Hadits Shahih Al-Bukhari No. 65 – Kitab Ilmu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 65 – Kitab Ilmu ini, menjelaskan tentang pidato Rasulullah saw pada hari Nahr bulan Dzulhijjahsedang beliau diatas untanya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Ilmu. Halaman 296-299.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرٌ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ ذَكَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَعَدَ عَلَى بَعِيرِهِ وَأَمْسَكَ إِنْسَانٌ بِخِطَامِهِ أَوْ بِزِمَامِهِ قَالَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ فَقَالَ أَلَيْسَ بِذِي الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Bisyir] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibnu ‘Aun] dari [Ibnu Sirin] dari [Abdurrahman bin Abu Bakrah] dari [bapaknya], dia menuturkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam duduk diatas untanya sementara orang-orang memegangi tali kekang unta tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Hari apakah ini? ‘. Kami semua terdiam dan menyangka bahwa Beliau akan menamakan nama lain selain nama hari yang sudah dikenal. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bukankah hari ini hari Nahar?” Kami menjawab: “Benar”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bertanya: “Bulan apakah ini? ‘. Kami semua terdiam dan menyangka bahwa Beliau akan menamakan nama lain selain nama bulan yang sudah dikenal. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bukankah ini bulan Dzul Hijjah?” Kami menjawab: “Benar”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian sesama kalian haram (suci) sebagaimana sucinya hari kalian ini, bulan kalian ini dan tanah kalian ini. (Maka) hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena orang yang hadir semoga dapat menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya”.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 352 – Kitab Shalat

Keterangan Hadis: وَأَمْسَكَ إِنْسَان بِخِطَامِهِ أَوْ بِزِمَامِهِ (Seseorang memegangi tali kekangnya). Kata او (atau) menunjukkan adanya keraguan dari perawi hadits. Sebagian ulama menjelaskan, bahwa orang yang memegangi tali kekang tersebut

adalah Bilal berdasarkan riwayat Nasa’i dari jalur Ummu Al Hushain. Dia berkata, “Ketika saya melaksanakan ibadah haji, saya melihat Bilal memegangi tali kekang unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” Sedangkan dalam kitab Sunan Ibnu Majah dari Amru bin Kharijah, dia berkata, “Akulah yang memegangi tali kekang unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. kemudian Rasulullah membacakan beberapa khutbah”

Akan tetapi yang benar di sini, adalah Abu Bakrah. Hal itu telah dibuktikan dalam riwayat Ismail dari jalur Ibnu Mubarak dan Ibnu ‘Aun yang lafazhnya adalah sebagai berikut. “Rasulullah membacakan khutbah di atas untanya pada hari Nahr, dan aku memegangi -apakah ia mengatakan ‘Khitam ‘ atau ‘Zimaam ‘.

Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa keraguan ini bukan dari Abu Bakrah, tetapi perawi lainnya. Dipegangnya tali kekang unta tersebut adalah untuk menjaga agar tidak bergerak-gerak sehingga mengganggu orang yang menaikinya.

أَيّ يَوْم هَذَا (Hari apakah sekarang?) Dalam riwayat Al Mustamli dan Al Hamawi tidak disebutkan pertanyaan tentang bulan dan jawaban tentang hari, maka bunyi hadits tersebut adalah, أَيّ يَوْم هَذَا ، فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اِسْمه قَالَ : أَلَيْسَ بِذِي الْحِجَّة demikian pula dalam riwayat Al Ushaili. Hal ini termasuk dalam kaidah “Ithlaqul Kull ‘Ala Al Ba ‘dh” (menggunakan kata yang umum untuk menunjukkan arti yang khusus).

Dalam riwayat Muslim dan riwayat-riwayat lainnya terdapat pertanyaan tentang negara seperti yang terdapat dalam riwayat Ibnu ‘Aun. Sedangkan dalam riwayat Bukhari. ketiga pertanyaan tersebut disebutkan dalam bab “Qurban” dari Ayub. dan dalam bab “Haji” dari Qurrah yang diriwayatkan dari Ibnu Sirin.

Al Qurtubi berkata. “Pertanyaan Rasulullah tentang ketiga hal tersebut dan diamnya pada setiap pertanyaan dimaksudkan agar mereka mudah meresapi dan menerima Rasulullah secara keseluruhan, dan juga agar mereka merasakan keagungan berita tersebut. Oleh karena itu, sabda beliau فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ adalah sebagai Mubalaghah (penekanan) terhadap kesucian hal-hal tersebut.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 239 – Kitab Wudhu

Analogi yang terdapat dalam sabda Nabi, كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا adalah karena hal-hal tersebut muncul di hadapan para pendengar, sebab penyucian negara, bulan, dan hari telah tertanam dalam benak mereka; berbeda dengan jiwa, harta dan kehormatan yang dihalalkan pada masa Jahiliyah. Maka hukum syura’ menjelaskan bahwa penyucian darah, harta dan kehormatan seorang muslim lebih penting daripada penyucian negeri Makkah, bulan Dzulhijjah dan hari Nahr.

Dalam riwayat Imam Bukhari dan riwayat-riwayat lainnya disebutkan, bahwa mereka (para sahabat) menjawab setiap pertanyaan Rasulullah dengan perkataan اللَّه وَرَسُوله أَعْلَم (Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui). Hal itu merupakan sopan santun atau adab yang baik, karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah telah mengetahui jawaban tersebut.

Tujuan pertanyaan Rasulullah bukan untuk memberitahu tentang hal-hal yang sudah mereka ketahui, oleh karena itu dalam riwayat itu disebutkan حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اِسْمه (Sehingga kami mengira bahwa beliau akan memberikan nama lain). Dalam hadits ini. terdapat perintah untuk mengembalikan setiap permasalahan kepada syari’ (pembuat hukum).

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ (Sesungguhnya darah kamu). Di sini ada penghapusan aneksasi, karena asalnya adalah menumpahkan darah, merampas harta dan mengganggu kehormatan kalian, ‘Irdh adalah kehormatan manusia, baik yang terdapat dalam dirinya atau leluhurnya.

لِيُبَلِّغ الشَّاهِد (Hendaknya orang yang hadir ini menyampaikan) الشَّاهِد adalah orang yang hadir dalam majelis Rasulullah. الْغَائِب adalah orang yang tidak hadir dalam majelis tersebut. Maksud dari perkataan ini adalah perintah untuk menyampaikan perkataan atau hukum yang telah dijelaskan oleh Rasulullah.

Pelajaran yang dapat diambil

Dalam hadits bab ini disebutkan, فَسَكَتْنَا بَعْد السُّؤَال sedangkan pada bab “Haji” dari Ibnu Abbas disebutkan, أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاس يَوْم النَّحْر فَقَالَ : أَيّ يَوْم هَذَا ؟ قَالُوا : يَوْم حَرَام (Rasulullah berkhutbah di depan manusia pada hari Nahr, kemudian beliau bertanya, “Hari apakah ini? ” Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari Haram.”).

Baca Juga:  Hadits Tentang Silaturahmi dan Manfaatnya Bagi Kita

Kedua riwayat ini kelihatannya saling bertentangan, akan tetapi sebenarnya keduanya dapat dipadukan. Kelompok yang bersama Ibnu Abbas, mereka menjawab pertanyaan Rasulullah tersebut. Sedangkan kelompok yang bersama Abu Bakrah, mereka tidak menjawabnya dan berkata, “Allah Wa Rasuluhu A ‘lam,” Atau hadits Ibnu Abbas itu hanya diriwayatkan dengan maknanya saja (secara maknawi), karena hadits Abu Bakrah yang terdapat dalam bab “Haji” dan “Fitnah” berupa jawaban mereka قَالُوا بَلَى (Mereka berkata, “benar.”) atas pertanyaan Rasulullah, أَلَيْسَ يَوْم النَّحْر (Bukankah hari ini hari Nahr?) adalah sama maknanya dengan perkataan mereka, هذا يوم حرام. Dalam hal ini Abu Bakrah meriwayatkan hadits tersebut secara utuh, sedangkan Ibnu Abbas meringkasnya. Hal ini disebabkan kedekatan Abu Bakrah dengan Rasulullah, dan dialah yang memegang tali kekang untanya.

Hadits ini mengandung beberapa pelajaran penting selain hal-hal di atas, antara lain:

  1. Anjuran untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
  2. Bagi orang yang belum memiliki keahlian yang sempurna boleh menyampaikan hadits.
  3. Pemahaman bukan merupakan syarat dalam pelaksanaan.
  4. Terkadang orang yang datang belakangan lebih paham daripada para pendahulunya. Ibnu Munir menerangkan, bahwa pandangan orang yang datang belakangan lebih kuat daripada orang yang lebih dahulu, dan penafsiran seorang perawi lebih tepat dibandingkan penafsiran orang lain.
  5. Duduk di atas binatang peliharaan yang sedang berdiri dibolehkan jika dalam keadaan darurat, sedangkan jika tidak dalam keadaan darurat maka tidak dibolehkan.
  6. Khutbah sebaiknya dilakukan pada tempat yang tinggi agar para pendengar dapat melihat khatib dan mendengar suaranya.
M Resky S