Mengapa Islam Sering Disalahpahami? Ini Jawaban Rais Aam PBNU Kiai Miftach

Pecihitam.org – Menurut Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, kata Islam seringkali disandingkan dengan kata-kata lain sehingga muncul sejumlah istilah baru seperti Islam Nusantara, Islam Wasathiyah, dan istilah-istilah lain.

“Gegara inilah Islam seringkali disalahpahami oleh sekelompok orang sebagai aliran atau bahkan agama baru di Indonesia,” ujar Kiai Miftach, dikutip dari NU Online, Senin, 17 Februari 2020.

Menurut Kiai Miftach, hal demikian merupakan sebuah kesalahpahaman yang luar biasa.

“Sebetulnya, Islam Washatiyah atau istilah-istilah Islam lainnya hanya penggambaran sekilas tentang keistimewaan ajaran Islam itu sendiri,” ujarnya.

“Istilah Islam Washatiyah adalah bukti dari keterbatasan kita sebagai manusia dalam menjabarkan ajaran Islam. Karena sejatinya tidak ada satu pun manusia di bumi ini yang dapat menjabarkan ajaran Islam secara sempurna,” tegasnya.

Baca Juga:  Rais 'Aam PBNU: Situasi Beragama Saat Ini Sudah Masuk Tahap Kritis dan Darurat

Hal tersebut disampaikan Kiai Miftach dalam maui’dzah hasanah (ceramah agama) pada Diklat Islam Washatiyah di Bandung, Senin, 17 Februari 2020.

Kiai Miftach menjelaskan, Islam Washatiyah merupakan penjabaran ajaran Islam yang seimbang, tidak lebih dan tidak kurang.

“Kata wasatha, sebagai kata dasar dari istilah Islam Wasathiyah, berarti sebuah keseimbangan baik dalam segi aqidah, akhlak, syari’ah, dan bahkan sepak terjang kita sebagai umat Islam,” ujarnya.

“Bagaimana cara kita berinfaq, tidak lebih dan tidak kurang. Bagaimana kita berpakaian, dan lain-lain yang berkaitan dengan tatanan kehidupan kita di dunia, bahkan sampai akhirat. Seimbang antara aqli dan naqli,” sambungnya.

Islam Wasathiyah, kata Kiai Miftach, dalam implementasinya juga sangat jelas tergambar dalam bagaimana Islam mengatur sikap kita terhadap sesama umat Islam maupun non muslim.

Baca Juga:  Demonstran Anti Islam di Oslo Robek Alquran dan Cela Nabi Muhammad

“Ada beberapa pandangan Islam di bumi ini. Pertama, ukhuwah Islamiyah. Bagaimana Islam berhadapan dengan umat Islam sendiri. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan kita sendiri, sekalipun dalam keadaan sangat butuh. Itulah praktek ukhuwah islamiyah,” ujarnya.

“Kedua, bagaimana Islam berhadapan dengan non muslim yang tidak memerangi (dzimmiy),” ujarnya.

Kiai Miftach menceritakan, suatu hari sahabat Ali bin Abi Thalib pernah sangat marah kepada seseorang yang memanggilnya dengan gelar. Sedangkan dzimmiy yang ada di sampingnya hanya dipanggil nama saja.

“Sahabat Ali marah dan berkata, ‘Mengapa engkau harus membeda-bedakan kami? Panggil saja aku Ali!’ Dan terhadap golongan-golongan lain, Islam dengan tegas mengatur bagaimana kita harus bersikap,” ujar kiai asal Surabaya Jawa Timur ini.

Baca Juga:  Masjid Akan Dibuka Kembali Saat New Normal, MUI Khawatir Jemaah Membludak

Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa Islam Wasathiyah bukan sekedar Islam yang lembut, tetapi juga tegas.

“Demikianlah Islam Wasathiyah yang harus kita pahami. Islam Wasathiyah bukan Islam yang lembek. Islam Wasathiyah adalah Islam yang tegas pada tempatnya,” pungkasnya.

Muhammad Fahri