Gus Baha: Meluruskan Pemahaman Kelompok yang Suka Bilang Bid’ah

gus baha

Pecihitam.org – Dalam sebuah kajian, Gus Baha menjelaskan tentang pemahaman Bid’ah yang sering di salahpahami apalagi oleh kelompok-kelompok lain yang menyebutkan bahwa Bid’ah adalah segala sesuatu yang baru dan tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah Saw.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

“ Kita itu tidak perlu berlebihan, misal setiap ada sesuatu yang mirip atau menyerupai agama Yahudi lalu di sebut sebagai kafir. Berarti kalau ada orang kafir yang memakai baju kita tidak usah pakai baju biar nggak menyerupai mereka, kan tidak begitu” kata Gus Baha.

Gus Baha menyampaikan lagi, bahwa dalam memahami perihal bid’ah maka jangan di maknai secara dangkal dan yakini secara berlebihan. Sebab Rasulullah Saw juga pernah di sebut bid’ah oleh Abu Jahal karena dianggap membawa ajaran yang tidak ada contoh sebelumnya, hingga kemudian di wahyukan oleh Allah Swt “ katakan wahai Muhammad, ‘ aku ini bukan bid’ah’.”

Sama halnya dengan Umar bin Khattab yang di tuduh Bid’ah karena melakukan sholat tarawih yang sebelumnya tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah Saw, sehingga Umar mengatakan “ Jika ini adalah bid’ah, maka ini merupakan bid’ah yang terbaik”.

Baca Juga:  Kedudukan Perempuan dan Kemuliannya dalam Islam

Kemudian Gus Baha menyampaikan sebuah hadist shahih tentang seorang sahabat yang di curigai karena setiap ia menjadi imam sholat selalu membaca Surat Al-Ikhlas baik pada rakaat pertama maupun rakaat kedua dan hal tersebut berlangsung setiap hari,. Kata Gus Baha“ Pokoknya hidup dan mati dia hanya membaca Surat Al-Ikhlas”

Akhirnya para sahabat pun mengadu pada Rasulullah Saw bahwa orang tersebut setiap sholat ia selalu membaca Al-Ikhlas, “ Ya Rasulullah, orang ini setiap sholat selalu membaca Al-Ikhlas itu bagaimana ?”

Lalu Rasulullah Saw meminta para sahabat untuk mendatangkan orang tersebut ke hadapan beliau, setelah itu di tanya “Kenapa kamu kalau sholat selalu memakai Surat Al-Ikhlas?”. Tanya Rasulullah Saw.

Kemudian pemuda tersebut menjawab, “Karena di dalam Surat Al-Ikhlas itu hanya ada sifat Rahman-nya Allah Swt, tidak ada kepentingan diri saya pribadi ataupun orang lain, oleh sebab itu saya sangat senang membaca Surat Al-Ikhlas”. Mendengar jawaban dari pemuda tersebut, Rasulullah Saw mengatakan kepada para sahabat “ Beritahukan padanya bahwa Allah Swt mencintai dia”

Baca Juga:  Sampaikan Pesan Buat Fans K-Pop, Gus Baha: Jangan Berlebihan, Tidak Baik

Meskipun Rasulullah Saw sebelumnya tidak pernah mengajarkan untuk selalu membaca dan menggunakan Surat Al-Ikhlas di setiap shalat, tetapi ketika ada seorang yang melakukan hal demikian beliau tetap membenarkannya.

Lalu gus Baha melanjutkan “ Maksudnya adalah, selalu membaca dan menggunakan Surat Al-Ikhlas itu tidak pernah di ajarkan Nabi Saw sebelumnya, tapi ketika ada seseorang yang senantiasa selalu menggunakan Surat Al-Ikhlas juga tetap Rasulullah Saw benarkan” terang beliau.

“Oleh sebab itu, kita tidak dapat menggunakan definisi Bid’ah itu sebagai segala sesuatu yang baru dan tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah Saw, sedangkan yang pernah di lakukan oleh Rasulullah Saw adalah Sunnah. Apalagi kalau kamu ngaji Ushul Fiqh, maka akan semakin terlihat siapa yang sedikit-sedikit sebut Bid’ah itu justru salah”. Kata Gus Baha.

Baca Juga:  Gus Baha: Ketika Nabi Saw Qadha Shalat Subuh

Yang di sebut dengan Bid’ah Dholalah itu adalah yang berhadap-hadapan dengan syariat, tapi apabila bid’ah tersebut menguatkan syari’at maka tidak menjadi musuh syari’at justru bagian dari syariat. Jenis bid’ah yang dholalah itu yang Istidam artinya ada benturan yang keras antara bid’ah dengan syariat, jika ada suatu bid’ah yang memberikan sinergi atau kekuatan dan saling menolong dalam syariat maka itu tidak menjadi masalah.

Naskah ini diterjemahkan dari kajian KH Bahaudin Nursalim, versi bahasa aslinya bisa dilihat disini.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik