Hadits Shahih Al-Bukhari No. 227 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 227 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Kencing unta, binatang ternak dan kambing serta kandangnya” hadis ini mengemukakan Rasulullah saw biasa salat ditempat kambing (kandang kambing) sebelum masjid dibangun. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 334-335.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو التَّيَّاحِ يَزِيدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Adam] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Abu At Tayyah Yazid bin Humaid] dari [Anas] berkata, “Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kandang kambing.”

Keterangan Hadis: Hadits tentang shalat di tempat-tempat berkumpulnya kambing telah dijadikan dalil oleh mereka yang berpandangan bahwa air kencing dan kotoran kambing adalah suci. Mereka berkata, “Sebab tempat-tempat seperti itu tidak luput dari hal-hal tersebut, sehingga menjadi bukti bahwa mereka bersentuhan langsung ketika shalat, dan itu menunjukkan bahwa kencing dan kotoran tersebut tidak najis.”

Baca Juga:  Benarkah Sunnah Nabi 'Harus' Semuanya Dilakukan? Baca Ini dan Pahami Penjelasannya!

Orang-orang yang berdalil seperti ini dibantah dengan mengemu­kakan adanya kemungkinan bahwa mereka memakai alas. Namun bantahan ini dapat dijawab dengan mengatakan, bahwa bukan menjadi kebiasaan mereka shalat dengan menggunakan alas yang membatasi mereka dengan tanah.

Hanya saja peryataan inipun masih perlu diper­tanyakan, sebab ia hanya merupakan persaksian atas tidak adanya sesuatu (sementara tidak adanya pengetahun tentang sesutu tidak dapat dijadikan bukti bahwa sesuatu itu tidak ada). Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa pemyataan tersebut disandarkan kepada dalil pokok.

Adapun jawaban yang paling baik adalah riwayat yang dinukil dalam kitab Shahih Bukhari Muslim dari Anas, bahwa Nabi SAW pemah shalat di atas tikar di rumah mereka. Telah terbukti pula kebenaran riwayat yang berasal dari Aisyah, dimana dikatakan bahwa beliau SAW pemah shalat dengan menggunakan alas selendang.

Baca Juga:  Memahami Hadis ‘Sampaikanlah Walau Satu Ayat’, Baca Ini Wahai Sahabat Hijrah

Ibnu Hazm berkata, “Hadits di atas telah dihapus hukumnya, sebab di dalamnya disebutkan bahwa perbuatan itu dilakukan sebelum didirikan masjid yang barang tentu hal itu terjadi pada permulaan hijrah. Sementara telah diriwayatkan melalui jalur yang shahih dari Aisyah bahwa beliau SAW memerintahkan mereka membangun masjid di rumah-rumah lalu diberi wewangian serta selalu dibersihkan. ( diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud serta selain keduanya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah maupun ulama-ulama yang lain). Senada dengan ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dari hadits Samurah, lalu beliau menambahkan, “Dan hendaklah kami selalu membersihkannya.” Ibnu Hazm berkata, “Hal ini terjadi setelah dibangunnya masjid.”

Perkataan beliau tentang penghapusan hukum menandakan bahwa hal itu pada awalnya dibolehkan kemudian dilarang, tapi hal ini perlu ditinjau kembali. Sebab, restu dari beliau SAW untuk shalat di tempat­tempat berkumpulnya kambing dicantumkan dalam riwayat Imam Muslim dari hadits Jabir bin Samurah.

Hanya saja diakui bahwa dalam riwayat tersebut terdapat indikasi sucinya tempat-tempat berkumpulnya kambing, akan tetapi dalam riwayat itu pula terdapat larangan untuk shalat di tempat-tempat berkumpulnya unta.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 275-276 – Kitab Mandi

Andaikata izin untuk shalat di tempat-tempat berkumpulnya kambing berkonsekuensi pada sucinya tempat-tempat tersebut, maka tentu larangan untuk shalat di tempat­tempat berkumpulnya unta berkonsekuensi pula pada najisnya tempat­-tempat yang dimaksud.

Padahal tidak seorang ulama pun yang membeda­kan hukum kedua tempat itu, karena sesungguhnya makna yang ter­kandung dalam izin serta larangan tersebut adalah sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan masalah suci atau najis. Bahkan makna tersebut adalah bahwa kambing termasuk hewan surga sedangkan unta diciptakan dari syetan, wallahu a ‘lam.

M Resky S