Meluruskan Ustadz Badrussalam Tentang Peran Walisongo di Indonesia, Makanya Baca Sejarah!

Meluruskan Ustadz Badrussalam Tentang Peran Walisongo di Indonesia, Makanya Baca Sejarah!

PeciHitam.org – Persebaran Islam di Nusantara tidak akan pernah terlepas dari peran Walisongo yang dengan susah payah mengharmoniskan tradisi dan kebudayaan diisi dengan nilai islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum era Walisongo, memang komunitas Islam sudah ditemukan jejaknya dibuktikan penemuan Makam Fatimah binti Maimun di Gresik

Angka tahun yang tertera menunjukan 1082 M atau akhir abad ke 11 Masehi. Namun bukti dikenal luas bukan masa keemasan penyebaran Islam di Nusantara.

Gerakan dakwah Islam secara masih baru dimulai para era dewan dakwah yang bernama Walisongo. Argumen terkuat tentang periode dakwah Walisongo yakni sekitar awal abad ke-15.

Penyebaran Islam lebih massif lagi ketika ada sokongan Kerajaan Islam di Demak yang berdiri atas dukungan Walisongo pada tahun 1475. Walisongo melalui tradisi dakwahnya dengan sangat efektif menjadikan Nusantara, khususnya Pulau Jawa menjadi mercusuar penyebaran Islam.

Jasa Walisongo dalam Menyebarkan Islam

Walisongo adalah sebuah dewan dakwah yang diinisiasi oleh Syaikh Maulana Maghribi atau Sunan Gresik pada tahun 1404 Masehi. Tugasnya adalah membumikan Islam di Nusantara khususnya Tanah Jawa yang sebelumnya mayoritas memeluk agama Hindu-Budha.

Kesuksesan dakwah Walisongo banyak digambarkan sebagai peralihan agama yang sangat damai, karena tidak menggunakan kekuatan militer. Penggunaan media dakwah berupa tradisi dan kebudayaan serta pencitraan Islam yang damai dan santun membuat masyarakat terkesima dengan Islam.

Baca Juga:  Unsur-Unsur Nasionalisme dalam Al-Quran Menurut Penafsiran Quraish Shihab

Akomodasi akar budaya dan tradisi Nusantara menjadikan penduduk Nusantara menjadi akrab dengan ajaran Islam. Transformasi tradisi kebudayaan menjadi media dakwah Islam sangat efektif untuk memperkenalkan Islam kepada segenap masyarakat Nusantara.

Para Walisongo mempergunakan gamelan, wayang kulit, tembang, tradisi berkumpul, slametan, bahkan arsitektur guna meraih simpati masyarakat. Pun hakikat kebudayaan dan tradisi yang ada di Nusantara diselaraskan dengan nilai-nilai Islam, bukan ditelan mentah-mentah sebagaimana adanya.

Konsep utama dakwah yang mengakomodir tradisi dan kebudayaan adalah kaidah Ushul dalam berdakwah sebagai berikut;

الْمحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح

Artinya: Memelihara nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik

Bahwa Islam tetap memandang pembolehan mengakomodasi tradisi dan kebudayaan yang baik dan tidak bertentangan dengan teologi Islam.

Gerakan Deligitimasi Peran Walisongo

Kiranya pepatah yang paling tepat untuk menggambarkan gerakan menihilkan peran Walisongo adalah ‘Air Susu dibalas dengan Air Tuba’. Tidak ada catatan sejarah persebaran di Nusantara yang menafikan peran kontribusi Walisongo selain datang dari Wahabi-Salafi.

Baca Juga:  Implikasi Ajaran Sunan Kalijaga Terhadap Tradisi Sekaten di Yogyakarta

Golongan yang mengklaim diri paling ‘Sunnah’ atau ‘dakwah sunnah’ banyak melakukan kritik, caci-maki atau bahkan beranggapan bahwa Walisongo adalah tokoh fiktif yang tidak perlu diyakini keberadaanya. Salah satu Ustadz ‘Wahabi- Salafi’ yang mengatakan demikian adalah Badrussalam, Lc.

Cuplikan ceramahnya yang banyak tersebar dalam media digital dengan terbuka mengatakan bahwa Walisongo adalah tokoh fiktif. Dasarnya adalah tidak adanya karya yang dihasilkan selama masa dakwah Walisongo di Nusantara.

Ia membandingkan Imam Bukhari dan shahih Bukharinya, Imam Syafii dengan ar-Risalah dan al-Ummnya, Imam Malik dengan al-Muwatha’nya, Imam Abu Dawud dengan Sunan Abu Dawudnya. Dan disisi lain, Walisongo dianggap tidak memiliki karya kitab seperti para Ulama terdahulu.

Badrussalam, Lc tidak mengetahui atau sengaja menutup mata atas peran jasa Walisongo. Pun ia tidak mengetahui bahwa Walisongo memiliki peninggalan otentik yang masih dirasakan hingga sekarang.

Lagu atau tembang Tombo Ati’ yang dipopulerkan oleh penyanyi Opick adalah karya Sunan Bonang dari Tuban.

Tradisi grebeg Mulud, sekaten, Layang Kalimosodo, Lanskap model tata letak Pemerintahan Jawa Islam adalah hasil pemikiran Sunan Kalijaga dalam membumikan Islam di Nusantara.

Baca Juga:  Tradisi Menyambut Ramadhan, Dugderan dan Warak Ngendok di Semarang

Hasil pemikiran Walisongo lainnya tidak bisa dianggap remeh temeh apalagi dianggap sebagai fiktif belaka. Kiranya nenek moyang kita memeluk agam Islam berkat peran Walisongo dan para Muridnya.

Sangat tidak pantas mendeligitimasi peran Walisongo, karena mereka dengan susah payah mengislamkan Nusantara. Generasi penerus tinggal melanjutkan dan mendoakan beliau dengan doa yang baik. Jangan meniru Wahabi-Salafi yang dengan sembrononya menghilangkan peran Walisongo dalam berdakwah Islam.

Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq