Diskusi Nitizen Tentang Penulisan Insya Allah atau Insha Allah yang Bikin Masyaallah

Insya Allah

Pecihitam.org – Ungkapan Insya Allah dengan ragam penulisannya sering ‘kan kamu temui, baik dalam tulisan cetak maupun digital. Dalam kehidupan sehari-hari pun sering juga terdengar, bahkan kamu sendiri pasti pernah mengucapkan kalimat ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di Indonesia, umumnya kalimat ini hanya digunakan oleh orang yang beragama Islam. Tapi kamu tahu tidak, kalau di beberapa negara Timur Tengah, sebut saja Mesir, kalimat yang bermakna jika Allah menghendaki ini juga digunakan oleh nonmuslim.

Orang-orang Kristen di Gereja Koptik Ortodok sering megucapkan Insya Allah bila berbicara mengenai rencana atau kegiatan yang diharapkan akan terjadi pada masa yang akan datang.

Ternyata di negara-negara yang menggunakan bahasa Arab, ungkapan insya Allah tidak bisa dikaitkan sepenuhnya dengan Islam — walau memang terjemah dari ungkapan ini mengandung kalimat tauhid (Jika Allah menghendaki)—.

Sebelum membahas ajaran Islam perihal anjuran untuk mengatakan Insya Allah untuk suatu perbuatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang, saya ingin mengajak kamu menelusuri diskusi para nitizen warga +62 tentang manakah penulisan yang benar, apakah Insya Allah, Insyaallah, Insha Allah ataukah In Sya Allah?

Pembahasan tentang cara penulisan ini penting, tidak penting sebenarnya.

Tidak penting, karena ini kan hanya masalah penulisan yang bergantung pada transliterasi atau pedoman alih bahasa.

Menjadi penting, karena saking ekstrimnya, ada sebagian yang mengatakan bahwa cara penulisan tertentu dari ungkapan Insya Allah bisa membuat seseorang menjadi murtad. Na’udzu billah.

Kok bisa sampai dibilang murtad, ya? Kamu penasaran ‘kan. Saya aja awalnya juga kaget. Ungkapan yang mana sich yang sampai dianggap murtad itu?

Terus baca sampai selesai. Nanti di bagian setelah ini kamu akan ketemu dengan ungkapan yang dituduh kalimat murtad yang saya singgung barusan.

Daftar Pembahasan:

Ragam Penulisan

Begini kawan, berdasarkan penelusuran saya, setidaknya ada empat cara penulisan kalimat Insya Allah yang berbeda. Ini yang saya temukan, ya. Mungkin kamu menemukan lebih banyak lagi.

Insya Allah

Ini adalah cara penulisan yang paling umum. Makanya dalam makalah-makalah, buku bacaan, inilah yang sering saya dan kamu temukan. Ya, penulisan dengan dua kata, Insya dan Allah.

Saya berani jamin, jika disurvei sekali pun, dari sekian ragam penulisannya yang berbeda, yang menggunakan Insya Allah ini adalah yang paling banyak.

Kalau yang menggunakan Insya Allah yang paling banyak, berarti ini donk yang benar, yang lain salah?!!!. Bukan begitu maksud saya. Nanti di bagian terakhir dalam sub ini, akan saya jelasin lebih detail lagi.

Baca Juga:  Bolehkah Bershalawat Kepada Selain Nabi? Berikut Penjelasannya

Insha Allah

Saya dan kamu yang orang Indonesia 100 persen, sangat asing dengan penulisan Insha Allah. Tapi kamu jangan kaget jika tuduhan murtad yang saya singgung di awal tadi justeru datang dari mereka yang memilih cara penulisan seperti ini.

Di sinilah juga, saya rasa saat yang tepat untuk mengatakan diskusi para nitizen tentang cara penulisan InsyaAllah yang membuat kita mengelus dada dan berucap masyallah.

Coba dech diingat-ingat, pernah tidak kamu menerima pesan instan Whatsapp atau melihat di meme medsos kalimat berikut?

— Kita seharusnya tidak menulis “Insya Allah” karena ini bermaksud menciptakan Allah. (Na’udzu billahi). Tapi pastikan kita menulis “Inshaa Allah” karena ini bermaksud dengan izin Allah —

Tak tanggung-tanggung, kelompok ini “menggaet” Dzakir Naik, pakar Krostologi asal India yang cukup terkenal.

Padahal tidaklah demikian. Tidak berarti yang menggunakan penulisan Insya Allah itu salah, apalagi bermakna menciptakan Allah. Karena jika menciptakan Allah bunyi kalimatnya adalah Insya Ullahi (إِنْشَاءُ اللَّهِ)

Insha Allah merupakan model penulisan yang menganut transliterasi huruf syin menjadi sh.

Jika memang Dzakir Naik pernah mengatakan demikian, ya wajar saka. Karena dia kan orang India. Sebab India merupakan negara bekas jajahan Inggris memang men-translitrrasi huruf syin menjadi sh.

Malaysia juga demikian. Bahkan Maheer Zain juga menuliskan Insha Allah untuk lagu singelnya yang sangat populer itu. Karena penyanyi yang mmengusai belasan bahasa dunia itu walaupun berkebangsaan Lebanon, tapi ia lahir di Swedia yang masuk rumpun negeri Britania Raya (Inggris)

Tapi tidak di Indonesia. Karena di sini, sh sudah digunakan sebagai transliterasi dari huruf shad. Maka syin transliterasinya adalah sy.

Maka orang Indonesia lebih akrab dengan Insya Allah — dan ini tidak murtad karena tidak bermakna menciptakan Allah — ketimbang Insha Allah.

