Al-Illah al-Ula’: Argumen Kosmologi Ketuhanan Menurut Filusuf Muslim

Al-Illah al-Ula

Pecihitam.org – Pencarian Tuhan merupakan salah satu proyek terbesar dalam sejarah umat manusia. Besarnya proyek tersebut sebanding dengan besarnya kuantitas umat manusia yang memercayai adanya Tuhan. Sebab, di balik keyakinan seseorang kepada Tuhan, mengharuskan adanya penjelasan yang kuat perihal keberadaan Tuhan itu sendiri, hingga umat manusia beriman.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Meskipun keimanan terhadap Tuhan menyaratkan kepercayaan dan keyakinan secara mutlak kepada zat yang tak kasat mata tanpa perlu penjelasan yang panjang lebar. Namun, sejarah mencatat bahwa upaya rasional dan intelektual nun filosofis telah banyak dikerjakan oleh berbagai pemikir hingga zaman ini.

Pencarian penjelasan perihal eksistensi Tuhan ini salah satunya dikerjakan oleh para filusuf Muslim. Para filusuf Muslim yang sedari awal memang sebagai orang yang beriman kepada Allah Swt, memiliki berbagai pemikiran yang filosofis dan rasional perihal adanya Allah Swt yang menciptakan segala raya alam semesta.

Salah satu argumentasi filsafat dari filusuf Muslim adalah penjelasan secara kosmologis perihal adanya Allah Swt. Argumen kosmologi berakar dari asal kata kosmos yang berarti “alam”.

Prof Mulyadhi Kartanegara melalui bukunya Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam, dan Manusia (2017) menjelaskan bahwa argumen kosmologis merupakan argumen tentang keberadaan Tuhan dengan cara merenungkan apa yang terjadi di alam semesta.

Baca Juga:  Kenabian dalam Filsafat Islam: Penjelasan Bagaimana Muhammad Menjadi Nabi

Prof. Mulyadhi mencontohkan perihal salah satu peristiwa yang terjadi di alam semesta (kosmologis). Ia mencontohkan perihal peristiwa kebakaran hutan. Menurutnya kebakaran hutan tidaklah hadir begitu saja, namun harus ada sebabnya. Kemudian, sebab kebakaran itu juga pastinya berkaitan dengan sebab-sebab yang lain hingga sebab paling awal.

Contoh lain adalah aliran sungai. Setiap air yang mengalir di sungai tentu saja sebelumnya berasal dari sungai yang lebih tinggi hingga seterusnya. Pada puncak dari berbagai aliran itu, yang paling ujung dan atas tentu saja berasal dari sumber mata air.

Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini mengharuskan adanya sebab paling awal sehingga menjadikan eksistensi segala alam semesta ini ada. Menurut filusuf Muslim, penyebab keberadaan awal adanya alam semesta ini tak lain adalah Al-Illah al-Ula’.

Al-Illah al-Ula’ ini secara bahasa memiliki makna “Tuhan yang awal” atau “Tuhan yang maha awal.” Namun, untuk memahami maksudnya, Al-Illah al-Ula’ dimaknai sebagai penggerak pertama.

Hal itu dimaksudkan bahwa penggerak pertama inilah sumber dari segala apa yang ada dalam alam semesta ini. Di sini, Tuhan dikonsepsikan sebagai sebab, penyebab pertama.

Prof. Mulyadhi mengatakan: “argumen ini bermula dari keyakinan bahwa gerak apapun yang kita saksikan di dunia tidak mungkin bergerak sendiri tanpa adanya yang menggerakkan.” Apa yang menggerakkan pertama itulah yang dalam Islam disebut sebagai Allah Swt.

Baca Juga:  Okasionalisme: Teori Atom al Asy’ari (Ketergantungan Alam Pada Tuhan)

Adapun terminologi lain selain Al-Illah al-Ula’ adalah Muharrik al-Ula’ yang memiliki arti sang penggerak pertama. Para filusuf muslim menjelasan bahwa segala apa yang ada dalam alam semesta ini memiliki gerak (harakah), dan tidak mungkin segala pergerakan ini terjadi terjadi tanpa adanya penggerak (muharrik), yaitu Allah Swt.

Menurut Prof. Mulyadhi yang menarik dari konsep ini bahwa penggerak pertama haruslah tidak bergerak. Mengapa tak boleh bergerak? Sebab kalau ia bergerak, maka menurut hukum logika ia memerlukan penggerak. Jika hal itu terjadi, maka ia tidak akan menjadi penggerak pertama.

Mungkinkah penggerak tidak bergerak? Menurut Prof. Mulyadhi, zaman dulu seorang filusuf Muslim Abu Sulaiman al-Sijistani memiliki ilustrasi yang dapat menjelaskan konsep “penggerak yang tidak bergerak” ini.

Ia mengilustrasikan contoh ini dengan seorang raja yang memerintahkan pasukannya untuk berperang tanpa ia sendiri perlu untuk bergerak datang ke medan perang, cukup duduk di istana kerajaannya.

Ilustrasi yang lebih modern mungkin bisa disejajarkan dengan contoh magnet. Magnet itu dapat menggerakkan besi yang ada di sekitarnya tanpa ia bergerak sama sekali.

Baca Juga:  Pengertian dan Metode Filsafat Hukum Islam

Demikian ini sebanding dengan sebuah bunga yang sedang mekar di taman. Bunga itu diam saja namun banyak kumbang-kumbang dan lebah mendekatinya berkat keindahannya dan serbuk sarinya.

Hal ini sebagaimana yang disebut sufi sekaligus filusuf Jalaluddin Rumi bahwa alam semesta ini jatuh cinta kepada Tuhan dan melalui dorongan cinta tersebut kemudian yang menggerakkan alam semesta menuju Tuhan.

Demikianlah penjelasan dari para filusuf Muslim perihal penjelasan eksistensi Tuhan melalui argument kosmologis. Konsep kuncinya adalah alam semesta ini digerakkan oleh penggerak pertama yang disebut sebagai Al-Illah al-Ula’ atau Allah Swt. Allah Swt lah yang mencipta segala raya alam semesta ini. Wallahua’lam.