Halal Bihalal, Tradisi Khas Islam Nusantara Saat Momen Lebaran untuk Saling Memaafkan

Halal Bihalal, Tradisi Khas Islam Nusantara Saat Momen Lebaran untuk Saling Memaafkan

PECIHITAM.ORG – Halal Bihalal merupakan salah satu ciri khas Islam Nusantara yang sudah berlaku turun-temurun dari para leluhur. Hakikat dari halal bihalal adalah saling memaafkan setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa Ramadhan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pengertian Halal Bihalal
Secara bahasa, Halal Bihalal terdiri dari dua kata, yaitu Halal (حلال) dan Bihalal (بحلال) yang secara harfiah mempunyai pengertian halal dengan halal, halal dibalas dengan halal, ridha dibalas dengan ridha, rela dibalas dengan rela, maaf dibalas dengan maaf.

Walaupun kata ini terdiri dari bahasa Arab, tetapi karena Halal Bihalal merupakan tradisi khas Islam Nusantara yang ada di Indonesia, maka cara memahami definisinya juga harus didekati dengan istilah Indonesia.

Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, Halal Bihalal bermakna hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan oleh sekelompok orang.

Dasar Hukum Halal Bihalal
Halal Bihalal ini merupakan tradisi yang kuat mengakar di Indonesia yang erat kaitannya dengan puasa di bulan Ramadhan sehingga sudah tidak asing lagi kedengarannya bagi kita terutama di saat Idulfitri.

Meskipun istilah Halal Bi Halal ini tidak kita temukan secara pasti dalam literatur Islam, namun setelah kami kaji lebih mendalam, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sangat dianjurkan, bahkan wajib jika untuk istihlal (meminta kehalalan) manakala kita ada sangkut paut dengan sesama.

Baca Juga:  Kritik Terhadap Khilafah Ala Hizbut Tahrir: Tiga Kerancuan Nalar

Ini mengingat salah satu dari empat syarat taubat yang berkaitan dengan haqqul adami adalah mengembalikan sesuatu yang diambil secara dzalim ataupun istihlal (minta dihalalkan) atau minta pembebasan dari jenis dosa yang telah dilakukan.

Dari paparan di atas, jelaslah bahwa acara Halal Bi Halal yang sering kita jumpai terutama di kalangan nahdliyyin mempunyai dasar yang kuat dan tujuannya sangat mulia.

Banyak dalil yang menurut hemat penulis sangat berkaitan erat dengan ini. Di sini kami kutipkan dua saja.

Petama, firman Allah Subhanahu aa Ta’ala di dalam Surah Al-Hujurat ayat 10.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

Kedua, Hadis riwayat Imam Muslim

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هٰهُنَا وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْـمُسْلِمَ كُلُّ الْـمُسْلِمِ عَلَى الْـمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Baca Juga:  Strategi NU dalam Menangkal Radikalisme

Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allâh yang bersaudara.

Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini –beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya.”

Dari uraian di atas, jelaslah dapat kita simpulkan bahwa Halal Bihalal sekalipun tidak ada dalilnya secara qath’i dan tidak pernah dipraktekkan sama persis oleh Rasulullah sebagaimana kita mempraktekkan hari ini, hakikatnya Halal Bihalal adalah suatu kebiasaan yang mempunyai nilai kebaikan dan juga mempunyai tujuan yang baik.

Baca Juga:  Manfaat Meminta Maaf dan Memaafkan, Salah Satunya Mendapat Kemuliaan

Maka harapan kita bersama, setelah kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan berbagai rangkaian ibadah lain yang berkaitan yang penuh maghfirah, selanjutnya kita memohon ampunan kepada Allah dan meminta maaf terhadap sesama (Halal Bihalal). Semoga kita benar-benar menjadi orang yang Idul Fitri, kembali suci, bukan hanya secara lahir tetapi lahir dan batin.

Faisol Abdurrahman