum kepadanya, dan beliau SAW pun tidak mengingkari perbuatan mereka. Hadits yang dikemukakan oleh Ibnu Mundzir adalah hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dan disebutkan oleh Imam Bukhari tanpa sanad lengkap (mu’allaq) seperti yang akan diterangkan pada pembahasan tentang shiyam (puasa).

Baca Juga:  Mengenal Hadis Qudsi; Karakteristik dan Ciri-cirinya

Adapun Imam Ahmad, dia membedakan antara shalat sunah dan shalat fardhu. Dia mensyaratkan hal itu pada shalat fardhu dan tidak pada shalat sunah. Akan tetapi pendapat Imam Ahmad kurang tepat berdasarkan hadits Abu Sa’id, (Sesungguhnya Nabi SAW melihat seorang laki-laki shalat sendirian, maka beliau bersabda, “Adakah seseorang yang mau bersedekah kepada orang ini, dimana ia shalat bersamanya?”).

Riwayat ini dinukil oleh Abu Daud dan digolongkan sebagai hadits hasan oleh Imam Tirmidzi. Sedangkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban serta Al Hakim mengategorikannya sebagai hadits shahih.

M Resky S