Maudu Lompoa, Perayaan Maulid Nabi di Cikoang Takalar

Maudu Lompoa

Memasuki Bulan Rabi’ul Awal masyarakat muslim Indonesia berbondong-bondong mempersiapkan berbagai tradisi perayaan maulid Nabi Muhammad SAW.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berbagai wilayah di Indonesia pun memiliki berbagai keunikan dan perayaan itu semata-mata hanya untuk merayakan dengan penuh suka cita kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW.

Dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad ini setiap daerah di Indonesia memiliki berbagai tradisi yang sudah sejak lama di lakukan setiap perayaan hari besar maulid. Tradisi ini yang berkembang di daerah-daerah merupakan bagian dari akulturasi budaya setempat dengan pemahaman agama.

Setiap tradisi yang lahir ini merupakan hasil dari perkawinan antara budaya dan agama yang selalu berjalan beriringan. Di berbagai daerah yang kental akan tradisi dan masih mempertahankan sebagai kekhasan atau sebagai bentuk kearifan lokal.

Kearifan lokal ini justru menjadi tameng dan benteng terakhir dalam mempertahankan berbagai corak berbudaya western (kebarat-kebaratan) yang telah banyak kita konsumsi.

Nah, perlunya kita sampai hari ini terus melestarikan tradisi, merawat tradisi yang semakin terkikis dengan modernitas dan perkembangan pesat teknologi.

Baca Juga:  Betulkah Islam Nusantara Itu Agama Baru dan Anti Arab? Itu FITNAH

Kekayaan tradisi nusantara yang selalu menyajikan hal-hal yang berbau lokalitas dalam khazanah keislaman nusantara. Misalnya, perayaan yang ada di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan tradisi Maudu Lompoa. Perayaan ini berpusat di sekitar sungai Cikoang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Maudu Lompoa menjadi salah satu bukti terkuat tradisi yang berjalan beriringan antara agama dan budaya dengan unsur lokalitas yang melekat. Perayaan ini sangat lokalitas sekali dengan bergeraknya berbagai unsur lapisan masyarakat dalam melestarikan tradisi ini.

Kehadiran Maudu Lompoa ini dibawa oleh Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Wahid Al Aidid. Beliau merupakan ulama besar Aceh, sekaligus menjadi cucu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam.

Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Wahid Al Aidid ini mengajarkan bahwa di dalam peringatan Maudu Lompoa ini mengandung tiga pelajaran, yakni al-ma’rifah, al-iman, dan al-mahabbah.

Nah, tiga hal ini menjadi landasan utama bahwa peringatan ini penting untuk dilaksanakan untuk menghormati kelahiran dan menanamkan benih-benih kecintaan kita kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga:  Ki Dalang Sunan Kalijaga, Cermin Islam Nusantara

Tradisi Maudu Lompoa ini sering diisi dengan kegiatan menghias perahu menggunakan selendang warna-warni dan telur hias. Tidak lupa juga tradisi ini banyak juga menggunakan unsur makanan tradisional dan menjadi keunikan tersendiri karena memasukkan unsur lokalitas di dalamnya.

Sebagian masyarakat pesisir juga menyusun gunungan sebagai simbol perayaan. Dan makanan yang disusun berbentuk gunungan tersebut akan menjadi rebutan masyarakat yang ikut serta merayakan perayaan Maudu Lompoa.

Menariknya, jika kita melihat kehidupan masyarakat pesisir selalu merayakan dan mentradisikan kebudayaan. Menjadi sebuah kearifan lokal tersendiri aktivitas seperti ini.

Masyarakat islam masa lalu selalu dekat dengan simbolisasi dalam ajaran islam. Maudu Lompoa sendiri dalam tradisi Maudu disebut sebagai Julung-Julung oleh masyarakat Takalar.

Baca Juga:  Bentuk Akulturasi Serta Interaksi Islam Dalam Budaya Jawa

Simbolisasi ini dijadikan untuk memperkuat adanya akulturasi pada masyarakat pesisir. Tidak lupa dalam perayaan puncak maulid di Takalar, juga mereka masyarakat muslim sekitar membaca syair-syair shalawat Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Rete’ dan ada beberapa kegiatan yang lainnya untuk menyertai perayaan tersebut.

Seperti itulah, kiranya gambaran perayaan Maudu Lompoa yang menjadi kearifan lokal sekaligus menjadi sebuah tradisi yang harus kita rawat bersama.

Supaya tidak tergerus dengan berbagai modernitas yang semakin tidak karuan, dengan semangat kebangsaan dan kosmopolit inilah harapannya kita mampu merawat tradisi lokal yang ada di daerah-daerah. Wallahu’alam bisshowab

Arief Azizy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *