Penyebab Munculnya Perbedaan Pendapat dalam Hukum Islam

perbedaan pendapat hukum islam

“Menerima perbedaan pendapat dan asal-muasal bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan kekuatan”
-Gus dur

Pecihitam.org – Sebelum Rasulullah SAW wafat, para sahabat dan kaum muslimin yang menghadapi suatu persoalan atau permasalahan dapat langsung menanyakan dan meminta pendapat dari Rasulullah, sekaligus Rasulullah yang mengambil keputusan terhadap persoalan atau permasalahan tersebut. Maka, tentu tidak akan ada keraguan terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun, pada masa setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat seperti Abu Bakar As-Sidqi, Umar bin Khattab, Usman bn Affan, Ali bin Abi Thalib banyak mendapatkan atau menghadapi permasalahan yang sebelumnya belum pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Sehingga hal tersebut menimbulkan bermacam-macam penafsiran nash-nash ayat Al-Qur’an dan Hadist, dan membuka pintu istinbath terhadap masalah-masalah yang tidak ada nash yang jelas.

Namun, Khulafaur Rasyidin dan para sahabat lainnya dalam mengambil keputusan dari setiap permasalahan, tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, para sahaabt akhirnya meelakukan ijtihad berupa ijma’dan qiyas. Dari sinilah kemudian diteruskan oleh ulama-ulama sesudahnya.

Apa yang dimaksud dengan ijtihad, ijma’ dan qiyas ?

Ijtihad adalah mengerahkan dalam mengeluarkan hukum syara’ dari apa saja yang dianggap syar’i sebagai dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam hal ini ijtihad para sahabat diartikan secara luas bahwa mereka melihat dari dilalah (indikasi). Dan menganalogikan dengan hal-hal lain dengan melihat redaksi dari permasalahan tersebut dengan dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist. Orang-orang yang melakukan Ijtihad disebut dengan Mujtahid.

Baca Juga:  Cara Meruqyah Diri Sendiri Sesuai Anjuran Nabi

Ijma’ adalah kesepakatan  para Mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW dalam suatu zaman terhadap suatu masalah.  Ijtihad yang dilakukan pada masa itu bersifat kolektif. Dalam hal ini para sahabat akan berkumpul dan memusyawarahkan hukum pada suatu masalah. Kemudian hasil dari musyawarah para sahabat tersebut iniliah yang disebut dengan Ijma’.

Qiyas adalah menyamakan suatu masalah yang belum ada hukumnya terhadap masalah yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan illahnya. Qiyas boleh dipakai selama tidak menyalahi dalil yang shahih.

Namun dalam perkembangannya wilayah islam menjadi semakin luas, dan dakwah islam tentu saja berpindah-pindah ke tempat satu ke tempat yang lain. Daerah yang berbeda dengan daerah asalnya.

Hal inilah yang membuat perbedaan pendapat atau yang kita sebut tadi dengan ijtihad hukum islam dari para sahabat dan ulama yang disebabkan karena perbedaan lingkungan dan situasi.

Baca Juga:  Konferensi Chechnya; Penolakan Ulama Dunia Terhadap Aliran Wahabi

Ada beberapa sebab yang menimbulkan perbedaan:

Daftar Pembahasan:

1. Perbedaan pendapat yang disebabkan oleh sifat Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat kata ataau lafadz yang bermakna ganda atau disebut dengan isttirak. Misalnya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, ayat 228, tentang massa iddah wanita yang ditalak agar menunggu selama tiga kali quru’. Namun hal tersebut menimbulkan dua perbedaan pendapat apakah tiga kali quru’ ini ditentukan dari tiga kali haidnya atau tiga kali sucinya.

2. Perbedaan pendapat yang disebabkan oleh sifat Sunnah

Tidak semua sahabat Rasulullah SAW memiliki penguasaan terhadap Sunnah, ada yang memiliki penguasaan Sunnah lebih luas dan ada yang sedikit. Karena tentu saja tidak semua sahabat selalu bersama dan menyertai Nabi Muhammad, dan tidak semua sahabat masuk islam dalam waktu yang bersamaan.

3. Perbedaan pendapat dalam menggunakan Ra’yu

Perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan para sahabat disebabkan karena perbedaan ra’yu yang digunakan. Ra’yu adalah salah satu cara umat Islam untuk menetapkan suatu hukum dari permasalahan-permasalahan kontemporer yang belum didapati dalam Alquran dan Hadis.

Manusia memiliki akal yang mampu berfikir secara komprehensif dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan Hadis sebagai bukti keabsahan hasil ra’yu. Namun perlu digarisbawahi bahwa akal dan ra’yu memiliki perbedaan dalam pengertiannya.

Baca Juga:  Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama Bagian - 2

Akal adalah subjek (alat/pelaku yang melakukan pemikiran), sedangkan ra’yu adalah, suatu hasil/obyek dari proses pemikiran yang bertujuan untuk mencari kebenaran/solusi dari suatu hukum yang tidak ada di dalam Alquran dan hadis

Jadi tidak heran, kalau kita sering menemukan banyak perbedaan pendapat dalam penetapan hukum islam di setiap daerah, wilayah ataupun negara. Karena ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut muncul.

Namun, sekali lagi ditegaskan bahwa setiap perbedaan tersebut tidak lantas membuat kita saling merasa benar dan menyalahkan sesama umat muslim lainnya.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik