Hadir di UIN Syarif Hidayatullah, Ketum PBNU Suarakan Sikap Moderat

Ketum PBNU

Pecihitam.org – Dalam rangka menyuarakan wacana moderatisme, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menamakan acara pengenalan kampus kepada mahasiswa baru dengan Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) Moderat 2019.

Dalam kegiatan tersebut, pihak penyelenggara menghadirkan Kegiatan tersebut juga menghadirkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj sebagai pembicara.

Di depan ribuan mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KH Said menegaskan bahwa mahasiswa harus mempertahankan sikap moderat dalam beragama, berbangsa, dan bernegara.

“Kita pertahankan sikap seperti ini, moderasi dalam beragama, berbangsa dan bernegara,” kata KH Said, dikutip dari situs resmi NU, Kamis, 29 Agustus 2019.

Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan NKRI, kata KH Said, merupakan amanat yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dari para pendiri dan pahlawan negeri ini.

Baca Juga:  Ketum PBNU: Koin Muktamar Adalah Wujud Kemandirian Ekonomi NU

“Ratusan suku dan bahasa, perbedaan agama dan pilihan politik bukanlah suatu halangan untuk tetap bersatu dalam satu naungan, Indonesia,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

“Tunjukkan bahwa kita bisa hidup bersatu meski berbeda. Kita bisa hidup berdampingan,” sambungnya.

Menurutnya, hal itu harus ditunjukkan dengan sikap saling menghormati atas keputusan dan pandangan masing-masing satu sama lain.

Pasalnya, kata Kiai Said, Allah SWT melarang untuk mencaci-maki Tuhan selain Allah  sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat al-An’am ayat 108.

“Jangan sekali-kali kamu mencaci-maki Tuhan selain Allah, nanti mereka mencaci Allah,” katanya menerjemahkan penggalan ayat tersebut.

Lanjut Kiai Said, dalam ayat yang sama, Allah juga mengingatkan bahwa masing-masing umat memiliki budayanya yang unik dan baik.

Baca Juga:  Kiai Said: Islam Harus Dibela dengan Peradaban, Bukan dengan Kerumunan Massa!

“Karenanya, orang Jawa tidak boleh mencaci maki Sunda, orang Sunda tidak boleh mengejek Minang, dan sebagainya,” ujarnya.

“Semangat persatuan dan penghormatan itu ditunjukkan oleh para pendiri negeri ini. KH Abdul Wachid Hasyim atas petunjuk ayahnya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang diusulkan oleh masyarakat Indonesia bagian timur,” terangnya.

Kiai Hasyim, kata Kiai Said, saat itu berpandangan yang penting Indonesia harus berdiri lebih dahulu. Sebab, akan percuma kejadiannya, jika umat Islam memaksakan berdirinya negara dengan prinsip syariat Islam jika di dalamnya terjadi perpecahan, perseteruan antarkelompok, tanpa adanya persatuan.

“Hal itu juga yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. saat membangun negara di Madinah. Rasulullah tidak membangun negara dengan pondasi konstitusi Islam, melainkan dengan sistem kewarganegaraan. Di mata hukum, semua tanpa pandang bulu, kedudukannya sama,” paparnya.

Baca Juga:  Menag: Surat Edaran Soal Ramadhan Bisa Diabaikan Jika Wabah Corona Telah Berhenti

KH Said menceritakan, suatu ketika ada seorang Muslim yang tidak sengaja membunuh orang Non-Muslim. Saat itu, Nabi menegaskan bahwa siapapun yang membunuh non-Muslim akan berhadapan dengannya dan tidak akan mencium bau surga.

“Demikianlah ajaran Nabi Muhammad membangun masyarakat mutamaddin,” ujarnya.

Bahkan, kata Kiai Said, ada seorang Muslim di zaman Nabi yang mengancam akan membunuh anaknya jika tidak segera masuk Islam.

“Mendengar hal itu, Nabi menyampaikan ayat Al-Qur’an, bahwa tidak ada kekerasan dalam beragama,” pungkasnya.

Muhammad Fahri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *