Tiga Hal yang Terlupakan di Zaman Modern Menurut Imam al-Qusyairi

Hal yang Terlupakan di Zaman Modern

Pecihitam.org – Zaman modern memberikan goresan warna tersendiri bagi struktur hidup manusia. Disana terdapat tata aturan serta kemaslahatan baru yang berlaku. Gaya hidup kian berubah seiring berkembangnya kebutuhan yang makin kompleks.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Manusia yang selalu menginginkan kata cepat dalam segala hal, sesungguhnya telah melupakan beberapa perkara yang menjadi inti dari kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini, Imam al-Qusyairi mengutip dari perkataan al-Haris al-Muhasibi mengemukakan tiga hal yang semakin hilang di zaman modern.

Kebutuhan yang berbeda tentu memunculkan risiko baru dalam pemenuhan kebutuhannya. Manusia yang kini semakin lambat bergerak secara nyata namun bergerak cepat dalam bidang media, mempunyai risiko tersendiri dalam mengolah berbagai persoalan. Risiko ini tidak terkecuali mencakup permasalahan moral dan tata akhlak dari manusia itu sendiri.

Sering kali yang memunculkan kritik atas dunia modern adalah akhlak umat yang kian merosot. Kelola Islam yang mensyaratkan kesalehan moral nampaknya bertolak belakang dengan kebanyakan manusia yang hidup di dunia digitalisasi.

Banyak akhlak yang tercecer dalam kalimat-kalimat tanpa pemenuhan tindakan yang nyata. Akibatnya esensi ibadah yang tadinya ditujukan sebagai pemenuhan rindu pada Sang Maha Kuasa, berubah haluan menyesuaikan kebutuhan umat manusianya.

Baca Juga:  Terbukti Ilmiah, Inilah Empat Manfaat Puasa bagi Kesehatan Tubuh

Dari sinilah istilah riya’ atau pamer dalam pemenuhan ritual keagamaan makin kental terasa. Banyak kebutuhan yang aslinya mempunyai titik ibadah yang berat, hanya memunculkan titik-titik kecil yang memunculkan degradasi moral. Ibadah kehilangan nilai-nilai kesalehan akibat penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan umatnya.

Setidaknya ada tiga catatan yang dikemukakan Imam al-Qusyairi yang menyatakan kelangkaan beberapa perkara di zaman modern. Tiga hal ini dulunya menjadi pokok persoalan dalam mengatur kemaslahatan masyarakat.

Pertama, bentuk wajah bagus digunakan sebagai upaya penjagaan diri terhadap niat jahat seseorang. Utamanya rupa bagus bisa digunakan sebagai benteng pengajak kepada kesalehan. Memagari diri dengan perkara yang diagungkan Tuhan. Dengan begitu, sang Maha Kuasa bisa menjaganya dari segala niat buruk yang ada dalam diri seseorang.

Akan tetapi, kebanyakan di zaman modern niat ini tergusur oleh arus jual beli. Muka dipamerkan atas dasar ingin dipuji maupun ingin meraih sesuatu sesuai keinginan diri. Dengan begitu, seseorang akan mengikuti kemauan kebanyakan orang agar terlihat cantik. Tidak peduli kemauan itu menuju hal yang buruk sekalipun, maka akan tetap diikuti asal dirinya terlihat cantik secara fisik.

Baca Juga:  Keutamaan Shalat Subuh yang Jarang Diketahui Umat Islam

Kedua, pengucapan janji yang disertai dengan pemenuhannya. Masalah ini menjadi permasalahan inti dalam mengelola kepercayaan. Seseorang bisa terangkat derajatnya karena bisa dipercaya. Menjaga dengan kesungguhan hati atas apa yang dia ucapkan. Atas sebab itu, dirinya bisa melahirkan karakter kesalehan, baik dalam lingkup masyarakat maupun bernegara.

Melihat konsep pemenuhan janji, nampaknya penyusutan mulai terjadi di era ini. Banyak orang hanya mengatakan tanpa melakukan pembuktian. Meyakinkan sesuatu hanya di awal saja, lalu perlahan surut akan ucapan yang ia keluarkan.

Dengan sebab itulah, kebencian mulai tersemai rata atas mereka yang dikecewakan. Mereka tidak henti-hentinya bercuit ria atas penyelewengan janji yang diucapkan oleh seseorang yang dianggapnya bisa dipercaya. Jika diteruskan, gelombang kekerasan pun bisa terjadi akibat tidak adanya tanggung jawab atas apa yang telah terucap.

Ketiga, persahabatan yang tercipta atas unsure kesetiaan. Menemani setiap waktu dalam keadaan lara maupun bahagia. Tidak ada kata senang jika sahabatnya mengalami kesusahan. Keduanya hanya akan bahagia jika dari mereka kompak untuk meneriakkan kata bahagia. Dan itulah makna kata sahabat yang akan menemani sepanjang hayat.

Baca Juga:  Meski Dosa Sebesar Gunung, Janganlah Putus Asa dari Rahmat Allah yang Melangit Luas

Lagi-lagi permasalahan ini kian surut oleh kepentingan-kepentingan. Banyak urusan lebih ditangguhkan daripada nilai dari persahabatan. Ketika ada suatu urusan yang membuat mereka bahagia bersama, maka keduanya akan menjalin nilai persahabatan yang kuat. Sebaliknya, jika salah satu ada yang terluka, maka salah satu yang lain akan lari terbirit-birit meninggalkannya.

Oleh karenanya, sudah saatnya manusia memunculkan tiga hal tersebut yang mulai hilang dari peradaban. Menata nilai-nilai keluhuran dalam kreasi kesalehan moral agama Islam. Sudah saatnya akhlak tersebut dibentuk. Dan sudah saatnya nilai itu dibentuk dan menjadi tradisi yang akan terus diulangi hingga nanti. Wallahu A’lam.   

Muhammad Nur Faizi