Perkembangan Intelektual Islam dari 750 Masehi Sampai Sekarang

Perkembangan Intelektual Islam dari 750 Masehi Sampai Sekarang

PeciHitam.org Sebagai seorang muslim, belajar adalah suatu kewajiban yang sudah diwajibkan. Kita haruslah terus berproses menggali pengetahuan yang belum kita kuasai. Tidak hanya melulu soal agama saja, ilmu kontemporer juga perlu dikuasai agar seorang muslim mampu bersaing di dunia sains.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jika melirik pada sejarah tokoh-tokoh dalam keilmuan, kita seyogyanya meniru perjuangan dalam mengambil peran dalam Dunia keilmuan. Berikut perkembangan yang dapat kita saksikan alur dan progresnya.

3 Fase Perkembangan Intelektual Islam

Dilihat dari segi perkembangannya, teori Harun Nasution mengelompokkan sejarah intelektual islam ke dalam tiga masa, yaitu masa klasik antara 750-1250 M, masa pertengahan antara 1250-1800 M, dan masa modern sejak 1800-sekarang.

1. Pada masa klasik (750-1250 M)

Yakni sejak lahirnya nabi Muhammad saw, masa Khulafa’ al-Rasyidin, tabi’in sampai tabi’it tabi’in, atau sampai masa Khilafah Abbasiyah. Pada masa inilah umat Islam mengalami kemajuan pesat di berbagai bidang.

Banyak ulama terkemuka yang muncul pada masa ini, seperti Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula para filosof Muslim seperti al-Kindi pada 801 M, seorang filosof pertama Muslim.

Di antara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Selain al-Kindi, pada abad itu lahir pula para filosof besar seperti al-Razi yang lahir tahun 865 M, dan al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun agung sistem filsafat.

Baca Juga:  Kisah Rasulullah dan Kaum Muslimin Hijrah ke Negeri Habasyah (Ethiopia)

Pada abad berikutnya lahir pula filosof terkemuka Ibn Miskawaih pada 930 M yang terkenal pemikirannya tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibnu Sina pada tahun 1037 M, Ibn Bajjah pada 1138 M, Ibn Tufail pada 1147 M dan Ibn Rusd pada 1126 M.

2. Pada masa pertengahan (1250-1800 M)

Dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa, ini dinilai merupakan fase kemunduran, karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dan dunia dengan akhirat.

Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Sebagian pemikir Islam kontemporer sering melontarkan tuduhan kepada al-Ghazali sebagai orang yang pertama menjauhkan filsafat dengan agama sebagaimana diketahui melalui tulisannya Tahafut Falasifah (Kerancuan Filsafat).

Tulisan al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut Tahafud (Kerancuan di atas Kerancuan). Akan tetapi, tuduhan tersebut sebenarnya perlu dicermati lebih jernih lagi.

Sebab, apa yang sebenarnya dilakukan oleh al-Ghazali adalah kritik terhadap para filosof yang dianggapnya tidak memiliki argumen yang kuat, bahkan ada yang bertentangan dengan Islam.

Al-Ghazali akhrinya menempuh jalan tasawuf, karena baginya tasawuf lah satu-satunya pengetahuan yang dapat menim bulkan keyakinan tentang Tuhan.

3. Pada masa modern, yakni sejak 1800 M sampai sekarang

Ditandai dengan hadirnya berbagai upaya pembaharuan dan kebangkitan Islam, baik di Turki, Music, India, maupun berbagai penjuru dunia Islam lainnya. Pada masa-masa ini sebagian besar negara Islam berada di bawah pengaruh kolonialisme bangsa Eropa dan Barat.

Baca Juga:  Sejarah Perkembangan Syarah Hadis Pada Masa Awal / Masa Nabi

Bangkitnya pembaharuan pemikiran Islam di kalangan para ulama, seperti yang dilakukan oleh Jalaluddin al-Afghani (Afghanistan), Muhammad Abduh (Mesir), Syech Waliullah al-Dhihlawi, Syed Ahmad Khan (India), Bediuzzaman Said Nursi (Turki), Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari (Indonesia), serta masih banyak lainnya.

Mereka berupaya untuk memajukan umat dan keluar dari kemelut yang dihadapinya. Apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu patut kita tiru dan teruskan perjuangan nya, sehingga kejayaan umat Islam dapat diraih kembali.

Meskipun demikian, harus diakui bahwa sampai saat ini umat Islam masih jauh tertinggal dengan negara-negara lain dalam hal ilmu dan teknologi modern. Negara-negara Islam jauh tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru yang Protestan; Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katholik; Eropa Timur yang Katholik Ortodox; Israel yang Yahudi; India yang Hindu; Cina, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura yang Budhis Konfusianis; Jepang yang Budhis Taois; Thailand yang Buddhis. Praktis di semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islam adalah yang paling rendah dalam sains dan teknologi.

Pertanyaan mendasar yang sering dilontarkan oleh para intelektual muda muslim adalah mengapa umat Islam tidak bisa menguasai ilmu dan teknologi modern? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana, yaitu karena orang Islam tidak serius melanjutkan tradisi keilmuan yang diwariskan oleh para ulama besar pada masa klasik.

Baca Juga:  Kisah Cinta Sayyidina Ali Dan Fatimah Az Zahra (Cinta Dalam Diam)

Diharapkan bahwa dengan semakin meningkatnya partisipasi umat Islam dalam pendidikan tinggi, terutama yang berbasis Perguruan Tinggi Umum, dalam menginternalisasikan nilai-nilai keislaman dalam berbagai disiplin ilmu yang sedang digelutinya.

Dengan begitu problem dikotomi ilmu yang dihadapi oleh umat Islam saat ini, seperti pemisahan antara iman dan ilmu, wahyu dan akal, jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi, serta dikotomi antara ilmu agama dan umum, dapat dipertemukan kembali.

Sebab, dari situlah kebangkitan umat Islam berawal. Tanpa mempertemukan kedua aspek yang masih diperlakukan secara dikotom tersebut, umat Islam akan tetap dalam posisi ketergantungan dengan dunia Eropa dan Barat yang unggul di bidang ilmu dan teknologi.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan