Tiga Datuk Penyebar Islam di Sulawesi Selatan

Tiga Datuk Penyebar Islam di Sulawesi Selatan

Pecihitam.org – Telah diketahui bahwasanya Agama Islam di Sulawesi Selatan bukanlah agama yang telah ada sejak nenek moyang, melainkan Agama baru yang masuk dan diterima pada awal ke 17 masehi. Islam tidak langsung muncul begitu saja dan tersebar dengan sendirinya. Tentu, ada peran Tokoh yang berjasa menyebarkannya sebagaimana khazanah sejarah penyebaran Islam di wilayah lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tokoh Penyebar Islam di Sulawesi Selatan sendiri dikenal dengan Datuk Tallua (Tiga Datuk), yang dengan senang hati sekaligus dengan jiwa Tabligh nya rela menyampaikan dakwah-dakwah Islamiah hingga menyebarlah Agama Islam hingga seperti saat ini.

Penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan dimulai sejak awal abad 17 atau di akhir abad 16, dan pada proses penyebaran rupanya kerajaan Gowa lah yang berperan besar bahkan dalam jangka waktu kurang lebih 6 tahun kemudian diterima sebagai Agama resmi kerajaan Kembar Gowa Tallo, serta disanalah dikatakan kerajaan besar yang ada di Sulawesi Selatan telah menerima Agama Islam.

Jikalau kita menengok pada historiografi tradisional, tentu kita akan menemukan tiga orang mubalig dari Minangkabau yang merupakan tokoh penyebar Islam di Sulawesi Selatan, yaitu:

Datuk Ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di wilayah timur nusantara.

Baca Juga:  Begini Strategi Dakwah Wali Songo Dalam Islamisasi Di Jawa

Lebih lanjutnya, Mattulada dalam bukunya Sejarah Masyarakat dan kebudayaan Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa setibanya Datuk Ri Bandang di Pelabuhan Tallo kemudian ia melaksanakan Shalat yang tentunya membuat Masyarakat heran.

Berangkat dari sinilah, sang Raja pun menemui Datuk Ri Bandang yang tengah melakukan sesuatu yang terlihat aneh, namun ditengah perjalanan, sang Raja malah bertemu dengan orang tua dan menanyakan hendak kemana sang Raja? Setelah menjawabnya, orang tua tersebut menulis sesuatu diatas kuku ibu jari sang Raja Tallo tak lupa mengirim salam pada orang yang tengah berbuat aneh yang dimaksud (Datuk RI Bandang).

Sesampainya di pantai dan bertemu dengan Datuk Ri Bandang, ia pun membaca tulisan orang tua yang ada pada kuku ibu jari sang raja yang merupakan lafaz Surah Al Fatihah, serta dikatakan pula bahwa yang menemui sang raja diperjalanan adalah penjelmaan Nabi Muhammad Saw. Maka disinilah awal mula pengenalan Agama Islam.

Sedangkan dalam Sejarah lain dikatakan bahwa awalnya Datuk Ri Bandang hendak berdakwah ke Kerajaan Kutai hanya saja Masyarakat disana belum memungkinan, alhasil? Datok Ri Bandang pun ke Makassar (Kerajaan Gowa) bersama dengan Dua Sudaranya, yakni

Baca Juga:  Kebijakan Pemberlakuan Hukum Adat dan Hukum Islam Masa Penjajahan Belanda

Datuk Patimang atau Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke Kerajaan Luwu. Dalam menjelaskan dakwahnya ajaran Tauhid yang menjadi pegangannya dengan metode mempergunakan kepercayaan lama sure I Lagaligo sebagai cara pendekatan.

Datuk ri Tiro, bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad, dengan gelar Khatib Bungsu serta dalam menjalankan dakwahnya ia melakukan pendekatan tasawuf.

Sehingga dalam proses penyebaran Agama Islam di Sulawesi Selatan dikenal dengan tiga Mubalig asal Minangkabau. Yang mana pada proses menyebarkan agama Islam ketiganya membagi wilayah, Datuk Ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di Kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar Islam di Kerajaan Luwu, sementara Datuk Ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba. (Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai pada Abad XVII).

Selain itu, Tiga Mubalig diatas dalam proses Islamisasi di Sulawesi Selatan menggunakan pendekatan Akomodatif, adaptasi struktural dan kultural. Yaitu melalui jalur Struktur Birokrasi lewat Raja, adat istiadat, serta tradisi masyarakat lokal. Sehingga dari sinilah seolah menggambarkan bahwa Islamisasi di Sulawesi Selatan adalah melalui pintu Istana (Raja) (Ambary, 2001: 35; Noordyn, 1972: 19)

Baca Juga:  Peristiwa Fathu Makkah: Pembebasan Kota Makkah oleh Kaum Muslimin

Maka tak heran jikalau tiga Mubalig diatas dianggap paling berjasa dalam mengembangkan agama Islam di Sulawesi Selatan, terutama pada tiga daerah yaitu Gowa, Luwu, dan Bulukumba.

Sekalipun demikian, daerah yang paling dominan dalam mengembangkan agama Islam adalah Kerajaan Gowa, bahkan menjadi pusat penyebaran agama Islam pada daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan.


Sumber Referensi:

  • Wikipedia
  • Sejarah Islam di Sulawesi Selatan oleh Suriadi Mappangara dan Irwan Abbas
  • Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah oleh Anzar Abdullah
Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *