Yaqut Cholil Qoumas dan Wacana Doa Lintas Agama

yaqut kholil qoumas dan Doa Lintas Agama

Pecihitam.org – Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas mewacanakan bahwa setiap agenda Kemenag mengandung unsur yang melibatkan semua agama berandil di dalamnya. Ia mencontohkan hal kecil saat doa bersama.  Ide ini memberikan suatu implikasi terhadap realita hubungan antar agama di Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada dua kecendurungan tentang wacana ini. Pertama, gagasan itu suatu inovasi pluralitas di tengah populisme Islam yang semakin mengemuka. Kedua, kebijakan akan mengandung suatu polemik terutama kepada kelompok Islam garis keras. Wacana dirasa menabrak budaya telah lazim di lingkungan Kemenag. 

Dua asusmsi itu telah menjadikan diskursus ini menarik untuk memberikan suatu ruang wacana dalam hal keberagaman yang terjadi di Indonesia.  Problemnya, gejala keislamaan yang menggeliat di ruang publik.

Islam sebagai agama mayoritas mempunyai keuntungan yang strategis, misalnya secara politik jabatan-jabatan di pemerintahan dari tingkat desa sampai skala nasional. Kecenderungan ini memberikan suatu koesekuensi tentang melupakan kondisi keberagaman yang sebenarnya memiliki sumbangsih terbesar dalam membentuk agama.

Pancasila sebagai dasar negara yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara ketuhanan yang diperkuat Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, bukan negara Islam saja sebagai agama yang diurus oleh negara. Tetapi, masih ada agama-agama lainnya seperti Hindu, Budha, Kristen, Katolik, Konghucu dan penganut kepercayaan. Mereka mempunyai hak bersama mendapatkan pengakuan yang diurus oleh negara.

Populisme Agama 

Faktanya dalam realita kita saat ini, diskriminasi terjadi atas nama agama masih terjadi dimana-mana. Penolakan pejabat non-muslim berkembang di masyarakat. Mulai penujukkan kepala desa, kepala dinas, pejabat tinggi negara, bupati atau walikota, gurbenur hingga presiden. Mereka semuanya masih mempersoalkan tentang identitas agama. 

Baca Juga:  Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Spirit Berislam di Indonesia

Justru yang terjadi populisme agama terjadi hampir setiap sudut. Pemimpin mempunyai power atau elit yang diyakini dapat menentukan standar moral tertentu di seluruh elemen masyarakat, bahkan tanpa disadari tindakan tersebut menuai fregmentasi masyarakat sendiri yaitu retorika kaum populisme bersifatkan inteloran, rasis dan xenophobia.

Ini sejalan tulisan yang berjudul “the dangerous of populisme” yang menjelaskan bagaimana populisme menkonstrusikan demos atau rakyat sebagai entitas yang ideal.

Menurut Robert.W. Hefner, menjabarkan bahwa populisme agama muncul akibat dari krisis kewargegaraan yang inklusif dan mudah diadaptasi dalam tingkat lokal. Ditambah faktor lain dari populisme sendiri yaitu retorika kaum populisme bersifatkan inteloran, rasin 

Populisme agama menjadi acuan bahwa keentitisan agamanya sehingga menjadi populer. Bahanya dalam hal tersebut bagaimana manipulasi ini menyerang epreksi berfikir, menyusup di antara opini dan nilai keyakinan sehingga seorang yang memiliki gagasan atau ekspresi berfikir tersebut sulit membedakan, dan menjadi buta akan realitas.

Keberagaman dalam masyarakat membutuhkan cara untuk tetap menjaga kebersamaan dengan hidup rukun dan damai. Keragaman suku, agama, ras dan antargolongan menjadi modal bersama. Konflik antar kelompok sosial dapat dinetralisir jika masing-masing kelompok terdapat loyalitas dari para anggota masyarakat terhadap kelompok sosial. Itu selaras tentang Field kuncinya yaitu “hubungan”. Dengan membangun hubungan dengan sesama, menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu. 

Baca Juga:  Cinta Tanah Air Tidak Ada Dalilnya? Tunggu Dulu Bosss

Gagasan “Mukti Ali”

Mukti Ali melihat wacana plural masyarakat Indonesia secara serius, ia berusaha menggagas suatu cara untuk merekatkan hubungan baik antar golongan, kelompok dan umat beragama di Indonesia. Cara yang digunakan oleh Mukti Ali dengan dialog. Menurut Mukti Ali, adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk dalam berbagai agama. Dialog merupakan komunikasi antara orang-orang yang percaya pada tingkat agama.

Dialog merupakan jalan bersama untuk mencapai kebenaran dan kerjasama dalam proyek-proyek menyakut kegiatan bersama. Konsep ini merupakan bagaimana perjumpaan antar pemeluk agama-agama tanpa merasa rendah dan merasa tinggi, dan tanpa agenda atau tujuan yang disembunyikan. Dialog antar umat beragama suatu perjumpaan yang sungguh bersahabat seta berdasarkan rasa hormat dan cinta antar pemeluk agama.

Tujuan dialog antar umat beragama adalah titik temu berbagai perbedaan yang selalu muncul dalam menghadapi kenyataan pluralitas agama. Idealnya, pemikiran Mukti Ali dialog dewasa ini sangat dibutuhkan dalam membangun kerjasama, dan kepercayaan antar pemeluk agama, sehingga dapat bersama-sama membangun kehidupan sosial yang ideal, yakni kehidupan yang damai, gotong royong dan hormat- menghormati.

Soal, doa lintas agama yang diwacanakan oleh Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas, ada pesan tersirat tentang keberagamaan keagamaan. Image kementerian Agama yang selama indentik dengan pelayanan terhadap Agama mayoritas saja. Ia pun menanamkan pada jajaranya agar mengembangkan midset kesetaraan bagi semuanya.

Baca Juga:  Ilusi Penegakan Syariat Islam di Indonesia

Secara praktis, doa lintas agama memberikan tanda bahwa dialog antar-agama telah dijalankan dengan baik. Titik tekannya tentu tidak tujuan saling menjatuhkan mengklaim siapa yang paling benar, melainkan bentuk perjumpaan yang bersahabat berdasarkan nilai-nilai perdamaian yang diajarkan dalam setiap agama.

Demikian, wacana doa lintas agama dalam praktiknya di ruang publik. Tetapi, sejak apa yang disampaikan Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas banyak sekali yang mengkritiknya. Serangan ini menunjukkan bahwa masih banyak yang tak bisa menerima kebijakan tentang wacana doa lintas agama.

Tetapi, bagaimanapun kebijakan itu pasti banyak tatangan, pro-kontra itu pasti selalu menjadi irisan. Tapi, paling tidak wacana  Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas menjadi salah usaha untuk menunjukan bahwa suatu realita bahwa kita merupakan bangsa yang plural, tidak yang tunggal.  Bahkan, kebijakan itu tidak salah untuk dijalankan. Mungkin sekarang, pasti selalu berdebat, namun jika ini dilaksanakan kebijakan ini menyampaikan pesan perdamaian dunia (*)

* Atho’ilah Aly Najamudin ( Mahasiswa Pascasarjana Antropologi )

Redaksi