Hadits Shahih Al-Bukhari No. 495-496 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 495-496 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Shalat adalah Penebus Dosa” dan “Keutamaan Shalat Pada Waktunya” Hadis menjelaskan asbabun nuzul surah Hud ayat 114. Hadis berikutnya menjelaskan tentang pertanyaan salah seorang sahabat Nabi saw tentang amal yang terbaik. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 333-336.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَجُلًا أَصَابَ مِنْ امْرَأَةٍ قُبْلَةً فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { أَقِمْ الصَّلَاةَ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ } فَقَالَ الرَّجُلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلِي هَذَا قَالَ لِجَمِيعِ أُمَّتِي كُلِّهِمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai’] dari [Sulaiman At Taimi] dari [Abu ‘Utsman An Nahdi] dari [Ibnu Mas’ud], bahwa ada seorang laki-laki mencium seorang wanita, ia lalu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengabarkan kepada beliau. Maka turunlah firman Allah: ‘(Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk).’ (Qs. Huud: 114). Laki-laki itu lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ini khusus buatku?” beliau menjawab: “Untuk semua umatku.”

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ الْعَيْزَارِ أَخْبَرَنِي قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ يَقُولُ حَدَّثَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ وَأَشَارَ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

Baca Juga:  Memahami Hadits tentang Memanah Berkuda dan Berenang di Zaman Sekarang

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Walid Hisyam bin ‘Abdul Malik] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Al Walid bin Al ‘Aizar] berkata, Aku mendengar [Abu ‘Amru Asy Syaibani] berkata, “Pemilik rumah ini menceritakan kepada kami -seraya menunjuk rumah [‘Abdullah] – ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Kemudian berbakti kepada kedua orangtua.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah.” ‘Abdullah berkata, “Beliau sampaikan semua itu, sekiranya aku minta tambah, niscaya beliau akan menambahkannya untukku.”

Keterangan Hadis: Orang laki-laki tersebut bemama Abu Al Yusr Al Anshari seperti yang diceritakan Imam Tirmidzi dan lainnya. Adapun nama wanita tersebut belum diketahui dengan jelas. Namun dalam sebagian hadits disebutkan bahwa wanita itu dari golongan Anshar.

لِجَمِيعِ أُمَّتِي كُلِّهِمْ (Untuk seluruh umatku) Di sini terkesan berlebihan dalam penyebutan ta ‘kid (penekanan dengan lafazh Jami’ dan kull).Dalam riwayat Al Mustamli, lafazh كُلِّهِمْ (semuanya) tidak disebutkan. Faidah hadits ini dijelaskan dalam akhir pembahasan tafsir surah Huud.

Golongan Murji’ah menjadikan dalil hadits ini untuk menyatakan, bahwa perbuatan baik bisa menghapus dosa-dosa besar dan kecil. Sedangkan jumhur ulama Ahlu Sunnah mencukupkan dengan dosa kecil saja.

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى (apakah perbuatan yang paling dicintai Allah?) Dalam riwayat Malik bin Mighwal disebutkan أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَل (apakah perbuatan yang lebih utama?) begitu juga dalam kebanyakan riwayat.

Nabi sering memberikan jawaban yang berbeda-beda kepada orang yang bertanya tentang amal yang paling baik. Para ulama mengatakan bahwa hal itu disebabkan perbedaan kondisi para penanya. Maka Nabi menjawab sesuai dengan apa yang mereka butuhkan atau apa yang mereka senangi, atau apa yang sesuai dengan keadaan mereka. Atau juga perbedaan itu karena perbedaan waktu, di mana perbuatan tertentu pada suatu saat lebih utama daripada perbuatan yang lain.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 7 - Kitab Iman

Pada permulaan Islam, jihad merupakan perbuatan yang paling utama. Dalam nash-nash lain dijelaskan bahwa shalat lebih utama daripada sedekah. Namun di saat banyak terjadi kelaparan yang melanda masyarakat, maka sedekah lebih utama.

Ibnu Daqiq Al Id berkata, “Perbuatan yang disebutkan dalam hadits itu adalah perbuatan yang bersifat badaniyah, dengan maksud menjaga keimanan, maka ia tidak bertentangan dengan hadits أَفْضَل الْأَعْمَالِ إِيمَان بِاللَّهِ (perbuatan yang paling utama adalah iman kepada Allah)  karena iman adalah perbuatan hati.”

الصَّلَاة عَلَى وَقْتِهَا (Shalat tepat pada waktunya) Ibnu Baththal mengatakan, bahwa shalat tepat pada waktunya adalah lebih utama daripada mengakhirkannya, sebab syarat shalat menjadi perbuatan yang paling dicintai adalah jika dikerjakan pada waktu yang disukai (mustahab).

قَالَ ثُمَّ أَيٌّ (Lalu apa lagi?) Yang benar lafazh أَيٌّ tidak di-tanwin­kan karena perkataan tersebut tidak berhenti dan penanya masih menunggu jawabannya. Sedangkan bacaan tanwin tidak boleh diberhentikan. Untuk itu )ika dibaca tanwin tapi. diteruskan, maka merupakan suatu kesalahan. lbnu Al Jauzi menceritakan dari lbnu Al Khasyab bahwa dia membacanya dengan tanwin, karena lafazh tersebut mu’rab dan tidak di-mudhaf-kan (dinisbatkan kepada lafazh sesudahnya).

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ (Nabi bersabda, “Berbuat baik kepada kedua orang tua.”) Dalam riwayat Al Mustamli disebutkan, dengan tambahan kata ثُمَّ

Sebagian ulama berkata, “Hadits ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Luqmaan ayat 14 yang berbunyi, (Hendaknya kamu bersyukur kepada-Ku dan berterimakasih kepada kedua orang tuamu).”

Seolah-olah hal itu diambil dari tafsir lbnu Uyainah yang berkata, “Barangsiapa shalat lima waktu, maka ia telah berterimakasih kepada Allah; dan barangsiapa berdoa untuk kedua orangtuanya setelah shalat, maka ia berterima kasih kepada mereka.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 348-349 – Kitab Shalat

وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ (jika aku ingin menambahkan) Kemungkinan maksudnya adalah jenis perbuatan utama sepertinya, atau mungkin juga dimaksudkan pertanyaan yang dibutuhkannya. Imam Tirmidzi menambahkan dari jalur Al Mas’udi dari Walid, “Lalu Rasulullah diam terhadapku, maka jika aku menambahkan (bertanya lagi), niscaya beliau akan menambahkannya (menjawab lagi).”

Seakan-akan dia merasakan adanya kesulitan dari Rasulullah. Hal ini dikuatkan dalam riwayat Muslim yang menyebutkan, (aku tidak meninggalkan untuk bertanya lagi melainkan agar Rasulullah tidak merasa bosan)

Pelajaran yang dapat diambil:

1. Keutamaan menghormati kedua orang tua.

2. Amal kebajikan mempunyai kelebihan antara yang satu dengan yang lain.

3. Menanyakan berbagai macam persoalan dalam satu waktu.

4. Bersikap lemah lembut terhadap seorang yang alim.

5. Tidak banyak bertanya untuk menghindari kebosanan.

6. Sikap para sahabat yang selalu menghormati Nabi SAW dan lemah lembut kepada beliau.

7. Memberi petunjuk kepada orang yang membutuhkannya meskipun terasa agak memberatkan dan menyulitkan. 8. Ibnu Bazizah mengatakan, bahwa yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah mendahulukan jihad daripada semua amal perbuatan yang bersifat badaniah, karena dalam jihad terdapat unsur mengeluarkan segala kemampuan dan jiwa, kecuali sabar untuk menjaga dan melaksanakan shalat pada waktunya serta berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan kewajiban yang harus selalu dijalankan dan berulang-ulang. Hanya orang-orang yang teguh dan jujur yang mampu melaksanakannya di bawah pengawasan Allah SWT.

M Resky S