Benarkah Islam Disebarkan dengan Pedang?

Benarkah Islam Disebarkan dengan Pedang?

Pecihitam.org – Sampai sekarang ini, khususnya di kalangan orang-orang Barat, masih banyak yang salah persepsi dengan berpandangan bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Artinya, Islam disebarkan dengan cara-cara penaklukkan dan kekerasan. Pandangan ini agaknya terkesan menyudutkan umat Islam dengan nada-nada yang cukup kritis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Istilah “pedang” umumnya dipahami sebagai sesuatu yang mengarah pada kekerasan, pemaksaan kehendak, penaklukkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertumpahan darah. Meski sebenarnya, Islam berkembang jauh lebih pesat karena faktor perdagangan, perkawinan, akulturasi, dan ajarannya yang memang mudah diterima, tak mengenal kasta dan dianggap paling logis oleh beberapa masyarakat tertentu.

Apakah persepsi bahwa Islam disebarkan dengan pedang memang benar?

Saya kira, kita perlu melihat secara cermat, baik melalui sumber-sumber otoritatif sejarah Islam, maupun kajian-kajian yang lebih mutakhir mengenai proses penyebaran Islam atau Islamisasi di berbagai wilayah di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Bila merunut pada sejarah, dalam awal perkembangannya, diakui faktor “pedang” memang memegang peranan paling signifikan dalam penyebaran Islam. Karena pedang pula, Islam berkembang jauh lebih cepat dibanding agama-agama lain. Namun, kita tak bisa langsung menyimpulkan istilah pedang lantas identik dengan kekerasan. Ini bisa dipahami bahwa pedang sejatinya tak lebih hanya sebagai instrumen politik saja.

Baca Juga:  Ragam Ulama dan Perannya dalam Proses Islamisasi di Indonesia

Dalam Islam sendiri, proses penyebaran Islam bisa disebut dengan “alfutuh”, yang artinya pembukaan, atau liberalisasi (pembebasan). Memang, ketika para sahabat dan juga para tabi’in datang ke negara-negara di luar Arab, banyak di antara mereka datang bersama dengan laskar-laskar dan kekuatan militer.

Tapi pertanyaannya, apakah kedatangan militer Islam ini sekaligus merupakan proses penyebaran Islam berupa pemaksaan penduduk lokal untuk menjadi muslim? Inilah yang kiranya perlu dilihat secara cermat.

Ada beberapa penelitian yang cukup penting tentang hal ini, salah satu penelitian yang cukup menonjol adalah dari seorang guru besar di Columbia University, Prof. Richard Buleud, beliau adalah pakar sejarah yang meneliti tentang sejarah konversi dan pengalihan agama ke dalam Islam.

Kesimpulan dari penelitian Richard Buleud ini menarik, ia mengatakan bahwa sesungguhnya proses Islamisasi di negeri-negeri yang didatangi oleh pasukan-pasukan Islam ini berlangsung sangat lambat, melalui proses dasawarsa dan bahkan sampai berabad-abad, baru kemudian banyak penduduk lokal itu masuk Islam dalam jumlah yang besar.

Baca Juga:  Sikap Bijak Sebagai Muslim Terhadap Tragedi Wabah Virus Corona

Jadi setelah beberapa dasawarsa datangnya pasukan muslim ini, penduduk lokal sebenarnya masih banyak yang beragama lokal. Hanya melalui proses alamiah-lah, kemudian banyak di antara mereka yang memeluk Islam, yang lalu juga mengubah namanya menjadi nama-nama muslim.

Fakta ini membuktikan bahwa kedatangan pasukan Islam ke berbagai wilayah tidak berarti konversi secara paksa. Penemuan ini menunjukkan bahwa kedatangan militer ini tidak disertai dengan pemaksaan keagamaan, justru masuknya Islam dari kalangan masyarakat lokal terjadi secara alamiah.

Tidak hanya di kawasan Timur Tengah, di tempat-tempat lain, Islam juga disebarkan dengan tanpa kekerasan. Bahkan, bila melihat di Indonesia sendiri, Islam justru disebarkan dengan cara-cara yang unik dan anti-kekerasan.

Kita tahu bahwa Islam di Indonesia lebih banyak disebarkan oleh guru-guru sufi, yang lebih bersikap akomodatif dan inklusif. Para pembawa Islam di masa-masa awal, lebih banyak memusatkan dakwah lewat jalur budaya, mereka tahu betul bahwa ajaran-ajaran lokal telah mendarah daging dalam diri masyarakat, sehingga jalan satu-satunya untuk mensiasati dakwah Islamiyah adalah dengan memahami terlebih dahulu ajaran mereka, lalu sedikit semi sedikit mulai memperkenalkan Islam yang disesuaikan dengan alam pikiran masyarakatnya.

Baca Juga:  Idul Adha di Tengah Pandemi: Menyembelih Ego, Menjunjung Akal Sehat

Dengan demikian, pandangan yang mengatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang sama sekali tidak berdasar. Sejak era Nabi Muhammad hingga masa modern, seluruh sistem penaklukkan kaum muslim ke wilayah-wilayah luar selalu dilakukan dengan cara-cara damai, tujuannya hanya satu menyebarkan misi kebenaran Islam dan tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam, apalagi dengan cara-cara kekerasan.

Di lain hal, model penyebaran dan perluasan Islam ke wilayah-wilayah lain juga berbeda dengan kolonialisme ala Barat. Keduanya jelas berbeda, kolonialisme mengenal penghisapan sumber daya alam serta sumber daya manusia secara berlebihan untuk kepentingan ekonomi negara kolonial. Kolonialisme juga memunculkan sistem kelas yang mendiskriminasi bangsa yang terjajah. Dalam Islam, hal tersebut tidak pernah ditemukan.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *