Inilah Alasan Kenapa Ulama Masa Lalu Lebih Banyak Berkarya

Inilah Alasan Kenapa Ulama Masa Lalu Lebih Banyak Berkarya

Pecihitam.org – Kreativitas menjadi satu hal penting dalam menghasilkan suatu karya, termasuk yang dilakukan para ulama di masa lampau. Namun di balik itu semua, komitmen kuat disertai rasa ingin tahu tinggi menjadi hal yang juga penting dimiliki umat Muslim.

“Anda harus punya komitmen dan fokus pada kajian. Kalau nggak punya komitmen kuat tidak akan pernah berhasil,” ujar Profesor dari Notredame University USA, Mun’im Sirri saat kegiatan Annual International Conference on Islam and Civilization (AICIC) di UMM Malang, Jumat (17/11).

Menurut Mun’im, kehebatan karya yang dilahirkan ulama tak terlepas dari sisi kecintaan ilmu mereka. Ulama di masa tersebut rela berjalan jauh untuk berguru dan mendapatkan ilmu. Bahkan, beberapa di antara mereka menghindari pernikahan karena dianggap dapat menghilangkan konsentrasi dalam mengkaji ilmu pengetahuan.

Profesor dari Notredame University Amerika Serikat ini menilai, produksi ilmu ulama di masa lalu lebih banyak dibandingkan sekarang. Salah satu alasannya karena ulama di masa itu tak terkotak-kotak akan istilah ortodoksi dan heterodoksi. Selain itu, dia melanjutkan, terdapat sebuah konsensus yang membuat keragamam pendapat para ulama harus dinikmati di masa lalu.

Baca Juga:  Norma Agama; Tujuan, Ciri dan Fungsinya dalam Kehidupan Manusia

“Dan itu membuat ulama bisa menikmati kejayaan Alquran dan ilmu pengetahuan di waktu tersebut,” ujar Mun’im pada kegiatan Annual International Conference on Islam and Civilization (AICIC) di UMM Malang, Jumat (17/11).

Suatu contoh, Mun’im menyebutkan di mana di masa lalu satu ayat boleh ditafsirkan banyak bentuk. Sementara saat ini hanya satu tafsir yang dianggap benar. Hal-hal ini dianggapnya menjadi faktor utama mengapa ulama di masa lalu lebih banyak menghasilkan karya besar dibandingkan saat ini. Padahal ketika terdapat suatu hal yang berbeda dalam keilmuan justru lebih memacu inovasi dan kreativitas.

Mun’im mengungkapkan salah satu penelitian yang dilakukan seorang ahli dari barat mengenai kreativitas Muslim. Ilmuwan Harris Birkeland menjelaskan, Al Razi merupakan Muslim terakhir yang yang menghasilkan karya kreatif. Selanjutnya, umat Muslim lebih cenderung mengulang pandangan ulama terdahulu yang menjadikannya “duduk di tempat”.

Baca Juga:  Ingatkan Bahaya Media Sosial, KPID: Sebelum Share Tulisan di Medsos, Saring Dulu!

“Dan itu sampai sekarang terus mengulang,” tegas dia.

Salah satu contoh nyata pada kasus ini terlihat pada penelitian yang diajukan sejumlah mahasiswa doktoral di salah satu universitas Yogyakarta. Menurut dia, kebanyakan tema yang diajukan mahasiswa kurang membawa hal yang baru. Situasi ini jelas menandakan kebanyakan dari mereka kurang membaca sehingga mempengaruhi tingkat keintelektualannya.

“Itu bukti enggak ada kreativitas padahal itu melahirkan karya besar. Kita bukan zamannya lagi mengulang,” kata dia.

Mun’im tidak menampik dirinya lebih menganggumi sistem yang diterapkan para professor di kampus luar negeri pada mahasiwanya. Walaupun salah dan beda pendapat dengan profesor, mereka justru mendapatkan nilai baik karena kreativitas itu. “Dan kalau di sini (Indonesia) beda lagi, kita justru harus hati-hati biar tidak beda pendapat,” tambah dia.

Baca Juga:  Indahnya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama

Selain itu, dia melanjutkan, terdapat sebuah konsensus yang membuat keragamam pendapat para ulama harus dinikmati di masa lalu. “Dan itu membuat ulama bisa menikmati kejayaan Alquran dan ilmu pengetahuan di waktu tersebut,” ujar Mun’im.

Sumber: khazanah.republika.co.id

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *