Masalah Meluruskan Arah Kiblat, Begini Penjelasan Ulama Syafiiyah

meluruskan arah kiblat

Pecihitam.org – Akhir-akhir ini banyak masjid yang diluruskan kembali kiblatnya oleh pemerintah setempat, seperti kantor KUA. Masalah meluruskan arah kiblat ini tidak sedikit yang memicu perbedaan pendapat antar tokoh masyarakat. Bahkan ada yang sampai berujung pada keributan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Oleh karena itu saya selaku umat Islam yang bermazhab Syafii ingin menjelaskan masalah meluruskan arah kiblat ini berdasarkan penjelasan ulama Syafiiyah. Dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin juz-I, hal. 78 dijelaskan sebagai berikut:

(مسألة : ك) : الراجح أنه لا بد من استقبال عين القبلة ، ولو لمن هو خارج مكة فلا بد من انحراف يسير مع طول الصف ، بحيث يرى نفسه مسامتاً لها ظناً مع البعد ، والقول الثاني يكفي استقبال الجهة ، أي إحدى الجهات الأربع التي فيها الكعبة لمن بعد عنها… وهو قويّ ، اختاره الغزالي وصححه الجرجاني وابن كج وابن أبي عصرون ، وجزم به المحلي ، قال الأذرعي : وذكر بعض الأصحاب أنه الجديد وهو المختار لأن جرمها صغير يستحيل أن يتوجه إليه أهل الدنيا فيكتفى بالجهة ، ولهذا صحت صلاة الصف الطويل إذا بعدوا عن الكعبة ، ومعلوم أن بعضهم خارجون من محاذاة العين ، وهذا القول يوافق المنقول عن أبي حنيفة وهو أن المشرق قبلة أهل المغرب وبالعكس ، والجنوب قبلة أهل الشمال وبالعكس ، وعن مالك أن الكعبة قبلة أهل المسجد ، والمسجد قبلة أهل مكة ، ومكة قبلة أهل الحرم ، والحرم قبلة أهل الدنيا.

Baca Juga:  Fatwa Ulama Tentang Arah Kiblat, Sejarah dan Cara Mencarinya

“Menurut pendapat yang telah direvisi bahwa harus menghadap ‘in (zat) kiblat secara tepat walaupun bagi orang yang berada di luar kota Makkah, berarti harus miring sedikit bagi mereka yang shalat dengan shaf panjang meskipun jauh dari Makkah sekira ada dugaan kuat dia telah mengarah tepat kearah ka’bah. Menurut pendapat yang khilaf dengan pendapat yang dirajihkan adalah sudah dianggap cukup dengan menghadap arah kiblat saja (meskipun tidak secara tepat), dalam arti bagi orang yang jauh dari ka’bah cukup mengahdap salah satu dari empat arah (jihat) yang ka’bah berada disana”. Ini pendapat yang kuat yang di pilih oleh al-Ghazali dishahihkan oleh Imam al-Jurjani, Ibnu kaj dan Abnu Abi ‘Ishruun, imam mahalli juga manetapkan pendapat ini. Imam Adzru’I berkata: sebagian ulama syafiiyah berkata, ini qaul jadid dan pendapat yang di pilih karena bentuk ka’bah itu kecil yang mustahil seluruh penduduk dunia bisa menghadapnya (secara tepat) maka cukuplah arahnya saja. Karenanya dihukumi sah shalat dengan shaf (barisan) yang panjang yang jauh dari ka’bah, meskipun maklum sebagian dari mereka keluar dari kiblat (secara tepat). Pendapat ini sesuai dengan apa yang dinukil dari imam Abu hanifah “Arah timur adalah kiblatnya penduduk barat dan sebaliknya, arah selatan adalah kiblatnya penduduk utara dan sebaliknya” Dan pendapat Imam Malik “ka’bah kiblatnya orang masjid Haram, masjid Haram kiblatnya penduduk Makah, Makkah kiblatnya penduduk tanah Haram, sedang tanah suci Haram kiblatnya penduduk dunia”.

Berdasarkan teks kitab di atas, maka mengenai masalah meluruskan arah kiblat sebenarnya dalam Mazhab Syafii sudah diselesaikan oleh para ulama syafiiyah. Bahwa bagi umat Islam yang jauh dari Mekkah sah shalat dengan menghadap arah kiblat saja, walau ini pendapat yang tidak dirajihkan tetapi ini lebih dipilih oleh ulama syafiiyah kemudiannya.

Baca Juga:  Bolehkah Sholat Subuh Tanpa Qunut Lantaran Tidak Hafal Bacaannya?

Dengan demikian, arah kiblat shalat umat Islam di Indonesia ini khususnya sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Namun jika meluruskan arah kiblat itu tidak menimbulkan permasalahan dalam masyarakat maka silahkan saja dan lebih baik jika bisa dipastikan dengan ilmu falak kiblatnya tepat pada zat ka’bah. Sebagaimana penjelasan sambungan teks kitab di atas yang tidak saya nukilkan lagi.

Wallahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.