Hadits Shahih Al-Bukhari No. 151 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 151 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memberi judul dengan “istinja’ dengan batu” hadis ini menjelaskan bahwa suatu hari ketika Abu Hurairah mengikuti Rasulullah saw yang keluar buang hajat Abu Hurairah mendapati bahwa Nabi tidak menoleh ke belakang sedikit pun. Nabi meminta Abu Hurairah membawakannya beberapa buah batu guna beristinja dengannya.  Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 72-74.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَكِّيُّ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدِ بْنِ عَمْرٍو الْمَكِّيُّ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ اتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ فَكَانَ لَا يَلْتَفِتُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا أَوْ نَحْوَهُ وَلَا تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلَا رَوْثٍ فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ بِطَرَفِ ثِيَابِي فَوَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ وَأَعْرَضْتُ عَنْهُ فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Muhammad Al Makki] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Amru bin Yahya bin Sa’id bin ‘Amru Al Makki] dari [Kakeknya] dari [Abu Hurairah] ia berkata, “Aku mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau keluar untuk buang hajat, dan beliau tidak menoleh (ke kanan atau ke kiri) hingga aku pun mendekatinya. Lalu Beliau bersabda: “Carikan untukku batu untuk aku gunakan beristinja’ dan jangan bawakan tulang atau kotoran hewan.” Lalu aku datang kepada beliau dengan membawa kerikil di ujung kainku, batu tersebut aku letakkan di sisinya, lalu aku berpaling darinya. Setelah selesai beliau gunakan batu-batu tersebut.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 295 – Kitab Haid

Keterangan Hadis: Imam Bukhari memaksudkan bah ini sebagai bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa istinja’ hanya menggunakan air. Adapun dalil yang mengindikasikan hal itu dapat kita pahami dari perkataan beliau, أَسْتَنْفِضْ بِهَا (Agar aku pakai untuk beristinja’).

فَدَنَوْت مِنْهُ (Akupun mendekatinya). Dalam riwayat Al Isma’ili ditambahkan, أَسْتَأْنِس وَأَتَنَحْنَح (Dengan perlahan seraya aku batuk-batuk kecil). Maka beliau SAW bertanya, “Siapa itu?” Aku menjawab, “Abu Hurairah.”

وَلَا تَأْتِنِي (Dan jangan engkau bawakan kepadaku) seakan-akan beliau SAW merasa khawatir jika Abu Hurairah memahami sabdanya, “Agar aku pakai untuk beristinja’ … ” yaitu semua yang dapat menghilangkan bekas najis serta membersihkan tempat keluarnya juga dapat mcncukupi ( untuk dipakai beristinja’ ), dan bukan hanya batu. Beliau SAW hanya menycbutkan tulang dan kotoran adalah sebagai isyarat bahwa selain keduanya dapat dipakai untuk beristinja’.

Andaikata yang dipakai bcristinja’ selain air hanyalah batu sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama madzhab Hambali dan golongan zhahiriyah- niscaya pcnyebutan tulang dan kotoran pada teks hadits akan kehilangan maknanya. Hanya saja batu disebutkan secara khusus dalam teks hadits, karena batu mcrupakan benda yang banyak ditemukan dan mudah didapat di mana-mana.

Baca Juga:  Hadits-hadits yang Menerangkan Keutamaan Hari Jum’at Bagi Umat Islam

Lalu Imam Bukhari mcnambahkan lafazh hadits ini dcngan mengatakan bahwa Abu Hurairah bertanya kepada Nabi SAW setelah beliau selesai beristinja’, “Ada apa dengan tulang dan kotoran?” Nabi SAW menjawab, هُمَا مِنْ طَعَام الْجِنّ (Keduanya adalah makanan jin). Sebab, yang disebutkan dalam riwayat ini secara lahir memberi indikasi bahwa larangan itu hanya bcrlaku khusus bagi kcdua bcnda terscbut. Kemudian kedua hal itu dianalogikan dengan semua makanan manusia, karena makanan manusia lebih pantas untuk tidak dipakai beristinja’ dibandingkan makanan jin. Demikian pula dengan hal-hal yang dimuliakan seperti kertas yang bertuliskan ilmu.

Adapun mereka yang berpandangan bahwa yang menjadi sebab Jarangan beristinja’ dengan kotoran adalah karena kotoran tersebut termasuk najis, maka mereka memperluas Jarangan tersebut pada seluruh benda yang tergolong najis.

Demikian pula dengan pandangan yang mengatakan bahwa sebab Jarangan menggunakan tulang untuk beristinja’, adalah karena sifatnya yang licin sehingga tidak dapat menghilangkan najis secara baik, maka hukum ini diberlakukan pula bagi seluruh benda yang memiliki sifat serupa; misalnya kaca dan sebagainya. Pendapat ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ad­Daruquthni (scraya beliau menshahihkannya) dari hadits Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW melarang seseorang untuk istinja’ dengan kotoran atau tulang, dan beliau SAW bersabda, إِنَّهُمَا لَا يُطَهِّرَانِ (Sesungguhnya keduanya tidak dapat mensucikan).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 29-30 – Kitab Iman

Riwayat Ad-Daruquthni ini merupakan bantahan bagi pendapat yang mengatakan bahwa beristinja’ dengan menggunakan tulang dan kotoran dianggap mencukupi, meskipun ha] itu terlarang. Pada pembahasan mendatang akan disebutkan kisah utusan jin serta kapan peristiwa itu terjadi.

فَلَمَّا قَضَى (Ketika telah selesai) yakni selesai buang hajat, beliaupun beristinja’. Dalam hadits ini terdapat keterangan bolehnya untuk mengikuti orang-orang terhormat, meski tanpa diperintah. Juga diperkenankan bagi seorang imam (pemimpin) memperbantukan sebagian masyarakatnya untuk memenuhi keperluannya. Faidah lain adalah; keharusan memalingkan muka dari orang yang sedang buang hajat, membantu menghadirkan hal-hal yang dapat dipakai beristinja’ dan menyiapkannya di dekatnya agar orang yang sedang buang hajat itu tidak perlu lagi mencari apa yang dia gunakan untuk beristinja’ setelah selesai buang hajat, sehingga tidak mengakibatkan bau yang tidak enak.

M Resky S