Pecihitam.org – Dalam Kehidupannya manusia selalu mengalami pasang dan surut. Adakalanya seseorang sedang mengalami fase dimana dia sedang mendapatkan suatu nikmat yang luar biasa, dan adakalanya juga seseorang berada pada fase cobaan hidup yang sangat besar bagi dirinya. Semua orang pernah mengalaminya tanpa terkecuali termasuk ulama berskala besar seperti Imam Abu Hanifah.
Pada Era kekuasaan Bani Umayah terjadi banyak pertentangan antara umat Muslim yakni antara Kalangan Umawiyah (kalangan pendukung umayah) dan Alawiyin (kalangan pendukung Ali Bin Abi Thalib).
Gesekan antara Umawiyah dan Alawiyin cukuplah keras, sehingga menimbulkan fitnah dan kecurigaan yang berlebihan ditubuh kaum muslimin.
Salah satu yang menjadi korban dari kecurigaan dan fitnah tersebut adalah Imam Abu Hanifah seorang Ulama besar yang ‘alim. Aabu Hanifah dianggap tidak loyal dan dianggap telah menyebarkan aib Bani Umayah.
Al-Makki menuturkan ujian yang dialami Imam Abu Hanifah adalah saat ketika Ibnu Hubairah menjabat sebagai seorang Gubernur Kufah. Saat itu benyak bermunculan fitnah (termasuk penyimpangan) di Irak. Kemudian ulama-ulama fiqh irak mengadakan sebuah perkumpulan, diantaranya ada Ibnu Abi Laila, Ibnu Subrumah, dan Dawud bin Abu hind.
Setelah perkumpulan tersebut semuanya pulang dan mengingkari jalan yang diambil Ibnu Hubairah. Ibnu Hubairah kemudian mengirim utusan untuk menemui Abu Hanifah dan ingin menyerahkan wewenang kepadanya. Keputusan apapun yang diambil tidak akan bisa dilaksanakan tanpa izin dari Abu Hanifah.
Namun Abu Hanifah menolak tawaran tersebut, kemudian Ibnu Hubairah bersumpuh untuk menyiksa abu hanifah jika tidak menerima tawarannya. Kemudian para ulama fiqh berkata kepada Imam Abu Hanifah “Kami menyumpahmu dengan Nama Allah, janganlah engkau binasakan dirimu, kami semua saudaramu. Kami tidak menyukai hal ini, namun engkau tidak memiliki pilihan lain”.
Abu Hanifah pun menimpali “Andaipun dia meminta kepadaku untuk dibuatkan pintu-pintu masjid untuknya, tidak akan aku lakukan hal itu. Lantas bagaimana jika dia memintaku menyetujuinya untuk membunuh seseorang dan kemudia aku menstempelnya. Demi Allah aku tidak akan melakukan hal tersebut untuk selamanya”.
Ibnu Abu Laila berkata “Biarkan teman kita ini, dia benar dan yang lainnya salah”. Akhirnya Abu Hanifah ditahan dan disiksa oleh utusan Ibnu hubairah.
Setelah utusan itu pulang dan melaporkan hal tersebut kepada Ibnu Hubairah, kemudian Abu Hanifah pun dilepaskan dan beliau meninggalkan tempat itu untuk pergi ke Mekkah dan menetap disana. Kejadian tersebut terjadi pada rahun 130 H.
Abu Hanifah menetap di Mekkah sampai tampuk kekuasaan saat itu berpindah ke tangan Bani Abbasiyah. Sampai kemudian pada masa kekuasaan Abu Ja’far Al-Manshur Abu Hanifah kembali lagi ke kufah.
Peristiwa penyiksaan yang dilakukan oleh Ibnu Hubairah itu dianggap terlalu berlebihan dan hal tersebut merupakan sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Jadi apa yang dipertahankan oleh Abu Hanifah juga merupakan sebuah Jihad yang luar biasa besar. Karena apabila Abu Hanifah menerima tawaran dari Ibnu Hubairah maka bisa dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih besar.
Abu Hanifah mempertahankan prinsip yang diyakininya benar. Sampai merelakan dirinya untuk disiksa dan disalahkan. Sekalipun juga teman-temannya sudah berusaha untuk mengingatkan agar Abu Hanifah tidak menentang permintaan Ibnu Hubairah dan menyakiti diri sendiri. Tetapi keteguhan hati Imam Abu Hanifah tidak tergoyahkan meskipun tau dirinya dihadapkan pada hal membahayakan dirinya.
Pada masa dinasti Abbasiyah Ujian yang besar kembali dihadapi Imam Abu Hanifah. Bisa dibilang Imam Abu Hanifah terbilang salah satu ulama yang berani dalam memegang prinsipnya yang diyakini benar. Sehingga pada masa bani Abbasiyahpun Abu Hanifah juga kembali mendapat penyiksaan dari penguasa pada saat itu.
Pasalnya karena Abu Hanifah banyak menyampaikan Khutbah atau ceramah yang menyinggung penguasa pada masa itu dalam majelis-majelis atau tempat-tempat yang disinggahinya. Kritik yang disampaikan Imam Abu Hanifah dianggap terlalu tajam dan menyinggung pemerintahan. Sehingga Imam Abu Hanifah dianggap layak untuk mendapatkan hukuman.
Menurut KH. Miftah faqih beberapa riwayat Ulama mengatakan jika Satu ketika Abu Ja’far ingin menguji loyalitas Imam Abu Hanifah dengan mengangkatnya menjadi seorang Hakim. Akan tetapi Abu Hanifah menolaknya sebab mengetahui maksud yang sebenarnya dari Abu Ja’far Al-Manshur. Sehingga antara Abu Ja’far dan Imam Abu Hanifah tidak saling mempercayai satu sama lain.
Sudah menjadi maklum bahwa orang yang memiliki derajat tinggi maka akan mendapatkan cobaan yang besar. Seperti halnya pohon yang tumbuh semakin tinggi maka akan semakin besar angin yang menerpa. Demikian semoga bermanfaat. Tabik.!