Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, Pendiri Madzhab Ahlussunnah wal Jamaah dalam Bidang Aqidah

Imam Abu Hasan Al-Asy'ari, Pendiri Madzhab Ahlussunnah wal Jamaah dalam Bidang Aqidah

PECIHITAM.ORG – Sebagai reaksi terhadap firqah-firqah sesat seperti Khawarij, Mu’tazilah, Mujassimah dan yang lainnya yang terjadi pada akhir abad ketiga Hijriyah, maka muncullah satu golongan bernama Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori dua ulama besar dalam bidang Ushuluddin, salah satunya ialah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain Abu Mansur Al-Maturidi, Imam Abu Hasan Al-Asy’ari merupakan salah satu ikon ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Berikut berikut akan kami sajikan biografi lengkap beliau.

Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail bin Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari.

Abu Musa inilah salah seorang sahabat nabi yang terkenal dalam sejarah Islam, yaitu delegasi Ali Bin Abi Thalib dalam proses tahkim dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang diwakili oleh Amr bin Ash.

Imam Abu Hasan Al-Asy’ari lahir di Basrah, Irak tahun 260 Hijriah yakni 55 tahun setelah meninggalnya Imam Syafi’i radhiallahu anhu dan beliau juga meninggal di kota yang sama yaitu Basrah pada tahun 324 Hijriyah dalam usia 64 tahun.

Imam Abu Hasan Al-Asy’ari pada mulanya adalah murid dari bapak tirinya yang seorang tokoh utama Mu’tazilah, yakni Syaikh Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Al Jubai yang meninggal pada tahun 303 Hijriyah.Tetapi Kemudian beliau taubat dan keluar dari paham Mu’tazilah.

Pada abad ketiga Hijriyah, banyak sekali pentolan Mu’tazilah mengajar di Basrah, kufah dan Baghdad. Ada tiga orang Khalifah Abbasiyah yaitu Makmun bin Harun Ar-Rasyid (198 – 208 H), Al-Mu’tasim (218-227 H) dan Al-Watsiq (227 – 232 H), mereka semua ada adalah khalifah yang menganut faham Mu’tazilah atau minimal mereka adalah penyokong utama.

Baca Juga:  Siapakah Sosok Abdullah bin Saba’, Tokoh Fiktif atau Nyata?

Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadi apa yang dinamakan ‘fitnah Qur’an makhluk’ yang mengorbankan ribuan ulama yang tidak sepaham dengan Mu’tazilah.

Pada masa Imam Abu Hasan Al-Asy’ari muda, ulama-ulama Mu’tazilah sangat banyak di Basrah, Kufah dan Baghdad. Masa itu sedang gilang-gemilangnya bagi mereka karena paham Mu’tazilah didukung dan menjadi madzhab resmi kerajaan.

Imam Abu Hasan termasuk salah seorang pemuda yang belajar kepada salah seorang tokoh Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab Al Jubai. Imam Abu Hasan Al Asy’ari kemudian melihat bahwa dalam paham Mu’tazilah banyak terdapat kesalahan besar, banyak yang bertentangan dengan kepercayaan Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat serta bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis.

Karena itu, kemudian beliau keluar dari golongan Muktazilah dan taubat kepada Tuhan atas kesalahan-kesalahannya yang lalu. Bukan itu saja, tetapi kemudian beliau tampil ke muka menjadi garda terdepan untuk melawan dan merobohkan faham Kaum Mu’tazilah yang salah itu.

Hingga pada suatu hari beliau naik ke sebuah mimbar di masjid besar dan mengucapkan pidato yang berapi-api dengan suara yang lantang dan didengar oleh banyak kaum muslimin yang yang berkumpul waktu itu.

Diantara isi pidato beliau adalah: “Saudara-saudara kaum muslimin yang terhormat, Siapa yang sudah mengetahui saya? Baiklah! Tetapi bagi yang belum mengetahui, maka saya ini adalah Abu Hasan Al-Asy’ari, anak dari Ismail bin Abi Hasan. Dulu saya berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat dan bahwasanya manusia menjadikan perbuatannya sendiri serupa dengan kaum Mu’tazilah.