Insyaallah

Nah, kalau yang menggunakan Insyaallah, ini orang-orang yang ‘patuh’ dengan EYD. Karena memang Insyaallah yang merupakan ungkapan baku sesuai kaidah Bahasa Indonesia, sebagaimana termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

In Sya Allah

Nah, kalau yang ini kamu pernah nemu tidak? Ini mungkin cara penulisan yang terbaru. Model penulisan ini mencoba untuk mendekati bahasa asalnya yang memang terdiri dari tiga lafadz (kata), yakni

Baca Juga:  Rahasia Dibalik Penciptaan Keperawanan Kajian Kitab Fathul Izar Bagian 6

إِنْ—شَآءَ—اَللَّهُ

Cara penulisan seperti ini banyak ditemui dari tulisan para santri ataupun alumni Timur Tengah. Mungkin karena mereka memang memahami struktur asal kalimatnya sehingga kemudian muncullah penulisan Insya Sya Allah dengan mencoba mendekati pola aslinya dalam bahasa Arab.

Penulisan Insya Allah dalam Bahasa Arab

Dalam bahasa arab, kata “insyaa Allah” ditulis dengan إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Arti dari kalimat tersebut adalah jika Allah menghendaki.

Susunan Kalimat Insya Allah

Ada tiga lafadz yang menjadi susunan kalimat Insya Allah

  1. Lafadz إِنْ artinya jika. Dalam bahasa Arab إِنْ disebut huruf syarat.
  2. Lafadz شَاءَ artinya menghendaki. شَاءَ adalah fiil syarat yang berupa fiil madhi
  3. Lafadz اللَّهُ sebagai fail atau subjek dari fiil syarat.

Memahami susunan di atas, berarti kalimat إِنْ شَاءَ اللَّهُ adalah jumlah syarthiyyah yang membutuhkan jawab syarat. Namun jawab syaratnya tidak disebutkan, karena disesuaikan dengan qarinah (konteks kalimat atau pernyataan/pertanyaan sebelumnya)

Misalnya, jika konteks pembicaraannya kamu akan menghadiri undangan, maka kalimat lengkapnya adalah Jika Allah menghendaki, maka saya akan menghadiri undangan.

Kalimat yang saya tulis tebal dengan cetak miring, maka saya akan menghadiri undangan merupakan jawab syarat tersebut.

Ayat tentang Insya Allah

Pembahasan tentang ini, bisa kamu telusuri dalam dua ayat dalam Surat Al-Kahfi, yakni ayat 23 dan 24


وَلَا تَقُوْلَنَّ لِشَا۟يْءٍ اِنِّيْ فَاعِلٌ ذٰلِكَ غَدًاۙ

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”


اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۖوَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰٓى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَقْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا

kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”

Asbabun Nuzul Ayat Insya Allah

Menurut para ulama tafsir seperti yang dijelaskan oleh Imam Qurtubi di dalam tafsirnya, bahwa asbabun nuzul atau sebab dari turunnya ayat ini adalah suatu hari Rasulullah SAW berjanji untuk memberikan jawaban kepada orang-orang kafir yang bertanya perihal Ruh, Ashabul Kahfi dan Iskandar Dzukarnain.

Tetapi semenjak nabi berjanji untuk memberikan jawaban hingga 15 hari kemudian tidak ada wahyu yang turun untuk menjelaskan tentang ketiga hal tersebut.

Baru di hari ke-16 turunlah ayat ini yang memperingatkan agar Nabi tidak memastikan untuk melakukan suatu perbuatan melainkan harus disandarkan jika Allah menghendaki.

Dampak Hukum Ayat Insya Allah

Lalu apakah menurut kamu Nabi telah salah karena berjanji untuk menjawab pertanyaan dengan tidak menggantungkannya pada kehendak Allah?

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Taat Kepada Presiden dan Wakil Presiden?

Jawabannya, TIDAK!!!. Karena Nabi adalah seorang yang maksum atau terpelihara dari melakukan kesalahan dan dosa. Adapun apa yang dialami Nabi dalam hal ini memang sudah kehendak Allah untuk memberikan dampak hukum yang berlaku umum kepada seluruh umatnya.

Maksudnya, melalui ayat ini Allah mengajarkan agar ketika berjanji untuk melakukan sesuatu atau memenuhi undangan, kita tidak boleh mutlak mengatakan “Ya” tetapi harus disertai dengan InsyaAllah.

Karena Allah sebagai pencipta paham betul dengan karakter makhluk-Nya yang yang mudah lupa bahlan ingkar janji.

Begini… Perhatikan ayat di atas. Ketika Nabi tidak bisa menepati janji untuk memberikan jawaban terhadap orang kafir perihal Ruh, Ashabul Kahfi dan Zulkarnain, maka orang yang Nabi berjanji kepadanya yakni orang kafir tidak dirugikan sama sekali. Justru mereka mengolok-ngolok Nabi dengan mengatakan Nabi tidak mendapat wahyu lagi dan ditinggalkan oleh Tuhan.

Hal ini justru berbeda ketika kita melakukan janji dengan orang lain. Misalnya janji mau mengisi pengajian. Namun tiba-tiba kita tidak datang. Dalam keadaan demikian, maka orang yang mengundang kita akan sangat merugi karena telah repot dan sibuk sibuk menyiapkan makanan mungkin.

Makanya, sekali lagi, karena Allah tahu karakter kita yang mudah lupa atau ingkar janji, Allah kemudian memberikan pelajaran melalui ayat ini agar kita mengatakan Insya Allah ketika ingin melakukan pekerjaan atau berjanji.

Demikianlah pembahasan tentang Insyaallah. Mulai dari ragam cara penulisannya yang sebenarnya sama-sama benar. Hingga ayat dan asbabun nuzul serta pelajaran bagi kita untuk senantiasa menggantungkan apa yang akan kita perbuat atas kehendak Allah. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman