Hadits Shahih Al-Bukhari No. 53-54 – Kitab Iman

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 53-54 – Kitab Iman ini, menjelaskan bahwa setiap sedekah dalam bentuk apapun itu dan dengan hasil usaha sendiri yang diberikan kepada keluarga maka hal itu adalah lebih utama dan lebih banyak pahalanya bahkan apa saja nafkah yang diberikan suami guna kebutuhan sehari-hari istrinya maka itu dinilai sebagai sedekah baginya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Iman. Halaman 252-254.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Minhal] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah mengabarkan kepadaku [‘Adi bin Tsabit] berkata: Aku pernah mendengar [Abdullah bin Yazid] dari [Abu Mas’ud] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apabila seseorang memberi nafkah untuk keluarganya dengan niat mengharap pahala maka baginya Sedekah”.

حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 267-268 – Kitab Mandi

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Al Hakam bin Nafi’] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhri] berkata, telah menceritakan kepadaku [‘Amir bin Sa’d] dari [Sa’d bin Abu Waqash] bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu”.

Keterangan Hadis: إِنَّك (Sesungguhnya engkau yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash, namun dimaksudkan siapa saja yang berinfak.

وَجْه اللَّه (Semata-mata karena Allah), maksudnya pahala yang berasal dari Allah.

فِي فَم اِمْرَأَتك (Kepada mulut istrimu). Menurut Al Kasymihani adalah فِي فِي اِمْرَأَتك  yang merupakan riwayat paling banyak. Qadhi lyadh berkata bahwa riwayat terakhirlah yang paling benar, karena asal kata tersebut tidak ada huruf mim yang berdasarkan bentuk pluralnya (jamak) adalah أَفْوَاه dan tashghirnya menjadi فُوَيْه Pencantuman mim cocok pada bentuk ifrad (tunggal), sedangkan dalam bentuk idhafah pencantuman tersebut tidak cocok.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 59 – Kitab Ilmu

Kalimat ini merupakan bagian dari hadits Sa’ad bin Waqqas pada saat Rasulullah menjenguknya -karena sakit- di Makkah. Perkataan beliau yaitu, “Aku mewasiatkan setengah hartaku.'” Pembahasan tentang hal tersebut akan ditemukan dalam kitab Washiah, insya Allah. Sedangkan yang dimaksudkan di sini adalah sabdanya, “Mengharapkan dengan perbuatan tersebut wajhullah (ridha Allah). “

Dari hadits tersebut An-Nawawi dapat mengambil kesimpulan, bahwa pembagian yang sesuai dengan syariat tidak akan mengurangi pahala, maka perbuatan yang diarahkan untuk mencari pahala akan mendapatkan pahala dengan kemurahan Allah. Menurut saya, ada yang lebih jelas dalam maksud ini daripada meletakkan makanan, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzarr, “Dan dalam kemaluan kalian ada sedekah.” Mereka pun berkata, “Apakah jika salah seorang dari kami menyalurkan syahwatnya maka dia akan diberi ganjaran?” Beliau menjawab, “Benar, apakah kalian tidak melihat jika dia menyalurkannya pada yang haram (maka dia akan mendapat dosa).”

Hal ini dalam perbuatan tersebut mempunyai efek pada diri manusia, lalu bagaimana dengan perbuatan yang tidak mempunyai efek pada diri manusia? Perumpamaan dengan suapan makanan adalah mubalaghah (menekankan dengan sangat) dalam merealisasikan kaidah ini. Karena jika dia diberi pahala dengan sesuap makanan kepada istrinya pada saat tidak membutuhkan, lalu bagaimana dengan orang yang memberikan beberapa suapan bagi orang yang membutuhkan, atau orang yang melaksanakan ketaatan yang tingkat kesulitannya berada di atas harga sesuap makanan?

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 161 – Kitab Wudhu

Terakhir, hadits ini berhubungan dengan hak istri yang dinikmati manfaatnya oleh suami, karena apa yang diberikan kepada istrinya bermanfaat bagi kesehatan badannya yang dimanfaatkan pula oleh sang suami. Kemudian juga, biasanya memberikan nafkah kepada istri merupakan panggilan jiwa, berbeda dengan memberi nafkah kepada orang lain.

M Resky S