Inilah 3 Bentuk Durhaka Istri Kepada Suami yang Paling Sering Terjadi

bentuk durhaka istri kepada suami

Pecihitam.org – Islam adalah agama yang sempurna. Di antara bukti kesempurnaannya adalah Islam memerintahkan kepada umatnya yang telah mampu menikah untuk menikah. Pernikahan akan berjalan dengan baik, jika suami istri memahami betul tentang kewajibannya yang menjadi haknya masing-masing, lalu melaksanakan kewajibannya itu dengan sebaik-baiknya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Suami berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya dengan baik. Sedangkan istri berkewajiban mentaati suaminya dalam hal apapun agar tidak terjerumus dalam salah satu bentuk kedurhakaan istri dalam perbuatan kecuali perkara yang dilarang agama.

Jika istri melakukan kewajibannya kepada suami dengan sebaik-baiknya, setelah mentaati Allah, maka ia akan meraih surga-Nya. Begitu juga sebaliknya, jika seorang istri tidak mentaati suaminya dalam hal perbuatan maka akan dikhawatirkan menjadi istri yang durhaka.

Berikut adalah 3 bentuk durhaka istri kepada suami dalam hal perbuatan yang paling sering terjadi:

1. Mengabaikan Wewenang Suami

Bentuk durhaka istri kepada suami yang sering terjadi adalah mengabaikan wewenang suaminya sendiri. Dari Abu Hurairah ra, Nabi Saw bersabda:

لو كنتُ آمرًا أحدًا ان يسجدَ لأَحدٍ لأمرتُ المرأةَ ان تسجدَ لزوجها

Sekiranya aku boleh memerintahkan kepada seseorang untuk sujud kepada lainnya, niscaya akan aku perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya”. (HR. Tirmidzi)

Hak suami terhadap istrinya di atas hak siapapun manusia di dunia ini, termasuk hak kedua orang tuanya. Hal ini disebabkan karena Allah telah menetapkan suami sebagai imam atau pemimpin bagi istrinya.

Yang demikian ternyata bukan sesuatu yang berlebihan. Buktinya ketika seorang istri ingin melakukan ibadah sunnah, dia terlebih dahulu harus mengutamakan hak suami dengan meminta izin darinya.

Baca Juga:  Nongkrong Tidak Dilarang dalam Islam, Tapi Inilah Pesan Nabi Saw

Rasulullah Saw bersabda, “Tidak boleh bagi seorang wanita berpuasa (sunnah), sementara suaminya berada di rumah kecuali atas seizinnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Menentang Perintah Suami

Mentaati suami termasuk kewajiban yang paling utama bagi seorang wanita. Hal ini sangat penting disadari agar biduk rumah tangga yang dibangun benar-benar mencapai sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Seorang istri yang tidak taat pada suami sama artinya dia telah bermaksiat. Perilakunya menjadi penyebab lenyapnya kebahagiaan keluarga, mendatangkan kebinasaan, dan menghilangkan ketenangan.

Tidak berlebihan jika kedurhakaan tersebut sampai mengakibatkan tidak diterimanya shalat dari yang bersangkutan. Rasulullah Saw bersabda:

اثنان لا تجاوز صلاتهما رؤوسهما عبد ابق من مواليه حتى يرجع اليهم وامراة عصت زوجها حتى ترجع

Ada dua golongan manusia, yang shalatnya tidak akan melampaui kepalanya (tidak diterima), yaitu seorang budak yang lari dari tuannya hingga dia kembali dan seorang wanita yang bermaksiat kepada suaminya hingga ia kembali (tidak bermaksiat lagi)”. (HR. Hakim)

Namun kewajiban taat kepada suami dapat gugur hanya ketika suami menyuruh istrinya melakukan kemaksiatan. Jika tidak, maka ketaatan menjadi hal yang mutlak untuk dikerjakan.

Bisa jadi secara dhahir istri memiliki banyak kelebihan dari suami, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, kedudukan, status sosial, dan sebagainya.

Namun, semua kelebihan tersebut tidak cukup menjadi alasan untuk tidak taat pada suaminya. Karena bagaimanapun keadaannya, suami tetap berkedudukan sebagai pemimpin dalam rumah tangga.

Baca Juga:  Dituduh Sebagai Kaum Penyembah Kubur? Santai, Tunjukan Saja Hujjah Ini

Kalau kita mengingat kembali kehidupan Ummul Mukminin Khadijah ra. Seorang saudagar terkaya dan berasal dari keturunan yang terhormat. Tidak sedikit lelaki yang mengharap untuk menjadi pendampingnya. Mereka kebanyakan dari kalangan yang derajatnya setara.

Sementara Rasulullah Saw hanyalah seorang anak yatim piatu, bahkan Nabi Saw ketika itu menjadi pegawai yang menjajakan dagangan miliknya. Meskipun demikian, ibunda Khadijah ra mampu menjadi istri yang sempurna lahir maupun batin bagi Rasulullah Saw.

Dia tidak pernah menganggap rendah maupun hina kedudukan suaminya. Bahkan sebaliknya, dia begitu menyayangi dan menaatinya, menjadi pendukung utama dalam menjalankan tugas kerasulan secara totalitas. Jiwa, raga, harta, kedudukan, dan kehormatan yang dia miliki, semuanya dia investasikan untuk ‘izzul Islam wal muslimin.

Kalau dibandingkan dengan wanita zaman sekarang, belum mempunyai sedikit keutamaan saja sudah berani melecehkan suaminya. Jangankan menaatinya, tidak jarang di antara mereka yang berani memperbudak suaminya hanya karena merasa dirinya lebih pintar dalam mencari uang.

3. Enggan Memenuhi Kebutuhan Seksual Suami

Secara naluri setiap individu membutuhkan pasangan dalam hidupnya, salah satunya sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan nafsu syahwatnya.

slam merespon positif kebutuhan itu dengan disyariatkannya pernikahan sehingga kebutuhan tersebut dapat tersalurkan tanpa melakukan tindakan amoral yang bertentangan dengan tatasusila kehidupan, baik secara adat maupun agama.

Karena itulah istri digambarkan sebagai ladang tempat bercocok tanam bagi suaminya. Allah Swt berfirman:

نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٞ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُم مُّلَٰقُوهُۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢٢٣

Baca Juga:  Jenis dan Syarat Asuransi yang Diperbolehkan dalam Islam

Artinya: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Baqarah: 223)

Oleh karena itu haram bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim tanpa alasan yang dibenarkan.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hajatnya (berhubungan intim), maka hendaknya sang istri segera mendatanginya meskipun dia sedang berada di depan tungku api (dapur)”. (HR. Tirmidzi)

Seorang istri yang menolak ajakan suami untuk berhubungan intim, baginya laknat dari pada malaikat hingga pagi harinya. Karena itu berhati-hatilah sebab perkara tersebut termasuk bentuk kedurhakaan istri dalam perbuatan.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang lelaki mengajak istri ke ranjangnya namun sang istri enggan mendatanginya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi hari”. (HR. Bukhari).

Sumber : Dosa-Dosa Yang Digemari Wanita Indonesia.