Pecihitam.org – Dakwah dimaksudkan untuk menunjukkan jalan ilahiah kepada suatu kaum. Begitulah cara Nabi Muhammad saw menyalakan api Islam kepada kaumnya. Beliau berkeliling dari kota ke kota untuk menyebarkan agama Islam.
Meskipun banyak rintangan, Beliau Saw tetap kuat menyebarkan syariat agama. Tentunya dakwah yang beliau lakukan dibantu oleh kekuatan maha dahsyat yang disebut hidayah.
Kekuatan inilah yang menggerakan hati setiap manusia menjadi satu kesatuan dalam Islam. Kekuatan hidayah mempunyai tingkatan yang lebih tinggi daripada dakwah.
Hal inilah yang memunculkan sebuah pertanyaan dalam proses dakwah. Mengapa dakwah tetap dilakukan meskipun segala sesuatunya diputuskan melalui hidayah? Bukankah proses masuk Islamnya seseorang karena hidayah?. Tentu banyak yang mempertanyakan tentang hal ini.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar Ra’d [13]: 11).
Dengan mengikuti alur ayat tersebut, kita sudah menemukan sedikit jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Sangat jarang Tuhan memberikan hidayah tanpa dasar usaha dari manusia. Merekalah yang menjadi perantara atas hidayah yang diberikan oleh Tuhan. Manusia yang menebar kebaikan berarti sedang menjalankan hidayah yang Allah swt berikan.
Pemahaman hidayah datang sendiri tanpa adanya perantara sudah pernah digagas oleh aliran Jabariyah. Aliran ini menganggap Tuhan sebagai pengendali segala alam semesta dan manusia tidak mempunyai hak sedikitpun untuk ikut campur dalam proses penyempurnaan takdir Tuhan.
Kebaikan yang dilakukan manusia atas kendali dari Tuhan. Sebaliknya, kejahatan yang dilakukan manusia juga berdasar kendali Allah swt. Sudut berpikir seperti ini sekilas nampak benar dalam pandangan.
Akan tetapi, jika dicermati lebih dalam pemahaman seperti ini mempunyai nilai keruwetan yang lebih dalam. Tuhan akan berperan dalam segala laku manusia, termasuk laku kejahatan. Dan bila diteruskan, Tuhan akan berperan dalam kejerumusan dosa.
Oleh karenanya, pemahaman seperti ini dianggap melenceng dari kaidah Islamiyah. Tidak mungkin Allah swt berbuat dosa. Dirinya adalah dzat yang suci dan terbebas dari segala khilaf dan dosa. Maka dalam dirinya kesucian dan kebenaranlah yang menyelimuti setiap langkah. Tidak akan tampak sedikitpun titik hitam akibat kesalahan ataupun dosa dari para makhluknya.
Bersangkut dengan hidayah, perilaku manusia juga ikut berperan dalam prosesi hidayah. Menurut KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus), hidayah itu melalui dua jalan, yaitu hidayah yang melalui ikhtiyar dan hidayah yang mutlak karena kehendak Allah swt.
Seseorang akan terbuka hatinya memeluk agama Islam jika kedua jalur tersebut bertemu. Menghadirkan getaran tersendiri akibat dahsyatnya cahaya kebenaran Tuhan.
Maka tentulah dakwah harus tetap dilaksanakan. Fungsi dari dakwah sendiri untuk menyambut jalur hidayah Allah swt secara mutlak. Bila jalur hidayah melalui ikhtiyar tidak digerakkan, maka mustahil keduanya bertemu.
Mustahil pula Allah memberi hidayah bila manusia tidak bekerja sesuai jalan yang ditentukan Tuhan. Maka hidayah akan datang bila keduanya berjalan secara beriringan.
Allah akan memberikan hidayah jika manusia melangkah dalam satu alunan kebenaran. Usaha akan beriringan dengan kuasa yang diberikan Tuhan. Seperti yang diutarakan dalam surat Ar Rad, Allah tidak akan mengubah suatu kaum jika orang tersebut tidak berusaha sendiri.
Maka inilah bentuk keseimbangan yang Allah berikan. Memberikan kesempatan bagi manusia untuk berusaha. Mengembangkan segala bentuk kreatifitas untuk mewarnai dunia serta isinya.
Jika pemahaman hanya digantungkan pada Allah swt semata, niscaya tatanan kehidupan yang telah diciptakan sejak lama akan hancur dengan sendirinya. Wallahu A’lam.