Nah, sekarang saya nyatakan terus terang bahwa saya telah taubat dari faham Mu’tazilah dan sekarang saya lemparkan muktazilah itu seperti saya melemparkan baju saya ini” (ketika itu dibukanya bajunya dan dilemparkan) dan saya setiap saat siap untuk menolak paham Mu’tazilah yang salah dan sesat itu.

Baca Juga:  Gus Dur dan Asam Lambung

Sejak hari itu, Imam Abu Hasan Al Asy’ari berjuang melawan faham Mu’tazilah dengan lisan dan tulisan, berdebat dan bertanding dengan kaum mu’tazilah di mana-mana, merumuskan dan menuliskan dalam banyak kitabnya tentang i’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah sehingga nama beliau dikenal sebagai seorang ulama tauhid yang dapat melumpuhkan dan menghancurkan paham mu’tazilah yang salah itu.

Beliau mengambil dasar i’tiqodnya itu dari i’tiqad Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Beliau begitu banyak sekali menulis buku-buku dalam bidang Ushuluddin.

Diiantara kitab-kitab karangan beliau yang terkenal adalah:

1). Al-Ibanah fi Ushul al-Diniyyah yang terdiri dari tiga jilid sebesar.

2). Maqalatul Islamiyyin.

3). Al-Mujaz yang juga terdiri dari 3 jilid besar.

dan masih banyak lagi kitab-kitab beliau.

Keistimewaan Abu Hasan Al Asy’ari dalam menegakkan Ahlussunnah wal Jamaah ialah dengan mengutamakan dalil dari Al-Quran dan hadis serta juga menggunakan pertimbangan akal dan rasio, tidak seperti kaum mu’tazilah yang mendasarkan pikirannya hanya kepada akal dan filsafat yang berasal dari Yunani kuno dalam membicarakan Ushuluddin, dan tidak pula seperti kaum mujassimah, kaum yang merupakan Tuhan dengan makhluk yang memegang arti Al-Qur’an dan hadis secara tekstual, sehingga sampai mengatakan bahwa Tuhan punya tangan, punya wajah, dan Tuhan duduk di atas Arsy dan lain-lainnya.

Dengan itu, Abu Hasan Al Asy’ari dapat menegakkan paham yang kemudian dikenal dengan faham Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu paham yang diyakini sebagai paham yang dipegang teguh oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Baca Juga:  Ribuan Pengasuh Pondok Pesantren Ini Sepakat Kembalikan Fungsi Masjid

Kemudian pada abad-abad berikutnya lahirlah beberapa ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan murid-murid dari Abu Hasan Al Asy’ari, di antaranya Imam Qaffal (wafat 365 H), Imam Abu Ishaq Al-Asfaraini (wafat 411 H), Imam Al-Hafidz Al-Baihaqi (wafat 458 H), Imam Haramain Al-Juwaini (wafat 460 H), Imam Qasim Al-Qusyairi (wafat 465 H), Imam Al-Baqillani (wafat 403 H), Imam Al-Ghazali (wafat 550 H), Imam Fakhruddin Ar-Razi (wafat 606 H), Imam Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H).

Demikianlah biografi lengkap Imam Abu Hasan Al Asy’ari mulai dari sejarah hidupnya, karya-karyanya hingga murid-muridnya. Beliau adalah salah satu tokoh sentral mazhab Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang akidah, sehingga ada istilah yang disebutkan oleh Muhammad Az-Zabidi

إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ فَالْمُرَادُ بِهِ اْلأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ

“Apabila disebut nama Ahlussunnah secara umum, maka maksudnya adalah Asya’irah (para pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (para pengikut faham Abu Manshur al-Maturidi” (Ittihaf Sadat al-Muttaqin juz 2 halaman 6)

Faisol Abdurrahman