Biografi Singkat Sayyid Usman bin Yahya: Mufti dari Batavia

sayyid usman bin yahya

Pecihitam.org – Sayyid Usman bin Yahya, beliau dilahirkan di Kampung Arab Pekojan, Batavia (Jakarta), pada 17 Rabiul Awal 1238 H/1822 M. Ayahnya bernama, Sayyid Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya (keturunan Rasulullah Saw.) Sedangkan sang Ibu bernama Aminah, putri dari Syaikh Abdurrahman al-Mishri, seorang alim dari Mesir yang pindah ke Batavia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di masa kecilnya Sayyid Usman, di didik langsung oleh kakeknya dari jalur Ayah, sebab ayahnya kembali ke Mekkah ketika Sayyid Usman berusia 3 tahun. Dari keluarga Ba’alawi Sayyid Usman adalah generasi keempat.

Setelah belajar dari kakeknya yang jalur ayah, beliau kemudian belajar kepada Syaikh Abdurrahman, yaitu kakek dari jalur Ibu. Beliau belajar nahwu, sharaf, fiqih, hadits, tafsir, tasawuf, hingga ilmu falak, hingga sang kakek wafat ketika usia sayyid Usman 18 tahun.

Setelah belajar dengan kakeknya, sayyid Usman pergi ke Mekkah untuk belajar kepada ayahnya. Selain itu, disana beliau juga belajar kepada Syaikh Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti Mekkah saat itu, berguru pada Syaikh Ahmad Dimyathi dan juga pada Syaikh Muhammad bin Husain al-Habsyi.

Dari Mekkah, Sayyid Usman pindah lagi ke kampung halaman leluhurnya Hadhramaut. Beiau disana sekitar 8 tahun dan dimasa ini pula ia berhasil membuat peta Hadhramaut, bidang yang juga menjadi keahliannya.

Baca Juga:  Ustadz Bangun Samudra, Seorang Doktor dari Vatikan yang Menjadi Muallaf

Tercatat dalam Suluh Zaman (sejarah hidup beliau, disusun putranya Sayyid Abdullah bin Usman) dan Dzikru Masyayikh al-Muallif (karya beliau tentang guru-gurunya) mendokumentasikan sejumlah nama gurunya, termasuk yang di Hadhramaut.

Disana Sayyid Usman belajar kepada Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir, Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya, Sayyid Hasan bin Shalih al-Bahr, Sayyid Muhammad bin Husein bin Thahir dan Sayyid ‘Alwi bin Saqqaf al-Jufri, Sayyid Muhsin bin Alwi al-Saqaf, Sayyid Alwi bin Zein al-Habsyi, Sayyid Abdullah bin Husein bin Syihabuddin, dan Sayyid Ahmad Junaid.

Selanjutnya, beliau kemali melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Mesir selama kurang lebih 8 bulan, hingga beliau menikah dengan seorang wanita Mesir disana. Disana beliau belajar kepada Syaikh Muhammad Abdul Jawad dan Syakh Muhammad bin Manshur.

Beliau juga sempat ke Aljazair, kemudian ke Maroko untuk belajar tentang tasawuf. Selanjutnya beliau pergi ke Turki, Syiria dan Palestina.

Di Palestina, beliau belajar kepada Syaikh Abu Bakar al-Jazairi, seorang ulama dan raja Aljazair yang terusir dari negaranya, setelah dikuasai Prancis. Selama 22 tahun mengembara mencari ilmu akhirnya beliau pulang ke Batavia ketika usia 40 tahun.

Baca Juga:  Jabir bin Hayyan, Ahli Kimia yang Pertama Kali Mendapat Gelar Sufi

Sesampainya di Batavia, segera Syaikh Abdul Ghani Bima, menawari sayyid Usman menggantikan mengajar di Masjid Pekojan karena ia sudah berusia lanjut. Selain mengajar, Sayyid Usman juga seorang penulis yang produktif di bidang agama.

Beberapa sumber menyebutkan karyanya mencapai 109 buah dalam berbagai topik keislaman. Untuk melancarkan penyebaran karyanya ini, ia mendirikan percetakan sendiri untuk mencetak karyanya, dan karya keislaman lain yang ditulis ulama di masanya.

Karya beliau banyak ditulis dengan huruf arab pegon, selain huruf latin dan diterjemahkan ke bahasa sunda. Diantara karya-karya Sayyid Usman adalah:

  1. Sifat Dua Puluh (Tauhid)
  2. Perhiasan Bagus Untuk Anak Perempuan
  3. Adabul Insan
  4. Risalah Dua Ulama (akhlak)
  5. Manhaj al-Istiqamah fi ad-Din bi as-Salamah (tentang ragam Bid’ah)
  6. Maslak al-Akhyar (doa-doa)
  7. Rawdhatul Basim (Sirah Nabawiyah) dll.

Kiprah dan pergaulannya yang luas menjadikannya dilirik Pemerintah Hindia Belanda kala itu. Beliau sering dimintai fatwa oleh masyarakat tentang berbagai macam masalah keislaman, tapi umumnya tentang urusan ibadah.

Atas rekomendasi Snouck Hourgronje yang kala itu menjadi Penasehat Urusan Pribumi di Hindia Belanda dan menurut pengakuannya telah mengenal Sayyid Usman dan keluarganya selama berada di Mekkah, Sayyid Usman ditawarkan posisi sebagai Penasihat Kehormatan (Honorary Advisor) urusan Keislaman.

Baca Juga:  Kisah Karomah Sunan Drajat dalam Tembang Pungkur Saat Menghadapi Preman Sakti Mandraguna

Menurut penelitian Nico Kaptein, Sayyid Usman tidak langsung menerima tawaran itu, tapi pada akhirnya beliau menerima dengan tujuan agar keberlangsungan kehidupan beragama masyarakat muslim di Hindia Belanda bisa tertata rapi.

Sayyid Usman bin Yahya wafat di tahun 1914, dan dimakamkan di Pemakaman Karet, Tanah Abang. Dimasa Gubernur Ali Sadikin, sekitar tahun 1970-an makam beliau dipindahkan ke Pondok Bambu, Jakarta Timur. Dan, kini disana berdiri Masjid al-Abidin.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik