Dimanakah Letak Atau Tempat Niat?

Dimanakah Letak Atau Tempat Niat?

Pecihitam.org- Niat itu tidak pada ucapan, melainkan dalam hati. Meskipun demikian, karena gerakan hati itu sulit, Maka timbul pertanyaan Dimanakah letak atau tempat niat?.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para Alim menganjurkan agar di samping niat dalam hati, juga sebaiknya dikukuhkan dengan ucapan lisan, sekedar untuk menolong gerakan hati.

Sebaliknya apabila niat hanya diucapkan di mulut saja, sedang hati tidak bergerak, maka niat itu tidak sah, sehingga kalau seseorang terlanjur bersumpah umpamanya, padahal di dalam hati, ia tidak ada niat bersumpah, maka ia tidak wajib membayar kafarat dan tidak berdosa.

Jadi apabila ada perbedaan antara ucapan dengan bunyi hati, maka yang diperhitungkan adalah bunyi hati. Misalnya, seseorang mengucap : “Aku niat shalat fardhu Dzuhur”. Akan tetapi hatinya terucap:”Aku niat shalat fardhu Ashar”, maka yang jadi tertunaikan adalah shalat Ashar. Hal semacam ini -gerak hati sebagai pegangan, kalau memang masalahnya tidak berhubungan dengan kepentingan sesama manusia. Jika ada hubungannya dengan kepentingan sesama manusia, seperti Ikrar, wasiat, thalaq dan sebagainya, maka yang menjadi pedoman adalah ucapan, sebab kalau gerak hati yang dipegangi, orang akan dengan mudahnya mengingkari apa yang telah bergerak dalam hatinya. (Moh. Adib Bisri, terjemah al-Fara idul Bahiyyah, Menara Kudus, 1977 M, hal. 3).

Baca Juga:  Handphone Berbunyi Ketika Shalat, Tindakan Apa yang Harus Dilakukan?

Posisi niat berada di dalam hati. Sedangkan hukum melafalkannya melalui lisan yang berfungsi menolong hati supaya lebih ringan dan mudah terkoneksi merupakan kesunnahan. (Lihat: Syekh Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri, Hâsyiyah Ibrahim al-Bajûrî, vol: 1, hlm. 145)

Untuk sebagian besar ibadah niat mesti muqtarinan bil fi’li. Ketika seorang insan hendak sembahyang, ia harus berniat sambil takbiratul ihram. Bahkan, seperti yang dikutip Wahbah al-Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu, andaikan  berniat terlebih dahulu atau tidak berbarengan niat dengan takbir, shalatnya dihukumi batal menurut madzhab al-Syafi’i. Sementara menurut madzhab lain, masih dianggap sah jika selang waktu niat dengan takbir tidak terlalu lama.

Bagi sebagian orang, niat di hati sembari takbir memang tidak mudah. Tak heran bila orang yang berpegang teguh pada prinsip ini mengulang terus-menerus takbir sampai niat benar-benar tergeletak di hatinya seiring dengan takbir.

Baca Juga:  Hukum Google Adsense dalam Perspektif Fiqih Muamalah

Namun pada dasarnya, orang yang tidak mampu berniat dengan model ideal ini diperbolehkan untuk sekadar melafalkan (talaffudh) niat sebelum takbir dan tidak mesti beriringan dengannya. Perihal ini sangat sesuai dengan prinsip Islam yang mudah dan tidak memberatkan. Melalui riwayat Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah,” (HR Al-Bukhari, Ibnu Hibban, dan lain-lain).

Maka dari itu Abdurrahman al-Ahdal dalam al-Mawahibus Saniyah Syarhul Farahidil Bahiyah memperbolehkan orang awam, atau masyarakat yang keberatan melakukan hal ini untuk sekedar melafalkan niat tanpa membatinkannya di dalam hati. Berikut kutipannya:

“Pelafalan niat (tentu sebelum takbir) tanpa niat di hati jelas tidak memadai. Ini berlaku juga meski untuk orang awam. Demikianlah dikatakan para ulama. Namun demikian praktik ini tidaklah mudah. Karenanya pelafalan niat secara lisan tanpa dibarengi niat di hati untuk era sekarang terbilang memadai. Maksud kami, di zaman kita ini orang-orang yang tidak shalat malah lebih banyak ketimbang orang yang hanya kurang sempurna shalatnya.” Pendapat ini sangat memudahkan bagi sebagian orang terlebih lagi di era multikrisis ini. Paling tidak adanya fatwa ini dapat memberi kenyaman bagi orang awam, orang yang merasa kesulitan, atau orang yang tidak terbiasa berniat dengan model ideal yang dianjurkan para ulama dulu.

Baca Juga:  Memotong Rambut dan Kuku Ketika Haid

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *