Inilah Jalur Sanad Keilmuan dalam Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Inilah Jalur Sanad Keilmuan dalam Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

PeciHitam.org – Ahlussunnah wal Jamaah merupakan gerakan dalam Islam yang menekankan perilaku mengikuti Nabi Muhammad SAW. Gerakan ini menjadi mayoritas di Dunia, dengan jumlah persentase mencapai sekitar 90%.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beberapa Orientalis Barat menyebut Ahlussunnah wal Jamaah dengan sebutan Muslim Ortodoks walaupun anggapan ini tidak diakui oleh sebagian lainnya.

Terminologi ahlussunnah wal jamaah adalah istilah baru dalam sejarah Islam, dalam mensikapi perpecahan sekte dalam Islam yang terjadi pada pertengahan abad pertama Hijriyah. Gerakan ini diletakan dasar terminologinya oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari pada abad ke-9 Masehi.

Namun secara tata nilai sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW dan diikuti oleh para Sahabat beliau yang utama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali RA. Argumentasi Ahlussunah wal Jamaah adalah argumentasi berpikir tawassut, tassamuh, ta’adul, tawazun untuk maslahah Umat.

Daftar Pembahasan:

Ahlussunnah Wal Jamaah dan Landasannya

Ta’rif atau pengertian yang umum dipahami oleh Muslim Nusantara tentang Ahlussunnah wal Jamaah yaitu dalam bidang akidah/ teologi akan mengikuti pola pikir Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi, dalam bidang Fikih mengikuti 4 Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Hanbali, dan Imam Maliki).

Dalam bidang tassawuf akan mengikuti Abu Qasim Al-Junaidi atau Imam Ghazali serta pada Murid-murid beliau. Ta’rif ini adalah pengertian yang  paling sering dicerca dan ditentang oleh golongan yang tidak setuju. Karena tidak ada ta’rif yang semata-mata menyebutkan tokoh dalam kaidahnya.

Argumentasinya adalah tidak ada sebuah riwayat-pun yang menjelaskan tentang ta’rif Ahlussunah wal Jamaah dengan redaksi demikian. Tentunya pernyataan tersebut benar, karena memang tidak ada riwayat yang mengatakan tentang redaksi demikian. Namun harus dipahami bahwa ta’rif di atas sebagai metode memudahkan umat.

Seringkali argumentasi yang menyesatkan pernyataan di atas berasal dari orang yang tidak suka dengan model pemikiran para Imam Ulama tersebut. Nama-nama Ulama di atas adalah jaringan transmitter atau Shahibul sanad yang  paling mu’tabrah dalam khazanah keislaman.

Redaksi yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW tentang kebenaran ahlussunnah wal Jamaah adalah Hadits berikut;

تفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة، كلهم في النار إلا ملة واحدة. قالوا: ومن هي يا رسول الله؟ قال ما أنا عليه وأصحابي

Baca Juga:  NU dan Urusan Yang Tak Pernah Usai

Artinya; “Akan berpecah umatku ini menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu. Mereka (para sahabat) bertanya : “Siapakah ia wahai Rasulullah ?” dan Nabi SAW menjawab : “Apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”

Hadits ini banyak mendapatkan kritikan tentang keshahihannya. Akan tetapi beberapa Ulama memasukan kategori hadits ini sebagai hadits hasan lighairihi, atau ‘derajat baik’ karena didukung oleh  hadits lainnya yang sejenis dan semakna.

Ibnu Katsir dalam an-Nihayah fil Fitan wal Malahim juga menyebutkan hadits ini sebagai hadits ‘derajat hasan lighairihi’. Bahkan Imam Sakhawi dan Imam Suyuthi menyebut hadits ini sebagai Hadits Maqbul bisa diterima sebagai landasan hukum.

Isi dari hadits ini adalah legitiminasi atas kebenaran sahabat Nabi sebagai penerus tindak-tanduk Nabi setelah kemangkatan Rasul SAW. Dan para sahabat ini memiliki sanad keilmuan yang terus dijaga secara turun temurun kepada para Muridnya. Dan sanad ini adalah legitiminasi atas kebenaran ajaran Ulama sekarang baik secara tektual dan kontekstual, Dzhiran wa Bathinan.

Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, Abu Muslim Al-Maturidi, Imam 4 Madzhab, Imam Ghazali adalah Ulama yang memiliki tradisi keilmuan serta sanad Ilmu muttasil, bersambung kepada Rasul.

Ulama Nusantara hampir dipastikan akan menjaga tradisi ini sebagai bentuk menjaga Islam bukan hanya dari teks, namun juga dari ahwal para guru.

Sanad Keilmuan

Sanad dalam bidang keilmuan modern hampir terpinggirkan karena semakin banyaknya metodologi pembelajaran otodidak. Akan tetapi harus dipahami bahwa otodidak dalam mempelajari Agama adalah aib karena ada sebuah maqalah,

لولا المربي ما عرفت ربي، لولا العلما ما عرفت الانبياء

Artinya; ‘Jika kalau bukan karena Guru, maka saya tidak akan mengenal Rabb (Allah SWT), dan jika kalau bukan karena Ulama maka tidak akan mengenal para Nabi’.

Lebih keras lagi peringatan dalam kitab Tafsir Ruhul Islam tuisan Syaikh Abu Yazid al-Busthami tentang keniscayaan adanya guru dalam belajar Agama;

من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان

Artinya; “Barangsiapa tidak memiliki guru maka gurunya adalah syaithan”

Banyak orang modern yang melakukan potong kompas dan terus menerus mempropagandakan untuk kembali ke Al-Qur’an dan Hadits tanpa melalui jalur sanad keilmuan.

Baca Juga:  Begini Cara Ahlussunnah Wal Jama’ah Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat

Hal ini sangat berbahaya karena akan melakukan interpretasi teks dinniyah dengan sekehendak nafsunya masing-masing, bukan melalui tradisi keilmuan agama.

Tradisi menyebut sanad atau ulama tidak lain bentuk menghidupkan keilmuan agama karena tidak ada ilmu barokah jika terlepas dari tradisi keilmuan Ulama. Semua khabar dari Nabi bisa dipastikan mengikuti alur sanad dalam tradisi Ulama.

Legitiminasi keilmuan seseorang harus diukur dengan kekuatan argumentasi, serta dalam Agama Islam harus merujuk pada Sanad  yang benar dan kuat. Kekuatan argumentasi adalah dengan menggunakan Hujjah ilmiah untuk mengcounter pendapat argumentasi menyimpang.

Sanad digunakan sebagai sarana mengetahui otoritas/ legitiminasi pemikiran sesuai dengan Rasulullah SAW. Tradisi ini yang terus dijaga oleh para Ulama Nusantara dalam mempertahankan marwah Islam. Abu Hamid Al-Ghazali sendiri mempunyai sanad keilmuan yang mantap, sebagaimana berikut;

Al-Ghazali setidaknya mempunyai dua Sanad Ilmu yang merujuk pada Nabi Muhammad SAW. Sanad pertama melewati Abu Hasan Ali Al-‘Asy’ari dan Imam Syafi’i. Sanad pertama beliau belajar dari Abdul Malik Imamul Haramain, dari Muhammad Al-Juwaini, dari Abdullah al-Marazi, dari Abu Zaid Al-Marazi dari Imam Syafi’i, dari Imam Malik, dari Imam Nafi’, dari Sahabat Abdullah bin Umar, dari Rasulullah SAW.

Sanad Kedua adalah dari gurunya yaitu Abdul Malik Imamul Haramain, dari Abu Bakar al-Baqilani, dari Abdullah Al-Bahili, dari Abu Hasan Ali Al-‘Asy’ari, dari Abu Ali Al-Juba’i, dari Abu Hasyim Al-Juba’i, dari Abu Hudhail al-Alaf, dari Ibrahim an-Nadham, dari Amar bin Ubaid, dari Washil bin Atho’, dari Muhammad bin Ali Al-Hanafiyah, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW.

Maka argumentasi ahlussunnah wal jamaah dengan menggunakan Imam Ghazali sebagai tokoh, sudah benar. Alasannya beliau memiliki kemantapan tradisi keilmuan dan sanad bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Jalur Sanad Era Modern

Era Imam Ghazali sudah sangat jauh dari masa modern sekarang, maka untuk menunjukan kebenaran pola pikir Ulama sekarang harus dilihat dari silsilah keilmuannya. Silsilah keilmuan dan Murid Imam Ghazali yang sampai ke Nusantara bisa kita telisik sebagai berikut;

Baca Juga:  Tragedi Karbala Versi Sunni Lebih Bisa Dipertangung Jawabkan Sanadnya, Benarkah??

Imam Ghazali memiliki murid salah satunya Abdul Karim al-Shihrisytani (karangannya Al-Milal wan Nihal, Nihayatul Iqdam) mempunyai murid, Muhammad bin Umar Fakhrurrazi (karangannya Mafatihul Ghaib, al-Matalibul Aliyah) mempunyai murid, ‘Aduduin al-Ijji (karangannya Al-Mawaqif fi ‘Ilmil Kalam) mempunyai murid, Abdullah As-Sanusi (karangannya al-‘Aqidatul Kubra) mempunyai murid, Ibrahim Al-Baijuri (karangannya Jauharut Tauhid) mempunyai murid, Ahmad Dasuqy (karangannya Umul Barahin) mempunyai murid, Ahmad Zaini Dahlan (karangannya Ad-Durarus Saniyah, Al-Mutammimah) mempunyai murid Ahmad Khatib Sambas Kalimantan Barat (Fathul ‘Arifin berisi penggabungan Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah).

Murid Syaikh Ahmad Khatib Sambas banyak tersebar di Nusantara salah satunya adalah Syaikh Yusuf Tajul Khalwati dari Makassar. Beliau juga memiliki murid bernama Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh Abdus Shamad Palembang.

Murid-murid dari syaikh Khatib Sambas banyak mendirikan pesantren di Nusantara, antara lain Syaikh Mahfudz At-Turmusi mendirikan pesantren Termas di Pacitan Jawa Timur. KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng di Jombang, dan Syaikh Arsyad Banjarmasin banyak memiliki Murid di Banjarmasin dan Martapura.

Oleh karenanya jika ingin bisa menyambung sanad keilmuan yang muttasil sampai kepada Rasulullah SAW, seharusnya mau menimba Ilmu di pesantren tersebut atau pesantren yang Ulamanya mempunyai sanad ke Ulama-ulama tersebut.

Argumentasi Ahlussunnah wal Jamaah adalah landasan pemikiran berdasarkan sanad keilmuan yang muttasil sampai Rasulullah SAW untuk menjelaskan adanya ketersambungan ilmu.

Banyak kejadian propaganda orang yang teriak kembali ke Al-Qur’an ternyata tidak memiliki sanad sama sekali. Sangat disayangkan jika mereka masuk dalam kategori ‘من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان’.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan