PeciHitam.org – Nabi Muhammad menjadi standar kebenaran, role mode, dan panutan bagi seluruh Umat Muslim diseluruh dunia. Sabda beliau disejejarkan dengan firman Allah SWT, menjadi rujukan sumber hukum Islam dari 14 Abad yang lalu sampai hari akhir.
Kesempurnaan sifat dan perilaku Nabi SAW beriringan dengan sifat kemananusiaan beliau. Petunjuk sifat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW yang paling jelas adalah beliau seperti laiknya manusia pada umumnya. Beliau makan, minum, buang hajat, menikah, memiliki anak-cucu, bermuammalah dengan istrinya serta tertimpa musibah.
Perbedaan Nabi Muhammad SAW, dengan sifat basyariyahnya, dibandingkan dengan manusia lainnya adalah cara menghadapi problematika kehidupan. Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul dibimbing langsung oleh Allah SWT, maka beliau menjadi standar kebenaran.
Kesempurnaan Nabi Muhammad SAW tidak menjadi halangan pada rumah tangga beliau yang pernah tertimpa sebuah fitnah. Kejadian fitnah ini bukan kepada Nabi langsung akan tetapi kepada Istri Muda beliau, Aisyah binti Abu Bakar. Kisah fitnah ini terekam dalam sebuah riwayat panjang yang disebut Hadits Ifki atau Hadits berita bohong/ hoaks.
Daftar Pembahasan:
Fitnah Kepada Aisyah Binti Abu Bakar
Fitnah yang berasal dari kabar bohong berimbas sangat keji kepada mereka yang menjadi obyeknya. Bukan hanya manusia biasa saja yang terkena imbas dari berita bohong atau hoaks, bahkan Istri Nabi, Ummul Mukminin, pernah merasakan pedasnya kabar fitnah yang menerpanya.
Berita bohong yang berobyek Ummul Mukminin, Aisyah RA menjadi cobaan tersendiri bagi Nabi SAW. Sampai-sampai Allah SWT menurunkan ayat sebagai pereda berita bohong tersebut untuk melindungi marwah Ummul Mukminin.
Berita bohong dalam bentuk riwayat ini sering disebut dengan Hadits Ifki, yakni berita bohong tentang perzinahan Istri Nabi SAW. Hadits Ifki menjadi bab tersendiri dalam kitab Hadits karena besarnya pengaruh negatif berita bohong.
Berita bohong yang berdampak negatif kepada Istri Rasul SAW, Aisyah RA sampai Allah SWT menurunkan ayat al-Qur’an yang panjang lebar. Setidaknya ada 12 ayat yang menerangkan tentang kebohongan dalam Hadits Ifki. Allah SWT berfirman;
لَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (١٢)لَوْلا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (١٣)وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٤
Artinya; “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata, mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.” (Qs. An-Nuur: 12-14)
Keterangan bantahan dari Allah SWT atas beredarnya Hadits Ifki di Madinah diterangkan sekurangnya dalam 12 ayat surat An-Nuur ayat 11-22. Pokok ayat ini menunjukan tentang kebohongan dalam gosip Madinah dan ancaman bagi mereka yang menyebarkan berita bohong.
Asbabun Nuzul ayat ini adalah ketika Aisyah RA yang tertinggal kereta ketika pulang dari perang Muraisi’ dan diantar pulang oleh Shafwan bin Mu’athal. Pembuat berita bohong ini tidak lain seorang munafik bernama Abdullah bin Salul dengan menyebarkan berita kedatangan Aisyah RA bersama dengan lelaki lain.
Ali dan Aisyah dalam Kerangka Hadits Ifki
Latar belakang Hadits Ifki berasal dari perang Kaum Muslim yang dipimpin Rasulullah SAW dengan Suku Bani Musthaliq pada bulan Sya’ban tahun 5 hijriyah. Perang ini dinamakan dengan Muraisi’/ Marisi’ yang dimenangkan oleh Rasulullah SAW.
Sebagaimana adat kebiasaan Rasulullah SAW ketika berangkat perang akan mengundi istri beliau yang akan disertakan dalam rombongan perang. Dan Aisyah RA mendapat giliran untuk mendampingi Rasulullah dalam pasukan perang.
Letak suku Bani Musthaliq berada di antara Kota Madinah diutara dan Makkah di Selatan. Suku ini sama halnya dengan suku-suku Quraish yang memusuhi Islam ketika Nabi Muhammad SAW mulai mendakwahkannya. Suku ini adalah pecahan dari suku yang lebih besar bernama Suku Bani Khuza’ah yang beradadi Oase Muraisi’.
Dalam perjalanan pulang, Aisyah RA yang menunggang Kuda bersekedup (sejenis tenda dipunggung unta) berhenti untuk menunaikan hajat. Ketika hendak bergegas ke rombongan, ia sadar bahwa kalungnya terjatuh. Dengan segera Aisyah RA mencari kalung tersebut ditempat beliau berhajat.
Ketika ditemukan, ummul mukminin bersegera kembali kerombongan, akan tetapi sudah terlebih dahulu tertinggal. Beliau dengan lemah lunglai tergeletak di atas tanah dan tertidur dihinggapi rasa kebingungan atas nasib dirinya tertinggal rombongan.
Beberapa waktu kemudian, beliau diketemukan oleh Shafwan bin Mu’athal yang bertugas sebagai pasukan pembersih setelah rombongan utama lewat. Ketika Shafwan bin Mu’athal melihat pertama kali sesosok bayangan hitam tergeletak ditanah tidak mengira bahwa itu adalah ummul mukminin.
Ia mengenali sosok tersebut sebagai Ummul Mukminin karena pernah melihat Aisyah RA tidak memakai hijab sebelum turunnya syariat berhijab. Ketika pertama kali menemukan sosok Aisyah RA, Shafwan seketika mengucapkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun.
Setelah menemukan Aisyah RA tertinggal rombongan, Shafwan mempersilahkan Asiyah RA untuk naik keunta dan segera menyusul rombongan. Unta yang dituntun Shafwan dapat menyusul rombongan pasukan Rasulullah SAW ketika sedang beristirahat dari sengatan panas siang padang pasir.
Hadits Ifki atau berita kabar bohong baru tersebar dari mulut ke mulut ketika pasukan sampai di kota Madinah. Gembong penyebar berita palsu ini berasal dari tokoh munafik bernama Abdullah bin Ubay bin Salul.
Dukungan mulut ember juga berasal dari Misthah bin Utsatsah, Hasan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy. Fitnah dalam peristiwa Hadits Ifki ini menjadi pembelajaran untuk jangan sampai menyebarkan berita yang tidak terkonfirmasi benar.
Berita tentang dalam hadits Ifki sampai mendorong Ali bin Abi Thalib memberikan komentar kepada Rasulullah SAW. Komentar Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah SAW diungkapkan KH. Bahaudin Nursalim menjadi sebab hubungan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah menjadi renggang.
Ali berkomentar kepada Rasulullah SAW, bahwa ‘Ali tidak mengetahui benar atau salah kejadian yang menjadi gosip di Madinah (tentang perzinahan Aisyah), akan tetapi Ali menambahi bahwa wanita selain Aisyah RA banyak’.
Komentar Ali bin Abi Thalib ini menjadi bahan kekurang cocokan Aisyah RA kepada menantunya tersebut. Karena secara tidak langsung Ali bin Abi Thalib meminta Rasulullah SAW tidak usah membimbangkan Aisyah atas gosip yang beredar.
Rasulullah SAW bisa mencari wanita lain selain Aisyah RA. Tidak syak kejadian ini membuat Ali dan Aisyah RA sering berbeda pandangan bahkan dalam hal bai’at kepemimpinan.
Peristiwa hadits ifki benar-benar membuat hati Rasulullah SAW menjadi bimbang, akan tetapi hilang setelah Allah SWT membuat penjelasan sebagaimana dalam Al-Qur’an surat an-Nuur ayat 11-22. Setelah turunnya ayat ini maka Shafwan bin Mu’athal terbebas dari tuduhan. Dan nama Aisyah kembali bersih terbebas dari fitnah yang keji.
Hadits Ifki dalam Konteks Hukum
Hadits Ifki tentang tuduhan zina yang dilakukan oleh Ummul Mukminin menjadi tonggak dalam mensikapi berita bohong/ hoaks. Bahwa pembuat dan penyebar berita bohong terkena had hukuman sebagaimana Abdullah bin Ubay bin Salul.
Hukuman kepada orang yang memproduksi, menyebarkan atau mentransmisikan berita bohong pada masa Rasul dilakukan dengan mendera/ mencambuk pelaku sebanyak 80 kali. Hukuman itu merupakan peringan hukuman yang kelak akan diterima di akhirat.
لَوْلا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (١٣
Artinya; “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta” (Qs. An-Nuur: 13)
Allah SWT membuat sebuah hukum bahwa ketika menuduh orang berzina maka hendaknya membawa 4 orang saksi yang adil sebagai pembuktian. Hadits ifki menjadi hikmah dalam kehidupan modern ketika menuduh seseorang harus diserakan bukti valid dan kuat. Jika tidak dapat mendatangkan bukti atau saksi maka tuduhannya tertolak secara hukum.
Hukum tentang tuduhan yang tidak terbukti dibabkan khusus dalam Ilmu fikih yang disebut sebagai Qadzaf atau tuduhan zina. Jika pelaku Qadzaf tidak dapat membuktikan tuduhannya akan berimbas kepada konsekuensi sebagai berikut;
- Dicambuk delapan puluh kali.
- Ditolak persaksiannya selama-lamanya.
- Dihukumi fasik, bukan orang baik di sisi Allah SWT dan dalam pandangan manusia.
Jika pelaku penuduh zina melakukan tobat, maka kesaksiannya dipulihkan kembali, dengan catatan harus menarik perkataan yang terkait dengan tuduhan tersebut. Maka dari hadits ifki umat Islam bisa belajar tentang kehati-hatian dalam menyebarkan berita belum terkonfirmasi kejelasannya.
Ash-shawabu Minallah