Pecihitam.org – Perang Mu’tah merupakan salah satu perang terbesar dalam sejarah peradaban Islam. Perang ini cukup fenomenal, karena kaum muslimin yang hanya berjumlah 3000 pasukan harus berhadapan dengan pasukan adidaya kala itu 200.000 tentara Romawi. Meski jumlahnya tidak sebanding, akan tetapi semangat dan keimanan kaum Muslimin tidak surut untuk membela agama Allah.
Sebab terjadinya perang Mu’tah ini yaitu ketika Rasulullah Saw mengirim Harits bin Umair ra untuk menyampaikan surat kepada Raja Bushra Romawi Timur. Ketika Harits bin Umar sampai di Mu’tah (Timur Yordania), ia dihadang dan dibunuh.
Padahal menurut aturan yang berlaku pada saat itu (berlaku hingga sekarang) bahwa utusan tidak boleh dibunuh. Dan kapan saja membunuh utusan, maka itu sama artinya menyatakan pengumuman perang.
Mendengar utusannya dibunuh, Rasulullah Saw pun marah, beliau kemudian mengirim pasukan perang yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Sabda Rasulullah Saw,
“Jika Zaid mati syahid, maka Ja’far yang menggantikannya. Jika Ja’far mati syahid, maka Abdullah bin Rawahah penggantinya.”
Ini pertama kali Rasulullah Saw mengangkat tiga panglima sekaligus dalam satu pasukan, karena beliau Saw mengetahui kekuatan militer Romawi yang sangat kuat dan tak tertandingi pada waktu itu. Sehingga beliau memerintahkan 3000 pasukan untuk mendatangi wilayah ini. Dalam rombongan tersebut turut juga Khalid bin Walid yang sudah masuk Islam.
Perang yang begitu heroik ini terjadi pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M di daerah Mu’tah (sekarang Yordania). Pada awalnya pasukan Muslim ini tidak mengetahui jumlah pasti pasukan Romawi yang akan dihadapi. Namun, Rasulullah SAW sadar betul jika lawannya kali ini adalah pasukan tak tertandingi.
Akhirnya 3000 pasukan berangkat dengan rencana menyergap pasukan musuh secara tiba-tiba. Pasukan ini berangkat hingga tiba di Ma’an wilayah Syam, disana terdengarlah berita bahwa Raja Romawi bernama Heraklius telah tiba di Balqa bersama 100.000 tentara. Kemudian ditambah lagi kabilah-kabilah Arab yang beragama Nasrani yang berjumlah 100.000 tentara sehingga total tentara musuh berjumlah 200.000.
Setelah mengetahui jumlah pasukan yang akan dihadapi, muncul keraguan jika mereka bisa menang. Pasukan kaum Muslimin berhenti selama dua hari dan berencana menyurati Rasulullah SAW untuk menambah lagi kekuatan pasukan.
Namun, ditengah-tengah keraguan itu Abdullah bin Rawahah kembali mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan yang berapi-api:
“Demi Allah Subhânahu wata‘ala, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini, yang Allah Subhanahu wata‘ala telah memuliakan kita dengannya. Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Kemudian perang pun dimulai. Zaid bin Haritsah yang memimpin pasukan kaum Muslimin akhirnya syahid dan digantikan oleh Ja’far bin Abu Thalib. Ja’far pun bertempur dengan gagah berani dan menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan sangat hebat.
Akan tetapi, tangan kanan Ja’far tertebas oleh pasukan lawan hingga putus. Ja’far tetap berusaha mempertahankan bendera dengan memeluk sampai ia akhirnya pun gugur oleh senjata lawan. Komando pasukan kaum muslimin lalu dipimpin oleh ibnu Rawahah. Ia pun maju menyerbu pasukan Romawi dengan tabahnya.
Namun, takdir Allah SWT berkata ketiganya harus syahid dimedan perang pada waktu itu. Ketiga panglima itupun gugur sementara pasukan berperang tanpa pimpinan. Bendera pimpinan tidak bertuan itu akhirnya diserahkan kepada Khalid bin Walid. Sebelum masuk Islam, Khalid adalah panglima yang berhasil mengalahkan kaum Muslim ketika perang Badar.
Khalid bin Walid menyadari jika pasukan Romawi tidak bisa dikalahkan dengan jumlah pasukan Muslim yang hanya sedikit olehkarenanya perlu taktik jitu unntuk mengalahkan mereka. Akhirnya Khalid mengatur kembali strategi dengan menebarkan rasa takut dalam dada musuh.
Caranya dengan formasi pasukan kamu Muslimin selalu dirubah setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya.
Tujuannya adalah agar pasukan Romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Khalid juga mengulur-ulur waktu peperangan hingga sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, perang tidak boleh dilakukan pada malam hari.
Pada pagi harinya Khalid bin Walid memerintahkan prajurit kaum muslimin agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon. Sehingga dari kejauhan akan terlihat seperti pasukan bantuan yang sangat banyak datang dengan membuat debu-debu beterbangan.
Karena mengira jika pasukan kaum muslim kembali mendapat bantuan tambahan. Pasukan musuh akhirnya merasa ketakutan dan mengundurkan diri dari medan pertempuran. Jika 3000 pasukan saja sangat merepotkan, bagaimana pula dengan tambahan pasukan lagi pikir mereka.
Walau begitu dahsyatnya perang Mu’tah, sahabat yang gugur dimedan perang hanya dua belas orang, dan mereka semua memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Sedangkan pasukan musuh diperkirakan sangat banyak yang terbunuh. Hal ini dapat diketahui dari hebatnya peperangan yang terjadi.
Tampak mukjizat kenabian, ketika Rasulullah Saw menyampaikan kepada para sahabat di Madinah tentang kematian tiga panglimanya. Dalam keadaan sedih Rasulullah Saw naik mimbar dan meneteskan air mata seraya berkata,
“Bendera perang dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga mati syahid, lalu bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga mati syahid, lalu bendera perang dibawa oleh Siafullah (Pedang Allah –yakni Khalid bin Walid, pen.) hingga Allah memenangkan kaum muslimin.”
Setelah itu, beliau Saw mendatangi keluarga Ja’far dan menghibur mereka serta membuatkan makanan untuk mereka.