Sikap Nahdlatul Ulama Tentang Hubungan Antara Muslim dengan Non Muslim – Bagian 2

Sikap Nahdlatul Ulama Tentang Hubungan Antara Muslim dengan Non Muslim - Bagian 2

PeciHitam.org – Bahwa prinsip hubungan atau relasi Islam dan non-Muslim bagi Nahdlatul Ulama adalah nafas perjuangan untuk mewujudkan negara yang damai. Dalil tentang prinsip relasi Islam dan non-Muslim memiliki landasan normatif ayat Al-Qur’an dalam surah Huud ayat 118-119.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sikap Nahdlatul Ulama dalam mengedepankan ukhuwah wathaniyah dan Insaniyyah berlandaskan perintah Al-Qur’an dalam ayat al-Mumtahanah ayat 8. Islam dalam pandangan NU melarang manusia untuk berbuat tidak adil kepada siapapun, termasuk orang non-Muslim.

Tataran selanjutnya untuk dipegangi oleh Umat Islam sebagai dasar prinsip relasi Islam dan non-Muslim adalah sebagai berikut;

Prinsip Kesantunan kepada Siapapun

Isi kandungan Al-Qur’an bukan hanya hukum teologi semata, namun memiliki kandungan cerita yang sangat luas dan penuh hikmah. Bukan tanpa sebab Allah SWT mencantumkan cerita masa lampu dalam kitab akhir zaman, Al-Qur’an. Umat Islam dianjurkan untuk mengambil hikmah dan pelajaran darinya.

Salah satu cerita hikmah yang  banyak menjadi hukum dakwah dalam kaca mata NU adalah perintah Allah SWT kepada Musa AS untuk berdakwah kepada Fir’aun.

Musa AS adalah salah satu Nabi-Rasul Ulul Azmi yang obyek dakwah utamanya di Mesir yang memiliki Raja bergear Pharao atau Fir’aun.

Baca Juga:  Sikap Nahdlatul Ulama Tentang Hubungan Antara Muslim dengan Non Muslim - Bagian 4

Fir’aun terkenal seorang yang bengis, suka menyiksa kaum Bani Israel dan mengklaim diri menjadi Tuhan. Musa AS dan Harun AS diperintahkan berdakwah kepada Fir’aun sebagaimana rekaman

فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Artinya; “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut” (Qs. Thahaa: 44)

Musa AS dan Harun AS adalah sebaik-baiknya manusia pada masa itu, diperintahkan untuk mengajak seburuk-buruknya Manusia pada masa itu yaitu Fir’aun.

Pun demikian Nabi Musa AS dan Harun AS tetap diperintahkan untuk berkata lembut, ‘قَوْلا لَيِّنًا’­-dengan kata-kata yang lemah lembut.

Sejurus dengan ayat di atas, Hadits Rasulullah SAW juga menyebutkan yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan Imam Tirmidzi;

أَوْحَى اللهُ إِلَى إِبْرَاهِيْمَ  يَا إِبْرَاهِيْمُ حَسِّنْ خُلُقَكَ وَلَوْ مَعَ الْكُفَّارِ تَدْخُلْ مَدَاخِلَ الْأَبْرَارِ

Artinya; “Allah menyampaikan wahyu kepada Nabi Ibrahim AS: ‘Perbaikilah budi pekertimu meskipun terhadap orang-orang non-Muslim, maka engkau akan masuk (surga) tempat tinggal orang-orang yang baik’.” (HR. Al Hakim at Tirmidzi)

Prinsip ini terus menjadi arus utama yang dibawa oleh dakwah NU dalam mengembangkan dakwah berwawasan kebangsaan yang majemuk. Bahwa prinsip relasi islam dengan non Muslim telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW bahkan Nabi Ibrahim AS.

Baca Juga:  Tradisi Islam Jawa, Perspektif Antropologi Dan Tafsir

Pesan Persaudaraan dalam Piagam Madinah

Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Yatsrib (Madinah al-Munawwarah) dan menemui masyarakat yang majemuk. Nabi SAW mencontohkan pola relasi antar Muslim dan Non-Muslim dengan membuat kesepakatan bersama yang kemudian dikenal dengan Shahifah Madinah, Piagam Madinah. Poin dalam Piagam Madinah sangat kental dengan unsur ukhuwah Wathaniyah.

Salah satu pesan utama dalam Piagam Madinah adalah mengikatkan tali persaudaraan antar suku bangsa yang majemuk dan agama yang berbeda. Redaksinya adalah;

وَإِنَّ يَهُودَ بَنِي عَوْفٍ أُمَّةٌ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ، لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ، وَلِلْمُسْلِمِينَ دِينُهُمْ، مَوَالِيهِمْ وَأَنْفُسُهُمْ، إِلَّا مَنْ ظَلَمَ وَأَثِمَ، فَإِنَّهُ لَا يُوْتِغُ إِلَّا نَفْسَهُ، وَأَهْلَ بَيْتِهِ إنَّهُمْ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنْ دُونِ النَّاسِ

Artinya; “Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum Muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri. Kecuali bagi yang zalim dan jahat, maka hal demikian akan merusak diri dan keluarganya, Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, bukan dari komunitas yang lain”

Pun Nabi Muhammad SAW dengan sangat jelas mencontohkan sebuah konsistusi modern yang mengatur prinsip relasi islam dengan non-muslim. kiranya sangat tepat sikap NU, yakni memperjuangkan keharmonisan untuk berhubungan dengan non-muslim secara baik selama mereka mau bekerja sama dengan baik pula. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq