Hadits Shahih Al-Bukhari No. 7 – Kitab Iman

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 7 – Kitab Iman ini, mengemukakan bahwa pemahaman makna umum sunnah Rasul, dapat dikhususkan dengan arti tekstual Al Qur’an. Arti hadits secara umum menyatakan bahwa orang yang melaksanakan semua hal yang disebutkan, maka Islamnya sah. Sebaliknya orang yang tidak melaksanakan semua yang disebutkan, maka Islamnya tidak sah. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Iman. Halaman 58-74

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Musa] dia berkata, telah mengabarkan kepada kami [Hanzhalah bin Abu Sufyan] dari [‘Ikrimah bin Khalid] dari [Ibnu Umar] berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan”.

Keterangan Hadis: عَلَى خَمْسٍ berarti lima perkara atau lima dasar (pokok), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq. Tetapi dalam riwayat Imam Muslim disebutkan lima rukun. Apabila dikatakan bahwa empat dasar (pokok) di atas berdiri di atas dasar syahadah, maka tidak sah jika belum melaksanakan syahadah.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 370-372 – Kitab Shalat

Catatan

1. Jihad tidak termasuk dalam hadits ini, karena hukum jihad adalah fardhu kifayah dan jihad tidak diwajibkan kecuali dalam waktu dan kondisi tertentu. Inilah jawaban Ibnu Umar tentang masalah jihad. Dalam akhir riwayatnya, Abdurrazaq menambahkan, “Jihad adalah perbuatan baik.” Lain halnya dengan Ibnu Baththal yang menganggap bahwa hadits ini muncul pada periode awal Islam sebelum diwajibkannya jihad.

Memang jawaban ini masih dapat dikritik, bahkan merupakan jawaban yang salah, karena jihad diwajibkan sebelum terjadinya perang Badar, sedang perang Badar sendiri terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedua hijriyah, dimana pada tahun itu juga diwajibkan puasa, zakat dan haji menurut pendapat yang benar.

2. (Kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah). Apabila dikatakan, “Kenapa dalam syahadat tidak disebutkan iman kepada para Nabi dan Malaikat dan lainnya sebagaimana yang ditanyakan oleh Jibril? Jawabnya, bahwa maksud dari syahadah adalah membenarkan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, dengan begitu kalimat syahadah telah mencakup semua masalah yang berhubungan dengan akidah. Ismaili mengatakan, “Hal ini merupakan penamaan sesuatu dengan menyebutkan bagiannya, seperti seseorang mengatakan, “Aku membaca Aihamdu”, maksudnya aku membaca surat A! Fatihah. Maka jika dikatakan “Aku bersaksi atas kebenaran risalah Muhammad” berarti aku bersaksi atas kebenaran semua ajaran yang dibawa oleh Muhammad.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 45 – Kitab Iman

3. Maksud mendirikan shalat adalah menjalankan atau melaksanakan shalat, sedang maksud mengeluarkan zakat adalah mengeluarkan sebagian harta dengan cara khusus.

4. Untuk menentukan keabsahan keislaman seseorang, Al Baqillani mensyaratkan terlebih dahulu pengakuan terhadap keesaan Allah (tauhid) sebelum mengakui risalah.

5. Kesimpulan yang dapat diambil dari hadits di atas adalah bahwa pemahaman makna umum sunnah Rasul, dapat dikhususkan dengan arti tekstual Al Qur’an. Arti hadits secara umum menyatakan bahwa orang yang melaksanakan semua hal yang disebutkan, maka Islamnya sah. Sebaliknya orang yang tidak melaksanakan semua yang disebutkan, maka Islamnya tidak sah. Pemahaman ini dikhususkan dengan firman Allah, “Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. ” (Qs. Ath-Thuur(52): 21)

6. Dalam hadits di atas, Imam Bukhari lebih dahulu menyebutkan haji dari pada puasa. Namun pada hadits Imam Muslim dari riwayat Sa’ad bin Ubaidah dari Ibnu Umar, puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji. Seseorang berkata, “Haji dan puasa Ramadhan,” lalu Ibnu Umar berkata, “Tidak, puasa Ramadhan dan haji.” Ini menunjukkan bahwa hadits riwayat Handhalah yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari merupakan hadits bil makna, yaitu hadits yang diriwayatkan berdasarkan maknanya, bukan berdasarkan lafazh yang diriwayatkan dari Rasulullah. Hal ini bisa jadi disebabkan beliau tidak mendengar sanggahan Ibnu Umar pada hadits di atas, atau karena ia lupa.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 396-397 – Kitab Shalat

Kemungkinan ini lebih tepat dibandingkan pendapat yang menyatakan bahwa Ibnu Umar mendengar hadits tersebut dari Rasul dua kali dalam bentuk yang berbeda, namun beliau lupa salah satu dari kedua hadits tersebut ketika memberikan sanggahan kepada pernyataan seseorang dalam hadits di atas tadi.

Sebenarnya adanya hadits yang diriwayatkan secara berbeda menunjukkan bahwa matan hadits tersebut disampaikan secara maknawi. Pendapat ini juga dikuatkan adanya tafsir Bukhari yang lebih mendahulukan lafazh puasa dari pada zakat. Apa mungkin para sahabat mendapatkan hadits ini dalam tiga bentuk? Hal ini mustahil terjadi. Wallahu A’lam.

M Resky S