Debat Nabi Musa dengan Imam Al-Ghazali, Luar Biasa Akhlak dan Ilmu Sang Hujjatul Islam

Debat Nabi Musa dengan Imam Al-Ghazali, Luar Biasa Akhlak dan Ilmu Sang Hujjatul Islam

PECIHITAM.ORG – Konon Nabi Musa masyghul dengan salah satu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sehingga terjadilah debat Nabi Musa dengan Imam Al-Ghazali, sebagaimana akan kami tururkan dalam tulisan ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Diceritakan, seorang ulama bermimpi melihat Nabi Musa dan Nabi Muhammad bertemu di alam arwah. Nabi pusat menanyakan perihal sabda Nabi berikut

علماء امّتي كأنبياء بني اسرائيل

Ulama dari kalangan umatku menyamai para nabi dari Bani Israil.

Seperti disebutkan dalam beberapa kitab disebutkan di dalam beberapa kitab bahwa ruh Nabi Musa bertemu dengan Nabi Muhammad. Kemudian Nabi Musa bertanya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam perihal hadis yang menjelaskan tentang keutamaan ulama dari umat Nabi Muhammad yang setara dengan nabi dari Bani Israil.

Nabi Musa pun bertanya, Apakah benar engkau bersabda bahwa “ulama dari kalangan umatmu menyamai dengan para nabi dari Bani Israil”? Kemudian Nabi Muhammad menjawab, “iya”. Dan Nabi Musa pun meminta untuk disebutkan salah satunya.

Baca Juga:  Kisah Perempuan yang Ingin Membakar Surga dan Memadamkan Neraka

Nabi Muhammad menunjuk Imam Al Ghazali. Langsung saja Nabi Musa bertanya atau mengetes kualitas keilmuan Imam Al Ghazali dengan bertanya, “Siapakah namamu?”

Imam Al Ghazali menjawab, “Namaku Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al Ghazali”. Nabi Musa pun tersenyum dan mengatakan, “Inikah seorang ulama yang disamakan dengan para nabi dari Bani Israil”. “Menjawab pertanyaan saja salah” kira-kira begitu maksud Nabi Musa.

“Aku hanya bertanya siapa namanya, tetapi orang ini menjawab nama ayahnya dan juga nama kakeknya. Seharusnya ia hanya menjawab namanya saja tanpa perlu menyebutkan nama ayahnya dan nama kakeknya”, lanjut Nabi Musa.

Kemudian di hadapan Nabi Muhammad dan Nabi Musa, Imam Al-Ghazali dengan adab dan ketawadhuannya bertanya kepada Nabi Muhammad, “Apakah aku harus diam atau menjelaskan tentang hal ini?”

Nabi Muhammad pun mengatakan, “Bahkan kamu harus menjelaskan”. Mendapat restu dari Nabi, lalu Imam Al-Ghazali menjelaskan dengan meminta maaf terlebih dahulu. Luar biasa! Selain berilmu, akhlaknya sangat mulia.

Baca Juga:  Detik-detik Kematian yang Mengharukan dan Pesan Terakhir Imam Al Ghazali

“Wahai Nabi Allah, jika aku punya salah padamu, aku, maka aku mohon maaf. Tapi Anda telah berbuat salah kepada Allah dan Anda tidak meminta maaf”. Nabi Musa pun kaget dengan serangan awal yang menohok dari Imam Al-Ghazali.

“Apa salahku kepada Allah?” tanya Nabi Musa keheranan.Imam Al-Ghazali menjawab, “Bukankah Allah telah bertanya kepadamu:

وَمَا تِلْكَ بِيَمِيْنِكَ يٰمُوْسٰى

”Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa? ” (QS. Thaha ayat 17)

Seharusnya Anda cukup menjawab, “Di tangan kananku adalah tongkat”. Tapi kamu menjawab panjang lebar.

قَالَ هِيَ عَصَايَۚ اَتَوَكَّؤُا عَلَيْهَا وَاَهُشُّ بِهَا عَلٰى غَنَمِيْ وَلِيَ فِيْهَا مَاٰرِبُ اُخْرٰى

Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” (QS. Thaha ayat 18)

Nabi Musa menjelaskan pada Imam Al-Ghazali, “Tuhan adalah kekasih kita. Maka aku mengambil peluang itu untuk bercakap panjang lebar dengannya”

Baca Juga:  Kesaksian Gus Mus: Gus Dur yang Tak Punya Dompet

Imam Al-Ghazali pun mengatakan, “Begitulah aku. Anda juga adalah kekasihku wahai Nabi Allah. Maka aku juga mengambil kesempatan untuk bercakap panjang lebar denganmu.

Begitulah kisah debat Nabi Musa dengan Imam Al-Ghazali. Penuh landasan dan membuat hati tentram membaca kisah ini. Imam Al-Ghazali yang alim dan berakhlak mengambil kesempatan untuk berbicara lama dengan manusia sukses dari era pertengahan fase kehidupan dunia, Nabi Musa Al-Kalim.

Faisol Abdurrahman