Hadits Shahih Al-Bukhari No. 387 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 387 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memberi hadits-hadits berikut dengan judul bab “Masalah Kiblat dan Pendapat yang Mengatakan tidak Perlu Mengulangi Shalat bagi Orang yang Shalat dan Lupa Menghadap Kiblat”. Keterangan haditst dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 108-110.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَافَقْتُ رَبِّي فِي ثَلَاثٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اتَّخَذْنَا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى فَنَزَلَتْ { وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى } وَآيَةُ الْحِجَابِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَمَرْتَ نِسَاءَكَ أَنْ يَحْتَجِبْنَ فَإِنَّهُ يُكَلِّمُهُنَّ الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ فَنَزَلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ وَاجْتَمَعَ نِسَاءُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْغَيْرَةِ عَلَيْهِ فَقُلْتُ لَهُنَّ { عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبَدِّلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ } فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ قَالَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنِي حُمَيْدٌ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا بِهَذَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Amru bin ‘Aun] berkata, telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dari [Humaid] dari [Anas bin Malik] berkata, [‘Umar bin Al Khaththab], “Aku memiliki pemikiran yang aku ingin jika itu dikabulkan oleh Rabbku dalam tiga persoalan. Maka aku sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Wahai Rasulullah, seandainya Maqam Ibrahim kita jadikan sebagai tempat shalat? Lalu turunlah ayat: ‘(Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat) ‘ (Qs. Al Baqarah: 125). Yang kedua tentang hijab. Aku lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, seandainya Tuan perintahkan isteri-isteri Tuan untuk berhijab karena yang berkomunikasi dengan mereka ada orang yang shalih dan juga ada yang fajir (suka bermaksiat).’ Maka turunlah ayat hijab. Dan yang ketiga, saat isteri-isteri beliau cemburu kepada beliau (sehingga banyak yang membangkang), aku katakan kepada mereka, ‘Semoga bila Beliau menceraikan kalian Rabbnya akan menggantinya dengan isteri-isteri yang lebih baik dari kalian.’ Maka turunlah ayat tentang masalah ini.” Abu Abdullah berkata; telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Maryam] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin Ayyub] berkata, telah menceritakan kepadaku [Humaid] ia berkata, Aku mendengar [Anas] seperti hadits ini.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 579 – Kitab Adzan

Keterangan Hadits: وَافَقْتُ رَبِّي فِي ثَلَاثٍ (aku sesuai dengan Tuhanku dalam tiga hal) yakni tiga peristiwa. Adapun maknanya, Tuhanku telah merestuiku, maka Dia menurunkan Al Qur’an sesuai pandanganku. Akan tetapi untuk menjaga adab, maka Umar menyatakan kesepakatan itu dari dirinya. Atau dia mengisyaratkan kepada pandangannya yang baru sementara hukum telah ada sebelumnya.

Tidak ada indikasi bahwa disebutkannya ketiga hal itu secara khusus berarti menafikan selain ketiga hal tersebut, sebab peristiwa seperti yang dimaksud telah dialami oleh Umar dalam kesempatan lain, Di antara yang masyhur adalah kisah tawanan perang Badar dan menshalati jenazah orang munafik, dimana kedua hal itu disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari.

Imam Tirmidzi men-shahih-kan dari hadits Ibnu Umar bahwasanya beliau bersabda, “Tidaklah terjadi suatu hal pada manusia, lalu mereka mengeluarkan pendapat tentang hal itu sedang Umar mengeluarkan pendapat yang lain, melainkan Al Qur ‘an akan turun mengenai hal tersebut sesuai apa yang dikatakan Umar.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 59 – Kitab Ilmu

Riwayat ini menunjukkan betapa pandangan atau pendapat Umar sering sesuai dengan wahyu. Maksimal yang dapat kami temukan yaitu kejadian seperti di atas pada diri Umar yang tidak kurang dari lima belas kali, akan tetapi jumlah tersebut hanya berdasarkan apa yang dinukil kepada kami.

Adapun pembahasan tentang maqam Ibrahim telah dijelaskan sebelumnya, sementara pembahasan tentang hijab akan diterangkan pada tafsir Surah Al Ahzaab. Demikian pula dengan masalah takhyir (memberi pilihan) pada tafsir surah At-Tahriim.

Adapun perkataan dalam riwayat ini, “Dan istri-istri Nabi SAW bersatu dalam hal kecemburuan terhadap beliau SAW, maka aku katakan kepada mereka… ” dan seterusnya. akan disebutkan melalui jalur lain dari Humaid dalam tafsir surah Al Baqarah pada bab “lsyratunnisa’ (cara bergaul dengan istri)” di bagian akhir kitab “Nikah”.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini cocok untuk disebutkan pada bab terdahulu, yaitu perkataannya “Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai mushalla“. Jawaban mengenai hal ini dikatakan bahwa Imam Bukhari lebih memilih menyebutkan hadits lbnu Umar di tempat terse but karena had its itu menerangkan dengan jelas bahwa hal itu telah dilakukan oleh Nabi SAW berbeda dengan hadits Umar yang disebutkan di sini.

Adapun kesesuaian riwayat Umar dengan judul bab telah disebutkan oleh Al Karmani, bahwa yang dimaksud pada judul bab adalah keterangan tentang kiblat dan segala yang berkaitan dengannya. Bagi orang yang menafsirkan “maqam Ibrahim” dengan “Ka’bah”, maka pernyataan Al Karmani tersebut cukup jelas. Demikian pula mereka yang menafsirkannya dengan “Al Haram” secara keseluruhan, sehingga huruf مِنْ pada firman-Nya, مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى bermakna “sebagian” dan مُصَلًّى bermakna “kiblat”. Namun bagi mereka yang menafsirkan maqam Ibrahim adalah batu bekas tapak beliau -dan ini yang lebih tepat- maka hadits itu berkaitan dengan sesuatu yang berhubungan dengan Ka’bah dan tidak berkaitan dengan Ka’bah itu sendiri.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 288 – Kitab Haid

lbnu Rasyid berkata, “Hubungan hadits ini dengan judul bab adalah isyarat mengenai ijtihad dalam masalah kiblat, karena Umar berijtihad memilih agar mushalla berada di maqam Ibrahim yang terletak di hadapan Ka’bah. Dengan demikian dia memilih salah satu sisi kiblat berdasarkan ijtihadnya, dan hal itu sesuai dengan wahyu yang diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang berijtihad (bersungguh-sungguh) mencari arah kiblat, maka hasil yang didapatkannya dianggap benar selama ia telah mengerahkan segala kemampuannya.

M Resky S