Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Seorang Ekonom dan Pelatak Dasar Hukum Internasional

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Seorang Ekonom dan Pelatak Dasar Hukum Internasional

PECIHITAM.ORG – Sosok ulama ahli Fiqh, Hadis, juga seorang mujtahid yang mengkombinasikan pendapat
ahlu ar-ra’yi yang berada di Irak dengan ahlu al-hadits yang berada di Madinah. Dia adalah Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ia juga juga dikenal sebagai ulama yang sangat menghormati waktu, meskipun di tengah kesibukan sebagai seorang guru dan hakim, akan tetapi memperkaya wawasan merupakan kewajiban baginya seperti membaca dan menulis.

Muhammad Hasan Asy-Syaibani sorang ulama mazhab Hanafi dan merupakan salah seorang murid utama Imam Abu Hanifah, sekaligus salah satu guru dari Imam As-Syafi’i. Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad Asy-Syaibani.

Beliau lahir pada tahun 132 H/750 M di kota Wasith (sebuah kota yang berada di antara Baghdad dan Basrah di Irak, di sisi barat Tigris di seberang sungai dari kota bersejarah Kashkar). Beliau hidup di masa-masa akhir Dinasti Umayyah dan masa awal Dinasti Abbasiyah.

Selain seorang ulama yang ahli fikh, Asy-Syaibani juga seorang ulama ahli hadis dan juga seorang mujtahid. Beliau mempunyai jasa yang sangat besar dalam menyebarkan mazhab Hanafi di Irak waktu itu.

Asy-Syaibani dibesarkan di Kota Kufah yang waktu itu menjadi pusat kota Ilmu Fiqh. Asy-Syaibani belajar Ilmu Fiqh kepada Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah merupakan nahkoda pertama Madzhab Hanafi bersama Imam Abu Yusuf. Setelah mendalami Ilmu Fiqh, Asy-Syaibani melanjutkan belajar Ilmu Hadist kepada Sufyan At-Tsauri dan dan Abdurrahman al-Auzai.

Baca Juga:  AGH Abduh Pabbaja, Sosok Ulama, Aktivis dan Pendidik yang Disegani di Sulsel

Saat berusia 30 tahun, Asy-Syaibani pergi ke Madinah dengan tujuan belajar mendalami ilmu hadits kepada Imam Malik yang merupakan seorang ulama yang mempunyai latar belakang sebagai ahli hadits dan ahlu ar-ra’yi (nalar/logika).

Di ceritakannya, Asy-Syaibani mempunyai corak pemikiran yang berbeda dengan pendahulunya. Pemikirannya lebih mengkombinasikan antara ahlu ar-ra’yi yang berada di Irak, dengan ahlu al-hadits yang berada di Madinah. Beliau tidak sepenuhnya sependapat dengan Imam Abu Hanifah dalam beberapa masalah, yang lebih mementingkan ar-ra’yu (nalar) dalam memperkuat pendapatnya.

Asy-Syaibani lebih mempertimbangkan dan mengambil hadis-hadis yang tidak dipakai oleh Imam Abu Hanifah untuk memperkuat pendapat-pendapatnya.

Sebagaimana yang diceritakan oleh Tashkabri Zada (sejarawan Turki yang menulis tentang ulama-ulama Daulah Abbasiyah) di dalam kitabnya yang berjudul Mifah As-Sa’adah wa Mishbah As-Siyadah. Dalam kitab tersebut, Tashkabri Zada mengatakan, Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani tidak tidur di malam hari.

Kalaupun tidur hanya sebentar. Di dekat tempat tidurnya, dia letakkan beberapa kitab untuk dibaca, dan beberapa buku kosong untuk menulis. Dan ketika bosan dengan apa yang di depannya, beliau melihat ke arah lain.

Ketika kantuk datang dan ingin tidur, beliau mengusapkan air untuk menghilangkannya. Karena rasa kantuk dan ingin tidur baginya panas. Panas hanya bisa didinginkan dengan air.

Baca Juga:  Berbagai Gelar Raden Syahid: Lokajaya, Syaikh Melaya dan Sunan Kalijaga

Apa yang dilakukan Asy-Syaibani dalam memuliakan waktu, khususnya di malam hari selaras dengan pemikiran perekonomiannya yang dituangkan dalam salah satu karyanya yang diberi judul Kitab al-Kasb yang menghimpun tentang teori al-Kasb (keadaan seseorang yang mangharuskannya untuk bekerja). Karena kerja merupakan hal yang sangat penting untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Asy-Syaibani adalah seorang guru dan hakim. Waktu siang hari, ia gunakan untuk berhubungan dengan manusia (hablun minannas), dan malamnya untuk bermunajat kepada Allah SWT (hablun minallah). Karena baginya malam adalah waktu untuk meraih limpahan karunia dari Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.

Karena gelap malam adalah suatu rahasia untuk menyingkap batin di bawah pancaran rahmat Allah. Sehingga waktu malam digunakannya untuk bermunajat dengan usaha yang ia lakukan.

Tidak heran jika Asy-Syaibani mempunyai banyak karya, walaupun beliau begitu sibuk. Itu semua bisa beliau lakukan karena sangat memuliakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti membaca dan menulis.

Karya beliau sangat banyak, diantaranya:
1.Zahir ar-Riwayah,
2.An-Nawadhir,
3.Al-Mabsut,
4.Al-Jami’
5.Al-Kabir,
6.Al-Ziayadat,
7.Al-Jami’
8.Al-Shoghir,
9.Al-Siyar Al-Kabir,
10.Al-Siyar Al-Shoghir.

Berkat dua karyanya yang berjudul (asSiyar al-Shoghir dan as-Siyar al-Kabir), Asy-Syaibani dikenal sebagai tokoh peletak dasar hukum internasional dalam Islam. Asy-Syaibani juga orang yang pertama kali menulis masalah hukum internasional secara sistematis

Baca Juga:  Mengenal Sosok Salman al Farisi, Pencari Kebenaran Islam

Oleh karena, itu begadang malam hari ala Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani bisa menjadi teladan untuk kita semua. Untuk selalu berdzikir mengingat Allah SWT, membaca dan menulis untuk mengungkapkan rasa syukur kepada-Nya. Karena melalui membaca, akan tahu tentang keagungan-keagungan Allah SWT. Dan dengan menulis bisa mengabadikan rasa syukur kepada Allah SWT.

Begitulah jalan hidup ulama-ulama terdahulu, begitu penuh dengan tirakat luar dalam. Memanfaatkan waktu luang untuk berkarya dan melakukan hal-hal yang tidak pernah usang dimakan oleh waktu, yaitu menulis. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadian dan peradaban.

Tanpa usaha keras ulama-ulama zaman dulu untuk selalu produktif menulis, kita tidak akan bisa menikmati kekayaan warisan intelektual yang sudah berabad-abad lamanya.

Faisol Abdurrahman