Inilah Faktor Kenapa Wahabi Mudah Meraih Simpati dari Umat

Inilah Faktor Kenapa Wahabi Mudah Meraih Simpati dari Umat

Pecihitam.orgWahabi, gerakan yang muncul pada tahun 1800-an Masehi mendapat sambutan dari sebagian saudara muslim kita di tanah air ini. Mereka dinisbahkan sebagai golongan yang mengembalikan ajaran Islam kepada akarnya, murni berdasar Quran dan Hadits. Mereka menilai cara berislam saat ini telah mengalami penyimpangan dengan ditandai banyaknya kebid’ahan dan khurafat yang terjadi.

Beberapa hal yang bisa dikatakan sebagai faktor yang mempermudah penerimaan masyarakat muslim awam terhadap dakwah mereka diantaranya sebagai berikut:

Slogan Menawan Wahabi

“Kembali kepada Quran dan Sunnah”, “Tegar di atas Sunnah”, “Meniti Manhaj Salaf”, adalah sebagian slogan yang digaungkan oleh Wahabi, baik oleh para dai mereka maupun oleh media-medianya.

Dengan slogan seperti itu, tidak sulit untuk menggubah kesan bahwa merekalah yang mewakili Islam sebenarnya.

Kesan lain yang timbul adalah munculnya keyakinan di benak khalayak muslim awam bahwa selama ini cara berislam yang diajarkan oleh para pendahulu kita adalah salah, terbukti dengan ajakan untuk ‘kembali’ tadi.

Dan akhirnya berbondong-bondonglah pencari ilmu datang ke kajian yang mereka adakan atau mengkonsumsi tulisan-tulisan yang tersebar di berbagai media baik cetak maupun dunia maya.

Media elektronik mereka pun sudah bertempat di hati para pendengar radio dan pemirsa televisi, sebutlah Rodja dan Yufid. Sedangkan situs, fanpage dan sejenisnya sudah tak terhitung jumlahnya.

Kaidah Wahabi yang Mudah Dipahami

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Bermakmum di Belakang Imam Wahabi, Sahkah Shalat Kita?

“Semua ibadah harus ada dalilnya, haram dilakukan jika nggak ada perintah.” Sederhana dan mudah dipahami. Ungkapan di atas memang salah satu kaidah dalam peribadatan, namun bukan satu-satunya kaidah yang digunakan untuk menimbang boleh / tidaknya suatu aktivitas yang diniatkan sebagai ibadah.

Hukum sesuatu hal tidak serta merta diketahui dari derajat sebuah hadits, jika shohih atau mutawatir menjadi sebuah kewajiban atau sunnah, jika dhoif otomatis harus ditinggalkan. Semua ada kajiannya dan itu berada di tangan para ulama.

Pada kenyataannya, kaum awam dengan mudah dapat menerima kaidah di atas karena ketidakpahaman mereka terhadap kaidah-kaidah fiqih dan ushul fiqih atau kaidah-kaidah lain dalam ber-istinbath.

Ditambah lagi saat mereka melihat tradisi keagamaan di sekitar yang mana mereka tidak menemukan sumber yang bisa menjawabnya dengan komprehensip, maka slogan “Kembali kepada Quran dan Sunnah” makin menancap di sanubari mereka dengan dan diikuti dengan vonis sesat kepada muslim lainnya.

Dukungan Media Wahabi yang Masif

Sudah mafhum bahwa media yang dimiliki oleh orang-orang Wahabi bertebaran di dunia maya bak jamur selepas hujan. Googling saja dan dengan mudah, kita akan menemukan berbagai macam sumber berita mereka baik yang secara kasat mata menunjukkan identitasnya maupun yang menyamar jadi kanal berita politik, pengusaha muslim dan sejenisnya.

Tak jarang, media-medi itu menduduki peringkat atas di mesin pencari. Tak ayal, dominasi mereka dalam menarik perhatian para netizen tidak bisa dihindarkan.

Baca Juga:  Mungkinkah Syi'ah, Wahabi, dan Aswaja Bertetangga di Surga?

Metodologi Mengajar yang Baik

Bagi yang tidak puas dengan “dhawuh kyai” atau “kata ulama”, kajian-kajian dai Wahabi menjadi solusinya. Tema-tema disajikan dengan menyertakan dalil-dalil yang berasal dari Quran maupun hadits. Dengan begitu, setiap orang yang mengikutinya akan merasa aman karena menganggap semuanya memiliki landasan yang kokoh.

Dan pada gilirannya, semua dalil itu bisa jadi di gunakan para awam agama sebagai hujjah tunggal dalam beragama yang bisa jadi menohok perbedaan yang sejatinya adalah hal yang lumrah dan dalam batasan yang bisa ditolerir.

Kebiasaan Golongan di Luar Mereka yang Dianggap Mengingkari atau Menyepelekan Sunnah

Bagaimana sekiranya jika kita menemui fenomena di suatu tempat, saat shalat berjamaah banyak shaf yang renggang atau nggak beraturan? Atau jika kita main ke pondok-pondok, lihat para pengajarnya ngebul? Atau lihat anak-anak muda rajin pergi ke majlis sholawatan tapi jarang nongol saat jamaah shalat?

Hal-hal semacam itu akan menimbulkan stigma negatip terhadap cara berislam orang atau jamaah tersebut, meskipun tidak selalu ditandai dengan pelanggaran syariat berupa melakukan aktivitas yang diharamkan. Dengan kata lain, mereka dianggap telah mengabaikan sunnah dengan perbuatan-perbuatannya itu.

Di lain sisi, ada pihak lain yang mengajak sekaligus memberi contoh yang baik sehingga golongan ini diposisikan sebagai jadi penegak sunnah karena di majlis mereka, di masjid mereka, tidak dijumpai hal-hal seperti ini.

Baca Juga:  Wahabiyah adalah Aqidah yang Rapuh dan Duri Dalam Tubuh Islam

Jadilah dakwah mereka magnet bagi para pencari ilmu.

Arab Sentris

Hal yang jamak kita dengar adalah ungkapan yang menyatakan bahwa Islam itu diturunkan dan berkembang pertama kali di tanah Arab, kitab sucinya berbahasa Arab pula, nabinya pun berkebangsaan Arab sehingga ajaran yang datangnya dari sana pastilah yang paling murni, apalagi di bawakan oleh dai-dai lulusan negeri Arab (Saudi).

Hal itu dianggap bukan tandingan para dai-dai lokal, yang berasal dari pesantren tradisional dan tak ber-titel.

Jika dulu Walisongo berdakwah sedikit demi sedikit dan mampu merubah keyakinan penduduk lokal menjadi pemeluk Islam, akankah kini, gerakan dari Nejd ini mampu mentransfer keyakinan mereka kepada muslimin ahlussunnah wal jam’ah di Nusantara?

Kita lihat saja nanti…

Sanad: ELHooda.net

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *