Perang Khandaq, Peristiwa Besar Islam yang Terjadi di Bulan Syawal

perang khandaq

Pecihitam.org – Perang Khandaq adalah salah satu perang yang terkenal dalam sejarah Islam. Di mana, umat Islam menggunakan strategi perang yang unik untuk mengalahkan pasukan musuh. Yaitu dengan membuat parit raksasa mengelilingi Madinan untuk menghalau musuh.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun ke-4 atau ke-5 H. Penyebab berkobarnya perang Khandaq ini adalah ketika Bani Nadhir diusir oleh Rasulullah saw karena telah mengkhianati perjanjian dan berupaya mencelakai Nabi dengan menjatuhi batu besar.

Dari situ sekelompok Yahudi Bani Nadhir dari Khaibar dan Bani Wail berangkat menuju Makkah untuk membentuk persekutuan dengan Bani Quraisy untuk bersama-sama memerangi Rasulullah Saw.

Bani Quraisy menanggapi mereka dengan mengajukan pertanyaan, “Wahai Yahudi! Kalian semua adalah Ahli Kitab yang awal, dan kalian mengetahui sesuatu yang kami perselisihkan dengan Muhammad. Apakah agama kami lebih baik, atau agama Muhammad yang lebih baik?”

Yahudi menjawab, “Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad, dan kalian lebih benar daripada Muhammad.” Allah kemudian menurunkan surat an-Nisa’: ayat 51-55 sebagai tanggapan atas dialog kedua kaum tersebut.

Jawaban Yahudi yang demikian membuat hati Quraisy senang dan mereka bersemangat untuk berperang. Setelah itu, Yahudi mendatangi kabilah Ghathafan untuk diajak bersama-sama memerangi Rasulullah. Mereka mengatakan bahwa akan selalu bersama Ghathafan dan memberitakan bahwa Quraisy juga telah turut bergabung.

Persekutuan Suku Quraisy dibawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb dan kabilah Ghathafan di bawah pimpinan Uyainah bin Hishn bin Huzaifah, didukung oleh Bani Murrah dipimpin Harits bin Auf al-Muri, Bani Asyja’ dipimpin Abu Mas’ud bin Rukhailah, Bani Sulaim dipimpin Sufyan bin Abdu Syams, Banu Asad dipimpin Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi, berhasil merekrut pasukan sebanyak 10.000 orang.

Mereka menggelar pertemuan di Marru Dzahraan, sekitar 40 kilometer dari Makkah, untuk melakukan serangan besar-besaran. Pasukan tersebut kemudian meninggalkan Makkan menuju Madinah. Rencana jahat itu terdengar oleh kaum Muslimin.

Ketika Rasulullah mendengar berita akan ada serangan dari Mekkah, dengan segera beliau bermusyawarah dengan sahabat. Apakah akan tetap bertahan di Madinah atau keluar menghadapi pasukan musuh di luar Madinah?

Baca Juga:  Bal'am bin Baura, Doanya Selalu Dikabulkan Allah, Namun Akhir Hidupnya Terlaknat

Kekuatan tentara musuh terbilang sangat besar. Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, pada perang Khandaq ini jumlah kekuatan tentara musuh mencapai 10 ribu orang. Dengan membawa serta 300 ekor kuda dan 1.500 ekor unta.

Sedangkan, menurut Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Hisyam, jumlah tentara kaum Muslimin hanya mencapai 3.000 personel. Bahkan, Ibnu Hazm menyebut jumlah pasukan kaum Muslimin hanya 900 orang.

Dalam musyawarah antara Nabi dan para Sahabat itu, Salman Al-Farisi menggulirkan sebuah idea yang cemerlang. Ia mengusulkan agar umat Muslim menggali parit di wilayah utara kota Madinah, untuk menghubungkan antara kedua ujung Harrah Waqim dan Harrah Al-Wabrah. Daerah ini adalah satu-satunya yang terbuka dan dapat dilalui musuh.

Karena sisi lainnya, bagaikan benteng yang bangunannya saling berdekatan dan dipenuhi pohon-pohon kurma, yang dikelilingi oleh perkampungan kecil yang menyulitkan unta dan pejalan kaki untuk melewatinya.

Usulan Salman Al-Farisi itu diterima Rasulullah SAW beserta para sahabat, mengingat jumlah pasukan tentara musuh yang begitu besar. Lalu, dimulailah proses penggalian.

Menurut Dr. Syauqi Syaqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Nabawi, parit yang digali kaum Muslimin itu terbentang dari utara sampai selatan Madinah. Panjang parit itu mencapai 5.544 meter, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman 3.234 meter.

Sedangkan menurut Dr Akram menyebutkan, panjang parit itu mencapai 5.000 hasta, dan lebarnya sembilan hasta. Setiap 10 orang mendapat jatah untuk menggali sekitar 40 hasta.

Kaum Muhajirin saat itu bertanggung jawab untuk menggali dari sekitar benteng Ratij di sebelah timur sampai benteng Dzubab. Sementara kaum Anshar menggali mulai dari benteng Dzubab sampai Gunung Ubaid di sebelah barat.

Menurut Dr Syauqi, proyek pengerjaan parit yang dilakukan secara gotong-royong itu berhasil diselesaikan selama 9-10 hari. Sedangkan As-Samhudyy dalam Wafa al-Wafa menyebutkan, proses pengerjaan parit itu hanya memakan waktu selama 6 hari.

Tak mudah bagi kaum Muslimin menggali parit sepanjang lebih dari lima kilometer tersebut. Dalam Kitab Fathul Bari dikisahkan, pada peristiwa perang khandaq saat itu kondisi Kota Madinah sangat dingin. Tak hanya itu, karena sedang masa krisis ekonomi, kaum Muslim pun kekurangan bahan makanan sehingga dilanda kelaparan

Baca Juga:  Tidak Belajar Adab, Albani Diserang Oleh Muridnya Sendiri

Rasulullah juga turut berkerja bersama para sahabat, beliau mengangkut tanah sambil menirukan Syair Abdullah bin Rawahah:

اللّهُمَّ لَوْلَا أنت مَا اهْتَدَيْنَا * وَلَا تَصَدّقْنَا وَلَا صَلّيْنَا

فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا * وَثَبّتْ الْأَقْدَامَ إنْ لَاقَيْنَا

المشركون قد بَغَوْا عَلَيْنَا * وَإِنْ أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا

“Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk * Tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat.

Maka turunkanlah ketenangan kepada kami * Serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh.

Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menindas kami * Apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.”

Pasukan muslimin bersiaga di arah Timur, menyandarkan punggung mereka ke gunung Sala’. Sementara pasukan Quraisy berhenti di lembah Majma’ al-Asyal, kemudian Ghathafan berhenti di dekat gunung Uhud. Antara kedua pasukan dipisahkan oleh Khandaq yang digali oleh kaum muslimin. Kafir Quraiys tidak bisa melakukan serangan langsung, mereka hanya bisa melemparkan anak panah dari luar parit.

Setelah beberapa waktu yang cukup lama, sekelompok kaum Quraisy berhasil menerobos melewati parit. Di antara mereka adalah Ikrimah bin Abi Jahal, Amr bin Wudd, dan beberapa orang yang lain. Namun mereka berhasil dikalahkan dan sebagian lagi melarikan diri.

Pertempuran dan saling lempar panah berlangsung sehari penuh, sehingga kaum muslimin tidak bisa melaksanakan salat pada hari itu, dan di qadha pada hari berikutnya.

Rasul lalu menugaskan beberapa orang untuk menjaga Khandaq pada malam hari, agar musuh tidak bisa menerjang masuk. Rasulullah sendiri juga turut berjaga dari sebuah celah pada malam yang sangat dingin.

Rasul kemudian memberikan berita baik kepada para sahabat bahwa mereka akan mendapat pertolongan dan kemenangan.

Ketika bahaya mengancam kaum musimin dari segala penjuru, dari kaum Quraisy, Yahudi, dan orang-orang munafik. Allah kemudian memberikan pertolongan dari sisi yang tidak terduga. Tiba-tiba datanglah Nu’aim bin Mas’ud al-Asyja’i yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Quraiys dan Yahudi Ghathafan.

Dia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah memeluk Islam, tanpa sepengetahuan kuamku. Perintahkan aku untuk melaksanakan tugas darimu, agar aku bisa membantumu.” Rasul bersabda, “Engkau hanya satu orang, lakukan apa saja yang bisa engkau lakukan. Sesungguhnya perang adalah tipu daya”.

Baca Juga:  Sultan Ageng Tirtayasa; Penguasa Kerajaan Banten, Bangsawan dan Pahlawan Nasional

Nu’aim kemudian berhasil membujuk Bani Quraidhah. Dia mengingatkan mereka atas kejadian yang dialami Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir yang diusir dari Madinah dan harta benda serta rumah mereka yang dirampas.

Ia juga mengingatkan bahwa Quraisy bukan bagian dari mereka, sewaktu-waktu Quraisy bisa pulang ke Makkah, sementara mereka akan tetap tinggal di Madinah. Nu’aim mengatakan agar Bani Quraidhah tidak ikut dalam persekutuan perang tersebut. Bani Quraidhah menganggap baik pendapat Nu’aim tersebut, dan mereka menerimanya.

Nu’aim juga berupaya memecah persekutuan pasukan Ahzab dengan menemui para pembesar Quraisy dan Ghathafan. Nu’aim berkata kepada kedua kaum tersebut bahwa segenap kaum Yahudi telah menyesali penghianatan mereka atas Rasullah.

Dilain tempat, Rasulullah Saw tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah Saw:

اللّهُمّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ، سَرِيعَ الْحِسَابِ، اهْزِمْ الأَحْزَابَ، اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ، وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ.

“Wahai Allah yang menurunkan al-Kitab, yang cepat menghisab, semoga Engkau mengalahkan pasukan Ahzab (koalisi), wahai Allah! kalahkanlah mereka, dan tolonglah kami atas mereka”.

Setelah satu bulan Madinah dikepung pasukan Ahzab, Allah kemudian menurunkan pertolongan berupa angin dan badai yang sangat kencang di malam yang sangat dingin, manghancurkan dan menerbangkan kemah-kemah serta membalik periuk mereka.

Pasukan sekutu Quraisy kemudian memutuskan kembali ke Makkah dengan tanpa membawa hasil apa pun. Sementara para penghianat Yahudi bani Quraidhah yang telah dewasa dijatuhi hukuman mati, jumlah mereka sekitar enam ratus atau tujuh ratus orang.

Wallahua’lam …

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik