Menjadi Nahdliyyin Sejati, Bukan Menjadi “NU Bapakku, NU Nenekku”

Menjadi Nahdliyyin Sejati, Bukan Menjadi "NU Bapakku, NU Nenekku"

Pecihitam.org – Tulisan ini hadir sebagai respon kepada mereka yang sering berkata: “Saya tak pakai NU-NU-an. Asal Tahlilan dan Yasinan sudah bisa disebut NU”. Atau ada juga yang bilang: “Yang penting Islam, sudah. Tidak usah NU-NU-an”. Kenyataannya mereka adalah orang yang tidak suka pada NU sekarang atau sebagian lainnya hanyalah korban provokasi ghazwul fikri.

Saat ingin menulis tema ini, teringat dengan apa yang pernah disampaikan guru saya: “NU itu bagaikan jamu. Tidak disukai, tapi dibutuhkan pada saat sakit. Jangankan orang luar, orang NU sendiri sering lupa NU. Tapi ketika bermasalah, semua butuh pada NU”.

Yang beliau sampaikan merupakan sindiran kepada orang yang bukan nahdliyyin sejati, tapi mengaku NU. Ada orang di luar NU, tidak dekat dengan NU. Tiba-tiba dia datang berlindung di bawah teduhnya NU saat ia diancam oleh ormas lain. Saat masalah beres, bukan hanya lupa pada jasa NU, ia balas air susu dengan tuba. Menghujat dengan kata kasar ideot.

Begitulah…. atau ada juga yang melakukan amaliah semisal qunut Subuh, Tahlilan, Haul, Maulidan dan Manaqiban. Dengan itu ia sudah merasa cukup untuk disebut sebagai nahdliyyin sejati. Baginya begitulah praktek ber-NU yang didapat dari bapak dan nenek moyangnya.

Tidak salah memang menisbatkan Qunut Subuh, Tahlilan dan semacamnya sebagai ciri yang melekat pada nahdliyyin. Tapi cukupkah itu untuk disebut sebagai nahdliyyin sejati?. Tidak! Sekali lagi tidak!!!.

Setidaknya ada empat karakter yang mesti ditanam-suburkan untuk bisa menyandang predikat nahdliyin sejati – bukan nahdliyyin kaleng-kaleng.

Pertama, amaliah

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Baca Juga:  Hakikat Ilmu dan Agama dalam Wadah Bernegara

Amaliah atau praktek keagamaan orang nahdliyyin yang sejati mestinya mengikuti apa yang diformulasikan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ary yang masyhur dengan formasi 4-2-2.

4 maksudnya dalam fan Fiqh atau pengamalan ubudiyah Islam bermadzhab pada satu dari empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i atau Hanbali. 2 bermakna dalam aqidah atau konsep keimanan beri’tiqad dengan pemahaman yang dikompilasi oleh Imam Asy’ary atau Imam Al-Maturidy. 2 maksudnya mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi atau Abu Hamid al-Ghazali dalam tasawwuf atau mewujudkan ihsan.

Kedua, fikrah

Fikrah atau pemikiran seorang nahdliyyin sejati harus senantiasa mengusung nilai-nilai dengan semangat tasammuh (toleran), tawassuth (moderat), tawazzun (seimbang) dan ‘adalah (adil).

Maka seorang nahdliyyin sejati dalam kehidupan sosialnya seyogyanya menjadi sosok yang bisa menghargai keberagaman, hidup berdampingan sekalipun berbeda, tidak esktrim kanan (tafrith) atau ekstrim kiri (ifrath), tidak memprovokasi, tidak pula apatis dan menjadi pribadi yang bisa manjadi penyeimbang dan berlaku adil di tengah masyarakat yang majemuk.

Ketiga, Harakah

Baca Juga:  Catut Nama NU, Mantan Dosen Penyuka Swinger Minta Maaf

Seperti disinggung di awal tulisan ini, nahdliyyin sejati tidak sekadar pada amaliah. Namun harakah, gerakan dan politiknya juga harus nahdliyyah. Harakahnya harus selaras dengan arahan, kebijakan dan koordinasi dalam keorganisasian NU.

Jika Anda merasa nahdliyyin, tak cukup dengan Tahlilan. Anda harus bergabung di NU, IPNU, PMII, GP Ansor. Karena di situlah ke mana dan bagaimana bergerak untuk kemaslahatan ala NU akan didapat.

Salah besar jika merasa nahdliyyin, tapi memilih bergabung dengan organisasi yang manhajnya bertentangan dengan NU. Anda mengaku NU, melakukan Tahlilan. Tapi Anda bergabung dengan ormas yang membid’ahkan amaliah Anda.

Apalagi sampai bergabung dengan ormas yang yang jelas-jelas ingin menghancurkan NU. Pantaskah mengaku NU sementara kita berafiliasi dengan ormas yang memusuhi NU?

Keempat, Ghirah

Ngaku nahdliyyin sejati, tunjukin donk semangatnya untuk membesarkan NU yang merupakan rumah besar ummat Islam Indonesia.

Atau jangan-jangan Anda malah menjadi orang yang mencela NU dan ulama-ulamanya. Jika begitu, Anda belum benar-benar menjadi nahdliyyin sejati.

Oleh karenanya, jika ingin menjadi nahdliyyin sejati, lakukanlah amaliahnya, pahami fikrahnya, ikuti gerakannya dan hayati ghirahnya. Jika Anda berhenti di amaliah, kemudian dengan pengetahuan yang parsial tentang NU, Anda menyerang NU dan mencela ulama-ulamanya, maka bukan NU yang salah, bukan ulamanya yang keliru. Karena bagaimana ceritanya 1/4 pengetahuan anda tentang NU anda anggap lebih unggul dari 3/4-nya?

Baca Juga:  Abu Thalib, Meninggal Sebagai Kafir atau Sebagai Mukmin?
Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *