Perbedaan Hukum Mengkonsumsi Kepiting Menurut Ulama

Perbedaan Hukum Mengkonsumsi Kepiting Menurut Ulama

PeciHitam.org – Kepiting dalam istilah fikih dikenal dengan istilah “al-hayawan al-barma’i” yaitu binatang yang dapat hidup di darat dan di air, adapun perihal mengkonsumsi kepiting menurut ulama dalam islam berbeda pendapat tentang hukumnya. (Lihat: Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaili, Juz.4)

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berikut merupakan hukum mengkonsumsi kepiting menurut ulama diantaranya:

  • Pertama, Ulama mazhab Syafi’i dan Hanafi menyatakan bahwa mengkonsumsi kepiting hukumnya haram sebab termasuk kategori sesuatu yang menjijikkan atau “khaba’its”.

Mazhab Syafi’i dalam kitab-kitabnya secara tegas menyebutkan keharaman mengonsumsi kepiting dalam islam.

Di dalam kitab al-Majmu’, Imam Nawawi menjelaskan:

وَعَدَّ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ مِنْ هَذَا الضَّرْبِ الضِّفْدَعَ وَالسَّرَطَانَ، وَهُمَا مُحَرَّمَانِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ الْمَمَنْصُوْصِ، وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ

Artinya: “Syekh Abu Hamid dan Imam al-Haramain memasukkan katak dan kepiting dalam jenis binatang yang dapat hidup di dua alam, dan dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam mazhab, dan dengan demikian keputusan mayoritas ulama mazhab. (Lihat: Imam Nawawi, Al-Majmu’, juz 9)

Imam Ad-Dumairi berpendapat:

يَحْرُمُ أَكْلُهُ لِاسْتِخْبَائِهِ كَالصَّدَفِ، قَالَ الرَّافِعِي : ولِمَا فِيْهِ مِنَ الضَّرَرِ

Baca Juga:  Benarkah Ibadah Puasa Bisa Mengendalikan Amarah? Ini Fakta Ilmiahnya

Artinya: “Haram memakan kepiting karena ia selalu menyelinap seperti kerang, Imam Rafi’i berkata: dan karenanya mengandung bahaya.” (Lihat: Hayatul Hayawan al-Kubra, juz 1, Ad Dumairi)

Ulama mazhab Hanafi mengharamkan kepiting, karena menurutnya binatang laut yang halal dikonsumsi hanyalah ikan, sedangkan binatang lain selain ikan hukumnya haram, walaupun hidup di laut.

Imam Ibnu Abidin menjelaskan:

وَمَا عَدَا أَنْوَاعُ السَّمَكِ مِنْ نَحْوِ إِنْسَانِ الْمَاءِ وَخِنْزِيْرِهِ خَبِيْثٌ فَبَقِيَ دَاخِلًا تَحْتَ التَّحْرِيْمِ. وَحَدِيْثُ (هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ وَالْحِلُّ مَيْتَتُهُ) الْمُرَادُ مِنْهُ السَّمَكُ

Artinya: “Dan selain berbagai macam ikan seperti manusia laut dan babi laut adalah menjijikkan dan masuk kategori haram. Sedangkan hadits ‘Laut itu suci airnya dan halal bangkainya’ maksudnya adalah ikan.” (Lihat: Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz.6, Ibnu Abidin)

  • Kedua, mazhab Maliki dan mazhab Hanbali menyatakan kepiting halal untuk dikonsumsi.

Ibnu Abdil Bar menjelaskan: 

وَصَيْدُ البَحْرِ كُلُّهُ حَلَالٌ إِلَّا أَنَّ مَالِكاً يَكْرَهُ خِنْزِيْرَ الْمَاءِ لِاسْمِهِ وَكَذَلِكَ كَلْبُ الْمَاءِ عِنْدَهُ وَلَا بَأْسَ بِأَكْلِ السَّرَطَانِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَالضِّفْدَعِ

Baca Juga:  Meluruskan Salafi Wahabi: Membaca al Quran di Kuburan Itu Sunah, bukan Bid'ah

Artinya: “Dan binatang buruan laut semuanya halal, terkecuali imam Malik memakruhkan babi laut karena namanya, begitu pula anjing laut dan tidak apa memakan kepiting, penyu dan katak.” (Lihat: Al-Kafi, juz.1, Ibnu Abdil Bar)

Para ulama mazhab Hanbali juga menghalalkan kepiting sebagaimana Ibnu Muflih menjelaskan:  

وَعَنْهُ أَيْ عَنْ أَحْمَدَ فِي السَّرَطَانِ وَسَائِرِ الْبَحْرِيْ : أَنَّهُ يَحِلُّ بِلَا ذَكَاةٍ؛ لِأَنَّ السَّرَطَانَ لَا دَمَ فِيْهِ

Artinya: “Dan darinya -imam Ahmad- hukum kepiting dan berbagai binatang laut: hal tersebut halal sekalipun tidak disembelih sebab kepiting tidak memiliki darah yang mengalir.” (Lihat: Al-Mubdi’, juz.9, Ibnu Muflih)

Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni menjelaskan:

كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ

Artinya: “Setiap apa yang bisa hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal tanpa disembelih terlebih dahulu seperti, burung laut, penyu, dan anjing laut, terkecuali binatang yang tidak memiliki darah seperti kepiting maka boleh dimakan tanpa disembelih. (Lihat: Al-Mughni, juz 9, Ibnu Qudamah)

Baca Juga:  Hubungan Islam Dan Politik, Haruskah Dipisahkan?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002 mengeluarkan fatwa tentang hukum mengkonsumsi kepiting dan diputuskan bahwa kepiting halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia yang memakannya.

Fatwa tersebut didasarkan pada hasil temuan yang menyebutkan bahwa kepiting merupakan binatang air baik itu air laut ataupun air tawar dan bukan merupakan binatang yang hidup di dua alam sekaligus.

Jadi dapat disimpulkan ulama berbeda pendapat perihal hukum mengkonsumsi kepiting menurut ulama, ketika Ulama madzhab Syafi’i dan Hanafi mengharamkan sementara ulama mazhab Maliki dan Hanbali menghalalkan, serta berdasarkan penelitian modern Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghalalkan kepiting.

Demikianlah mengkonsumsi kepiting menurut Ulama dan ada dua pendapat berbeda tentang hukum mengonsumsinya yaitu halal dan haram. Semua hal di atas tergantung kita masing-masing dalam mensikapinya ingin menggunakan dasar yang manapun dan jikalau hal tersebut diyakini benar.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *